Rabu, 19 Januari 2011

Lapran Fieltrip Ekologi Pangandaran

BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Keadaan umum
Taman wisata alam pangandaran ditetapkan berdasarkan SK Mentri Pertanian Nomor 170/kps/Um/3/1978 tanggal 10 Maret dengan luas 37,7 ha. Secara geografis terletak pada 1080 30 derajat- 10900 BT dan 7derajat LS. Sedangkan berdasrkan administrasi pemerintah termasuk wilayah Desa Pangandaran, Kecamatam Pangandaran Kabupaten Ciamis. Menurt administrasi pengelolaan hutan perum perhutani termasuk BKPH Pangamdaran KPH Ciamis.
Kawasan ini terletak pada bagian utara dari Pananjung Pangandaran, sebagian besar berfotografi landai dan pada beberapa tempat terdapay beberapa tonjolan-tonjolan bukit kapu yang terjal. Ketinggian tempat kawasan antara 0 – 20 m.
Menurut klasifikasi Schmit dan Ferguson, Kamojang dan sekitarnya termasuk beriklim A dengan curah hujan rata-rata 3196 mm per tahun. Temperature udara minimum 25 derajat C, maksimum sebesar 30 derajat C, dan kelembaban sebesar 80 – 90 %.
Potensi wilayah
Kawasan TWA Pangandaran merupakan hutan sekunder tua yang brumur antara 50 – 60 tahun mendominasi kawasan TWA Pangandaran. Selebuhnya adalah sisa-sisa hutan primer yang tidak luas dan terpencar letaknya,serta sedikita hutan pantai.
Pohon-pohon ditan sekunder tua didalam kawasan TWA Pangandaran memilki ketinggian rata-rata 25 – 35 m, dengan jenis-jenis yang dominan diantaranya Laban ( Vitex pubescan ), Ki Segel ( Dillena excasa ) dan marong ( Cratoxylon formasum ), juga terdapat beberpa jenis pohn penunggalan hutan primer sperti pohpohan ( Buchan arborecens ), kondang ( Ficus verlegata ), dan benda ( Disoxillum caulostachylum ). Tumbuhan tersebut biasanya ditandai oleh tumbuhan liana dan epifit.
Hutan pantai hanya terdapat dibagian Timur danBarat kawasan. Ditumbuhi pohon formasi Barrintonia, seperti Butun ( barringtonia aseatica ), ketapang ( Terminalia catappa ), Nyamplung ( Callopyllum inophylum ) dan waru laut ( Hibiscus tliaceus ).
Dengan berbagai ragam floranya, kawasan taman wisata Pangandaran merupakan habitat yang cocok bagi kehidupan satwa liar. Jenis satwa liar yang dapat dijumpai pada kawasan ini antara lain : Tando ( monyet ekorpanjang ( Macaca fascicularis ), lutung ( presbytus crystata ), kalong ( Pteropus vanpyrus), banteng ( Bos sondaicus ), Rusa ( Cervus timorensis), kancil ( Tragulus javanicus ), dan landak ( Hystrix javanica ).
Sedangkan jenis-jenis burung yang dapat dijumpai antara lain burung Canghegar ( Gallus varius ), Tlungtumpuk ( Magalaema javensis ), Cipeuw ( Aegetina tiphia ), larwo ( Copsycus malaharicus ). Dan jogjog ( Phiconotus plumotus ).








Gbr. 01 peta kecamatan pangandaran
Keberadaan taman wisata pengandaran menjadi sangat penting untuk satwa-satwa dan tumbuhan yang merupakan habitat bagi keanekaragaman hewan dan tumbuhanya.
Dalam kegiatan penelitian atau pemantauan ekologi tumbuhan, terkadang sering terjadi kekecauan istilah,seperti tumbuh-tumbuhan,flora dan vegetasi. Berhubungan dengan hal tersebut, terlebih dahulu akan diuraikan istilah tersebut untuk mempersatukan bahasa yang akan diuraikan dalam istilah tersebut.
Tumbuh-tumbuhan adalah makhluk yang mempunyai kemampuan menangkap,mengikat, dan mengubah energi sinar matahari menjadi energi bentuk lain yang dapat dimanfaatkan oleh tumbuhan itu sendiri dan makhluk lainnya. Salah satu cirri tumbuhan adalah mempunyai khlorofil (zat hijau daun).
Flora adalah kumpulan jenis tumbuhan yang terdapat dalam suatu wilayah, sedangkan vegetasi adalah masyarakat tumbuhan yang terbentuk oleh berbagai populasi jenis tumbuhan yang terdapat dalam satu wilayah atau ekosistem serta memiliki variasi pada kondisi tertentu.
Menurut Soerianegara dan Indrawan(1980), analiis vegetasi dalam ekologi tumbuhan adalah cara untuk mempelajari struktur vegetasi dan kompoisis jenis tumbuhan. Analisis vegetasi bertujuan untuk mengetahui komposi jenis (susunan) tumbuhn dan bentuk (struktur) vegetasi yang ada di wilayah yang dianalisis. Caranya adalah dengan melakukan ddeskripsi komunitas tumbuhan.
Analisis vegetasi dapat juga digunakan untuk mengetahui pengaruh dampak lingkungan merupakan satu cara pendekatan yang khas, karana pengamatan terhadap berbagai aspek vegetasi yang dilakukan harus secara mendetail dan terdiri atas vegetasi yang belum terganggu. (Fachrul,2006)
Pengaruh kualitas ligkungan mempengaruhi populasi Macaca fascicularis, karena suatu populasi dapat menempati wilayah yang sempit sampai yang luas, tergantung pada perilaku dan kondisi habitat. Penelitian ini penting, karena pengaruh lingkungan terhadap bertahanya Macaca fascicularis sangat ditentukan oleh daya dukung energi yang didapati dari ekosistem hutan ( Firman, 2006 ).
Keadaan ini yang perlu diukur mengingat Macaca fascicularis berfungsi sebagai pengatur keseimbangan ekosistem hutan. Macaca fascicularis memakan buah dipohon-pohon yang berada disekitar hutan lindung TWA Pangandaran seperti pohon Nipan, pohon Pidada, sisa biji-bijian dari buah-buahan yang ada dikawasan TWA Pangandaran itu dapat tersebar ditanah dan tertanam kembali, sehingga menghasilkan pohon yang baru yang tumbuh dengan cepat. Pohon tersebut sebagai tempat tidur dan tempat berlindung burung-burung, karena alasan tersebutlah penelitian/ pengamatan ini dilakukan.
Macaca fascicularis adalah salah satu perwakilan dari berbagai hewan di kawasan TWA Pangandaranyang paling mudah ditemukan dibandingkan hewan primate lainya, namun saat ini keberadaan Macaca fascicularis perlu diperhatikan, karena keberadaan mereka sudah sangat akrab dengan manusia, sehingga pakan hewan primate tersebut tersubstitusi dengan pakanya manusia, maka dari itu perlu diteliti lebih jauh tentang aktivitas pakanya yang sudah tidak alami ini apakah akan mempengaruhi keberadaan populasi Macaca fascicularis di kawasa TWA Pangandaran ini.
Distribusi : Lutung (atau dalam bahasa lain disebut langur) merupakan kelompok monyet dunia lama yang membentuk genus Trachyphitecus. Secara garis besar, lutung tersebar di dua wilayah: Asia Tenggara (India barat daya, Tiongkok selatan, Kalimantan, dan Bali) dan India selatan berikut Sri Lanka.
Deskripsi : Lutung berbadan langsing dan berekor panjang. Warna bulu (rambut) tubuhnya berlainan tergantung spesiesnya, dari hitam dan kelabu, hingga kuning emas. Jika dibandingkan dengan kakinya, tangan lutung terbilang pendek, dengan telapak yang tidak berbulu. Ukuran lutung berkisar antara 40-80 cm, dengan berat 5-15 kg; pejantan berbadan lebih besar daripada betinanya. Tonjolan di atas matanya membedakan lutung dari saudara dekatnya, surili. Memiliki lima jari (pentadactyly), bentuk gigi yang umum dan sebuah rencana tubuh primitif (tidak terspesialisasi).
Cara hidup : Lutung hidup di hutan, terutama hutan hujan. Sehari-hari bergelayutan dan melompat dari satu pohon ke pohon lainnya, lutung termasuk hewan siang (hewan diurnal), dan sangat aktif pada pagi dan sore hari. Hewan ini hidup bergerombol antara 5-20-an yang dipimpin oleh seekor jantan. Suara pejantan ini sangat nyaring, ditujukan terutama untuk mengingatkan agar kelompok lain tidak memasuki wilayahnya.
Pakan : Lutung termasuk herbivora yang terutama makan dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya.
Reproduksi : Biasanya, lutung beranak satu, dengan masa hamil tujuh bulan. Salah satu hal yang menarik dari monyet ini adalah anaknya yang berbulu keemasan, dan dipelihara oleh seluruh betina dalam kelompok. Seiring dengan bertambahnya umur, warna keemasan pada rambutnya ini akan semakin pudar berganti gelap hingga akhirnya mencapai dewasa pada umur 4-5 tahun. Hewan ini bisa hidup hingga 20 tahun.
Di Indonesia terdapat 205 jenis kelelawar (Suyanto,20010 dan sekarang sudah bertambah sekitar 3-5 jenis, sehingga sudah mencapai 208-210 jenis atau 21 % jenis kelelawar didunia.
Kelelawar yang ada dimuka bumi ini sangat penting karena mempunyai peranan yang sangat besar dalam kehidupan makhluk hidup. Beberapa keuntungan peranan kelelawar adalah :
1. sebagai penyerbuk bunga, ada sekitar 300 jenis tumbuhan tropik yang penyerbukan dan pemencaran bijinya dilakukan oleh kelelawar. Seperti : durian, kapuk, randu, pisang, rambutan, dll.
2. Pemencaran biji tumbuh-tumnuhan hutan tropik
3. kotoran kelelawar yang dikenal sebagai Guano yang merupakan pupuk organik kaya akan NPK.
4. bioindikator pencenaran loga berat.
5. pengendali hama serangga secara biologis.
6. sumber protein hewani, jenis kelelawar Eonyoteris dan Pteropus sering kali ditangkap untuk dimakan dan dijual ke ruma makan Manado di Jakarta.
Kelelawar mempunyai karakter tubuh yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Mka dari itu perlu dilakukan suatu pengamatan dari kelelawar ini dengan mengidentifikasinya. Cara mengidentifikasi kelelawar ini membutuhkan teknik khusus, perlu ketelitian tersendiri karena jenis kelelawar ini ada yang pemakan buah termasuk kelelawar bertubuh besar dan kelelawar pemakan serangga yang bertubuh kecil.
Indonesia merupakan negara megabiodeversity kedua setelah Brazil dari segi kekayaan fauna dari jenis burung. Indonesia memiliki 1539 jenis burung atau 17 % dari total burung di dunia (Andrew, 1992). Ironisnya, meskipun memiliki jenis burung yang sangat banyak, indonesia juga memiliki jumlah paling besar dari burung-burung yang terancam punah (Hilton, 2000).
Mereka menempati berbagai tipe habitat baik daerah berhutan, sawah, perkebunan, pekarangan, gua, sungai, rawa, danau maupun lautan. Beberapa diantaranya termasuk golongan satwa yang dilindungi undang-indang.
Burung merupakan satwa liar yang tergolong anggota vertebrata yang memiliki ciri-ciri antara lain:
1) Adanya bulu yang menutupi tubuhnya (ciri yang paling unik dan paling khas di antara vertebrata lainnya).
2) Berdarah panas.
3) Berkembang biak dengan bertelur.
4) Memiliki paruh dan berdiri di atas dua buah kaki.
5) Memiliki sayap meskipun beberapa jenis tereduksi hampir-hampir seperti tidak bersayap.
6) Perpindahan tempat cukup beragam ada yang berlari, berjalan, melompat, memanjat, terbang, berenang, dan kombinasi di antara cara-cara tersebut.
Ekosistem perairan dibagi menjadi dua, yaitu perairan air tawar dan perairan air laut. Masing-masing perairan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda. Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran tidak hanya menyediakan ekosistem hutan saja tetapi juga menyediakan ekosistem air tawar. Bila dibandingkan dengan ekosistem daratan dan lautan, luas ekosistem air tawar, seperti sungai dan danau, sangatlah kecil. Tetapi ekosistem yang kecil ini adalah habitat bagi sebagian besar spesies yang ada di bumi.
Ciri-ciri ekosistem air tawar antara lain variasi suhu tidak mencolok, penetrasi cahaya kurang, dan terpengaruh oleh iklim dan cuaca. Organisme yang hidup di air tawar pada umumnya telah beradaptasi untuk daerah basah. Adaptasi organisme air tawar adalah sebagai berikut.Ekosistem yang kami amati yaitu ekosistem air tawar yang terdapat di taman wisata alam tersebut.( Leksono, 2007)
Ekosistem air tawar dibagi menjadi dua, yaitu ekosistem perairan lentik dan ekosistem perairan lotik. Ekosistem perairan lentik adalah ekosistem yang memiliki air yang tidak mengalir misalnya danau dan kolam. Ekosistem lotik adalah ekosistem air tawar yang mengalir, misalnya sungai. Ekosistem air tawar yang kami amati adalah ekosistem perairan lotik.
1.1.2 Ekosistem Lotik
Ekosistem lotik adalah ekosistem perairan yang mengalir, misalnya sungai dan jeram. Sungai adalah suatu badan air yang mengalir ke satu arah. Air sungai dingin dan jernih serta mengandung sedikit sediment dan makanan. Factor pembatas yang paling penting di ekosistem lotik adalah arus air. Arus air ditentukan oleh beberapa hal, yakni kemiringan, volume air, kedalaman sungai, keberadaan penghalang seperti batu-batuan, dan sebagainya. Aliran air dan gelombang secara konstan meningkatkan proses pertukaran udara. Dibandingkan perairan lentik, perairan lotik memiliki kadar oksigen yang lebih tinggi. Suhu air bervariasi sesuai panjang sungai, ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis lintang. Variasi vertical sangat kecil karena tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal daripada danau atau laut.
Perbedaan substansial ekosistem lotik dengan ekosistem lentik terletak pada masukan energi. Sebagian besar energi yang terdapat di ekosistem lotik berasal dari luar. Sungai menerima sejumlah besar serasah dan detritus dari ekosistem daratan. Sumber energi yang berasal dari luar tersebut lebih tinggi dibandingkan yang berasal dari kegiatan fotosintesis secara in situ.
Komunitas yang berada di sungai berbeda dari danau. Air sungai yang mengalir deras tidak mendukung keberadaan komunitas plankton untuk berdiam diri karena akan akan terbawa arus. Sebagai gantinya terjadi fotosintesis dari ganggang yang melekat dan tanaman berakar sehingga dapat mendukung rantai makanan.
Sebagian besar konsumen tingkat satu yang ada di sungai adalah pemakan detritus (detrivor). Komposisi komunitas hewan juga berbeda antara sungai, anak sungai, dan hilir. Organisme sungai dapat bertahan tidak terbawa arus karena mengalami adaptasi evolusioner. Misalnya bertubuh tipis dorsoventral dan dapat melekat pada batu atau kemampuan melawan arus. Beberapa jenis serangga yang hidup di sisi-sisi hilir menghuni habitat kecil yang bebas dari pusaran air.(Leksono, 2007)

2. Perumusan masalah
Permasalahan dari anlisis vegetasi
1. belum mengetahui komposisi,jenis, peranan, penyebaran, dan struktur vegetasi yang diamati.
Permasalahan dari satwa liar :
1 Belum mengetahui data populasi Macaca fascicularis,lutung, kelelawar, rusa dan burung di Taman Wisata Alam Pangandaran.
2. Apakah perubahan pola makan Macaca fascicularis mempengaruhi populasi di Taman Wisata Alam Pangandaran.

Permasalahan ekosistem air tawar :
1. Apakah ekosistem air tawar di pangandaran telah tercemar oleh sampah pengunjung taman wisata.

3. Tujuan
Tujuan dari pengamatan analisis vegetasi
1. Untuk mengetahui komposisi jenis, peranan, penyebaran, dan struktur dari suatu tipe vegetasi yang diamati.
Tujuan dari pengamatan satwa liar:
1 Mendapatkan informasi populasi Macaca fascicularis,kelelawar,lutung, rusa, dan burung di kawasan Taman Wisata Alam Pangandaran.
2. Mendapatkan informasi tentang pengaruh pola pakan Macaca fascicularis di kawasan TWA Pangandaran.
3. Untuk penelitian selanjutnya.

Pengamatan ekosistem air tawar ini dilakukan bertujuan untuk :
1. Mengetahui komponen substrat yang terdapat pada ekosistem air tawar
2. Mengetahui sifat atau karakteristik dari ekosistem air tawar
3 Mengetahui perbedaan besarnya factor intensitas cahaya antara plot satu dengan plot lain

BAB II
Metode Penelitian

2.1.Studi Area
Berdasarkan Schmidt dan ferrguson, TWA Pangandaran dan sekitarnya termasuk tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 3.196mm/tahun, suhu udara rata-rata 25C-30C dengan kelembaban 80-90%. Curah hujan terbanyak antara Oktober-Maret, dan bulan kering pada bulan Juli-September. Secara geografis terletak pada 1080 30-1090 BT dan 700LS.Keadaan tofografi sebagian besar landai dengan beberapa tempat terdapat tonjolan bukit kapur yang terjal. Elevasi antara 0-20m dpl dan didaerah landai antara 2-3m dpl

Gambar 1. Peta Lokasi Pangandaran, Desa pangandaran kecamatan pangandaran, kab.Ciamis.Jawa Barat
2.2 Bahan dan Alat
Analisis Vegetasi:
Alat yang digunakan:
a) Roll Meter
b) klinometer
c) kamera

Satwa liar:
a. macaca fascicularis
1. Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• Note book
• Ballpoint
• Binokuler
• Kamera digital
• Kompas
• Jam digital
b. lutung.
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• Note book
• Ballpoint
• Binokuler
• Kamera digital
• Kompas
• Jam digital
C Kekelawar
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• jaring kabut (mistnet) berukuran 13X15 meter,
• head lamp (senter kepala) atau senter tangan
• ,jangka sorong,
• kantong blachu
• dan bambu atau penyangga.
d. Burung
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• Binokuler
• Kompas
• Note book
• Jam digital
• Kamera
e. rusa
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• note book
• kamera
Ekosistem air tawar
Alat yang digunakan dalam pengamatan tersebut adalah
• Frame (terdiri atas pipa dan benang gujir)
• Hygrometer
• Turbiditymetri
• Lux meter
• Alat tulis

2.3 metode

Analisis vegetasi:
Menggunakan metode kuadran dan metode kuadrat
Satwa liar:
Metode yang dilakukan dalam pengamatan satw liar adalah metode direct count (penghitungan langsung). Sensus atau penghitungan langsung merupakan penghitungan satwa liar dengan cara melihat langsung obyeknya, baik bentu, ukuran, maupun warnanya. Kegiatan penghitungan ini dilakukan dengan berjalan sepanjang wlayah yang akan diamati, baik jumlah maupun jaraknya dengan pengamat. kecuali kelelawar deangan menggunakan metode tidak langsung
Ekosistem air tawar:
Menggunakan metode transek kuadrat. Metode ini merupakan unit pengambilan sample berbentuk segiempat atau berbentuk retangular yang diletakkan secara acak di dalam zona sensus. Zona sensus itu dianggap sebagai papan pengecekan atau cheeker board dan kuadrat yang dicari dapat ditentukan dengan membuat penomoran secara acak

2.4 Cara kerja:
Analisis vegetasi:
1. menentukan suatu daerah pengamatan di lapang dengan transek yaitu garis lurus memotong areal yang akan diamati.
2. ditentukan satu titik 1 yang dibuat dalam transek tersebut dan dibuat garis lurus sepanjang transek.
3. dibuat empat kuadran pada satu titik.
4. dicari pohon terdekat dengan titik pada masing-masing kuadran.
5. Ditulis jenis pohon dan ihitung tinggi pohon dengan menggunakan alat pada pohon pertama dan gunakan metode simulasi pada pohon selanjutnya.. Dan keliling batang pohon yang tegak lurus pada dada orang dewasa.
6. dibuat 10 titik dengan jarak masing-masing titik 10 meter.
7. ditentukan INP dan SDR.

Satwa liar:
Macaca fascicularis,lutung:
a. Dilakukan perhitugan individu setiap melihat kelompok atau individu dari Macaca fascicularis, lutung,dan rusa di kawasan TWAPangandaran.
b. Mencatat tinkah laku yang dilkukan monyet ekor panjang Macaca fascicularis, lutung, dan rusa selama beberapa menit.
c. Mengambil gambar dari objek yang diamati

Kelelawar :
Pada siang hari :
a. Dilakukan pengamatan kelelawar pada goa (lanang, parat, dan sumur mudal)
b. Dihitung jumlah koloni kelelawar
c. Diambil sampel kelelawar dari koloni
d. Diidentifikasi kelelawar yang telah didapat dan dicatat hasil identifikasi.
e. Setelah diidentifikasi, kelaelawar dilepaskan
Pada malam hari
a. Penangkapan kelelawar dilakukan dengan menggunakan jaring kabut (mistnet).
b. Penangkapan kelelawar dilakukan pada sore hari hingga malam hari, sekitar pkl 18.30-22.00 WIB.
c. Dibuat misnet dengan menggunakan bambu dan jaring misnet untuk perangkap kelelawar.
d. Ditunggu beberapa jam sampai kelelawar terperangkap dalam misnet
e. kelelawar yang tertangkap, didentifikasi dan dicatat

Burung:
a. mendeteksi suara burung dengan menelusuri kawasan Hutan Pangandaran.
b. mengidentifikasi suara burung yang terdengar
d. mencatat data burung yang di dapat serta waktu dan lokasi keberadaan burung.

Rusa dan hewan lainnya.
a. berjalan lurus menyusuri jalan setapak di hutan dari jalan pertama masuk hutan, melewati daerah sumur mudal, dan goa –goa yang berada di sana.
b. Dicatat jumlah populasi serta aktivitas harian yang tengah dilakukan oleh satwa tersebut

Ekosistem air tawar

Pengambilan data pengamatan dilaksanakan dengan melakukan pengamatan dilaksanakan dengan melakukan pengamatan selama beberapa jam di awal bulan juni 2008, pada siang hari. Dengan cara berikut
a. Membuat frame 10x10 cm yang terbuat dari pipa dan benang. Frame tersebut dibuat
b. Dengan melubangi setiap pipa berjarak 10 cm yang diberi benang gujir sehingga terbentuk 100 kotak dalam frame.
c. Menentukan daerah pengamatan ekosistem air tawar yang akan diamati dengan jarak 5 m/ plot
d. Setelah ditentukan daerah yang akan diamati, diukur kelembaban, intensitas cahaya, arus, dan kekeruhan
e. Kemudian diamati dan dicatat komponen sbstrat yang terdapat di dalam kotak frame.

2.5 Analisis
Metode kuadrat:
Table 1Densiti (kerapatan) dan frekuensi
No Spesies Densiti (kerapatan) Frekuensi
(%)
1 Sp.1 0.0625 33.3
2 Sp.2 0.125 33.3
3 Sp.3 0.03125 16.6
4 Sp.4 0.03125 16.6
5 Sp.5 6.625 100
6 Sp.6 0.25 50
7 Sp.7 0.875 33.3
8 Sp.8 0.8125 16.6
9 Sp.9 0.09375 16.6
10 Sp.10 0.03125 16.6
11 Sp.11 0.03125 16.6
12 Sp.12 0.0625 33.3
13 Sp.13 0.5625 33.3
14 Sp.14 0.03125 16.6
15 Sp.15 0.0625 16.6
16 Sp.16 0.0625 16.6
17 Sp.17 0.03125 16.6
Rumus kerapatan (density)
k-i = jumlah seluruh tanaman
jumlah seluruh petak contoh
Rumus Frekuensi
f-i = jumlah petak contoh pada spesies ke-i X 100 %
jumlah seluruh petak contoh
Rumus Luas penutupan (cover)
c-i = luas total basal area sp ke-i
luas seluruh petak contoh
table 2 hasil analisis
NO. PLOT ∑ SPESIES
1 1x1 6
2 1x2 1
3 2x2 0
4 2x4 2
5 4x4 6
6 4x8 2
TOTAL 17

 grafik 1 Kurva Spesies Area (KSA)

Luas minimal : 1.7 x 3.2 = 5.44 m2

Table 3. Analisis vegetasi:

titik kuadran spesies Keliling
(m) Diameter
(m) Tinggi
(m) Jarak
(m) Luas
(m2)
I 1 Jati 7 2.23 24 11 3.9
2 Jati 5 1.59 20 10 1.98
3 Jati 1.52 0.48 21 3.5 0.18
4 Jati 1.2 0.38 18 2.5 0.11
II 1 Jati 1.9 0.61 22 7 0.29
2 Sauheun 2.14 0.64 21 6.5 0.32
3 Sauheun 1.7 0.54 21 8.8 0.23
4 Jati 1.4 0.45 21 5.1 0.16
III 1 Jati 2.6 0.83 21 6.5 0.54
2 Jati 1.4 0.45 21 11 0.16
3 Jati 1.32 0.43 17 8 0.15
4 Jati 1.87 0.6 21 13.6 0.28
IV 1 Sauheun 0.93 0.3 16 7.2 0.07
2 Sauheun 1.3 0.41 12 6 0.13
3 Jati 2.09 0.67 20 10.17 0.33
4 Jati 1.27 0.4 18 10.4 0.13
V 1 Jati 0.8 0.25 23 7.9 0.5
2 Jati 0.7 0.13 12 16.8 0.38
3 Jati 1.37 0.44 8 6 0.47
4 Jati 0.85 0.27 11 6.4 1.57
VI 1 Sauheun 4.5 1.37 28 3.17 1.47
2 Sauheun 0.5 0.10 12 6.19 1.06
3 Jati 1.35 0.43 8 15.2 0.15
4 Kimokla 0.8 0.25 22 3.46 0.05
VII 1 Sauheun 3.5 1.11 8 6.8 0.97
2 Jati 0.6 0.19 8.5 3.4 0.03
3 Jati 0.83 0.26 17 2.7 0.05
4 Jati 0.5 0.16 9 3.4 0.02
VIII 1 Sauheun 1.85 0.54 22 3 0.23
2 Jati 2.31 0.74 25 8.5 0.43
3 Kokosan monyet 2.16 0.58 21 12.2 0.26
4 Sauheun 0.58 0.18 9 7 0.03
IX 1 Jati 0.65 0.21 8.8 8.2 0.03
2 Jambu alas 0.5 0.18 15 12 0.03
3 Jati 0.9 0.29 14 13.4 0.07
4 Jati 2.42 0.77 27 2.6 0.47
X 1 Ki hapit 0.7 0.7 5 8.8 0.04
2 Jati 0.94 0.94 12 7.3 0.07
3 Rengas 3.85 3.85 31 12.5 0.64
4 Jambu alas 0.55 0.55 13 9 0.03

Dari hasil data, dapat dilakukan perhitungan:
A. Kerapatan seluruh spesies per 100 m2
K = 100 m 2
(Jarak rata-rata)2
B. Kerapatan relatif
K-i = kerapatan setiap spesies x 100%
Kerapatan relatif seluruh individu
C. Dominansi
D = Kerapatan relatif suatu individu
Rata-rata dominansi jenis
D. Dominansi relatif
D-i = dominansi suatu individu X 100%
Dominansi total
E. Frekuensi
F = jumlah titik yang ditemukan spesies
Jumlah seluruh titik pengukuran
F. Frekuensi relatif
F-i = frekunsi individu suatu spesies X 100%
frekuensi total
G. INP = kerapatan relatif + dominansi relatif + frekuensi relatif
H. SDR= INP
3
I. Indeks Shanoon
H= -  ( n.i log n.i )

Table 4 hasil perhitungan Analisis Vegetasi

No. Spesies Kerapatan relatif (%) Dominansi Dominansi relatif (%) frekuensi Frekuensi relatif (%) INP (%) SDR
1 Jati 62.5 0.4482 69.30 1 47.62 179.42 59.806
2 Sauheun 22.5 0.1623 25.095 0.5 23.81 71.405 23..80167
3 Kimokla 2.5 0.0018 0.278 0.1 4.76 7.538 2.51267
4 Kokosan 2.5 0.0078 1.206 0.1 4.76 8.466 2.822
5 Jambu alas 5 0.00216 0.3339 0.2 9.52 14.8539 4.9513
6 Ki Hapit 2.5 0.00144 0.2226 0.1 4.76 7.4826 2.4942
7 Rengas 2.5 0.02304 3.56 0.1 4.76 10.82 3.6067
Kerapatan seluruh spesies = 100 m2
(jarak rata-rata)
= 100 m2
(8.321 m)2
= 1.44
INDEKS SHANOON = 0.52154
Satwa liar:
Macaca fascicularis dan lutung :
untuk menganalisa ukuran populasi dilakukan perhitungan secara langsung pada saat perjumpaan dengan Macaca fascicularis yaitu:
1. popukasi tiap kelompok
Pi = ∑xi individu
N
Dengan
Pi = populasi pada blok pengamatan
Xi = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan
N = jumlah ulangan pengamatan

2. Rata-rata populasi
∑ / p = ∑ Pj individu
J
Dengan
∑/ Pi = rata-rata populasi pada blok pengamatan
Pj = populasi pada blok pengamatan
J = jumlah blok pengamatan

3. Kerapatan populasi
.. / Pj = Pj individu / ha
Ai
Dengan:
.. / Pj = kerapatan populasi pada blok pengamatan ke j ( idividu per / ha )

Ai = luas areal blok pengamatan ke j ( ha )

Kelelawar :

Data yang telah diperoleh akan dianalisis menggunakan persamaan statistik ekologi, yaitu :
2.6.1. Indeks Keanekaragaman jenis Shanon-Wienner (H’)
Untuk menentukan keanekaragaman jenis kelelawar pada setiap stasiun (lokasi). Rumus :
H’ = -Σ Pi log Pi
Keterangan : H’ = Indeks keanekaragam Shanon-Wienner
Pi = ni/N
ni = Jumlah individu pada jenis ke-i
N = jumlah total individu
Kiasaran nilai indeks keragaman (H’) (Odum, 1971) adalah sebagai berikut :
Nilai H’ > 3 keanekaragam tinggi
Nilai H’ 1< H’ < 3 kenekaragaman sedang Nilai H’ < 1 keanekaragam rendah Tabel 5.Persentase jumlah kelelawar pada seluruh stasiun (lokasi) per koloni No Waktu pengamatan jenis Jumlah koloni lokasi Persentase Ket 1 14.45 WIB - - Goa Sumur Mudal 0 Tidak ditemukan 2 15.33 WIB Kelelawar(macrochiropteraµchiroptera) 19 koloni Goa Lanang 79.167 % Bagian tengah goa 3 10.57 WIB Kelelawar 5 Koloni Goa Panggung 20.833 % 4 11.15 WIB - - Goa Parat - Tidak ditemukan Tabel 6. Persentase jumlah kelelawar pada stasiun 1 dan 6 (peri ndividu) No Waktu Pengamatan Jenis Jumlah Lokasi Persentase Ket 1 - Hipposiderus sp. 1 Disamping Wisma Cirengganis arah Selatan 33.33 % 2 - Dyacopterus spadiceus 1 Disamping Wisma Cirengganis arah Selatan 33.33 % 3 - Dyncopterus sp. 1 Disamping Wisma Cirengganis arah Selatan 33.33 % 4 21.00 WIB Macroglossus rosobrinus 2 Dibelakang wisma Cirengganis arah Barat 66.67 % 5 22.00 WIB - 1 Dibelakang wisma Cirengganis arah Barat 33.33 % Belum diketahui jenisnya Perhitungan Indeks Keanekaragaman Jenis (H”) kelelawar: a.Tabel 7 Dihitung perkoloni No Lokasi Jumlah koloni yang didapat (ni) ni/N (ni/N)2 Diversitas 1 Goa sumur mudal 0 0 0 0 2 Goa Lanang 19 0.7916 0.6266 -0.127 3 Goa Panggung 5 0.2083 0.0433 -0.059 4 Goa Parat 0 0 0 0 Jumlah N = 24 ∑= 0.9999 ∑= 0.6699 ∑= -0.186 Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar adalah : H” = -∑ ni/N log ni/N = - (-0.186) = 0.186 a. Tabel 8 dihitung per individu (pada staisun 1) No Jenis Jumlah individu ni/N (ni/N)2 Diversitas 1 Hipposiderus sp. 1 0.333 0.11 -0.105 2 Dyacopterus Spadiceus 1 0.333 0.11 -0.105 3 Dyncopterus sp. 1 0.333 0.11 -0.105 Jumlah N= 3 ∑= 0.999 ∑= 0.33 ∑= -0.315 Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar pada staisun 1 adalah : H” = -∑ ni/N log ni/N = - (-0.315) = 0.315 b. Tabel 9 dihitung per individu (pada staisun 6) No Jenis Jumlah individu ni/N (ni/N)2 Diversitas 1 Macroglossus sobrinus 2 0.666 0.443 -0.156 2 Sp.1 1 0.333 0.11 -0.105 jumlah N= 2 0.999 0.553 -0.261 Jadi, nilai Indeks keanekaragaman Jenis kelelawar pada staisun 6 adalah : H” = -∑ ni/N log ni/N = - (-0.261) = 0.261 tabel 10 Hasil Pengamatan Burung : No. Spesies burung Deteksi Arah Keterangan Waktu 1 Burung suara 1 06.35 2 Rangkong suara 1 06.37 3 Gagak suara 1 06.40 4 Gagak suara Timur 06.45 5 Kangkareng suara Selatan 06.42 6 Gagak suara Timur 06.44 7 Burung suara Selatan 06.48 8 Cipoh suara Barat 06.51 9 Burung suara Selatan 06.55 10 Sri gunting suara Selatan 06.58 11 Tor-tor suara Utara 07.01 12 Burung suara Timur 07.02 13 Cucak visual 07.31 14 Walet visual 4 07.39 15 Layang-layang visual Barat 3 07.42 16 Walet visual 1 07.44 17 Kangkareng visual 18 Megalema javanicum suara timur 07.45 19 Walet visual 1 07.50 20 Ortotomus visual timur 1 08.34 Tabel 11 Indeks kelimpahan dan keragaman Speies burung Indeks kelimpahan Indeks keragaman Burung 0,037 0,052 Rangkong 0,037 0,052 Gagak 0,148 0,122 Kangkareng 0,111 0,105 Burung 0,037 0.052 Cipoh 0,037 0.052 Burung 0,037 0.052 Sri gunting 0,037 0.052 Tor-tor 0,037 0.052 Burung 0,037 0.052 Cucak 0,037 0.052 Walet 0,333 0,159 Layang-layang 0,111 0,105 Megalema javanicum Ortotomus 0,037 0,052 Tabel 12 Rusa dan hewan lain: Analisis Data no spesies deteksi Waktu jumlah Populasi tiap kelompok Rata-rata populasi 1. rusa Visual visual 6. 48 16.45 1 3 0.5 1.5 0.25 0.75 2 kadal Visual 7.27 1 1 1 3 bajing Visual Visual 7.28 17.04 1 1 0.5 0.5 0.25 0.25 4 Kancil Visual 8.55 1 01 1 5 landak Visual Visual 14.26 11.05 2 1 1 1 0.25 1 6 Tupai Visual 15.20 1 1 1 7 Anjing liar Visual 17.58 3 3 3 Populasi tiap kelompok ( Pj ) ( Pj ) = ∑ Xi individu n dengan: Pj = populasi pada blok pengamatan ke j (individu) X¬¬i = jumlah individu yang dijumpai pada pengamatan ke j (individu) N = jumlah ulangan pengamatan Rata-rata populasi . . = ∑ Pj individu Pj j Dengan: . . = rata-rata populasi pada blok pengamatan ke j (individu) Pj Ket: Pj = populasi pada blok pengamatan ke j (individu) J = jumlah blok pengamatan Ekosistem air tawar : Data komponen substrat yang didapat akan dianalisis secara deskriptif untuk mendapatkan sifat karakteristik dari ekosistem air tawar yang diamati. BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Analisis vegetasi. Hutan merupakan komponen terpenting bagi kehidupan satwa liar. Oleh karenanya kondisi masyarakat tumbuhan di dalam hutan baik komposisi jenis tumbuhan, dominansi spesies, kerapatan, maupun keadaan penutupan tajuknya perlu diukur.(Alikodra,1989) Hasil dari metode kuadrat menunjukan psesies yang memiliki kerapatan dan frekuensi tertinggi adalah spesies 5. Spesies 5 merupakan tumbuhan herba dengan ketinggian kira-kira 15-35 cm, daun berbentuk hati dan termasuk jenis tumbuhan dikotil. Kerapatan tumbuhan ini mencapai 6.625 artinya tumbuhan ini memiliki nilai kerapatan yang tinggi. Nilai kerapakan dapat menggambarkan bahwa jenis dengan nilai kerapatan tinggi memiliki pola penyesuaian yang besar. Kerapatan ditaksir dengan menghitung jumlah individu setiap jenis dalam kuadrat yang luasnya ditentukan ( Fachrul,2007). Sedangkan frekuensi tumbuhan ini adalah 100% artinya tumbuhan ini terdapat dalam semua plot yang di buat. Tumbuhan spesies 5 belum dapat dikatakan memiliki dominansi terhadap jenis tumbuhan lainnya, maka perlu diketahui indeks nilai penting. Indeks penting di hitung dari Frekuensi relatif, kerapatan relatif, dominansi relatif. Dominansi relatif tinggi apabila memiliki luas penutupan yang tinggi. Namun pada penelitian ini hanya ditekankan pada keanekaragaman spesies di suatu vegetasi,sehingga tidak dilakukan pengukuran terhadap luas penutupan. Dari grafik di dapatkan hasil bahwa luas minimum pada tempat vegetasi itu adalah 5.44 m 2 . luas minimum menunjukan luas yang bisa digunakan untuk menemukan habitus spesies yang sama dengan luas kuadrat yang telah di buat, yaitu 32 cm2. luas minimum ini merupakan perkalian dari jumlah minimum dan luas kuadrat minimum yaitu 1.7 dan 3.2. Dari hasil analisis pada vegetasi di Taman Wisata pangandaran menunjukan bahwa jati adalah tanaman yang mendominasi pada vegetasi tersebut. Hal ini ditunjukan dengan nilai INP tertinggi yaitu 179.42 %. INP adalah indeks kepentingan yang menggambarkan pentingnya peranan suatu jenis vegetasi dalam ekosistem. Apabila INP bernilai tinggi, maka jenis itu dapat mempengaruhi kestabilan ekosistem tersebut. INP ini berguna untuk menentukan dominansi jenis tumbuhan terhadap jenis tumbuhan lainnya,karena dalam suatu komunitas yang bersifat heterogen data parameter vegetasi sendiri-sendiri dari nilai frekuensi, kerapatan dan domonansinya tidak dapat menggambarkan secara menyeluruh, maka untuk menentukan nilai pentingnya yang mempunyai kaitan dengan struktur komunitasnya dapat diketahui dalam indeks nilai pentingny. Yaitu seluruh indeks yang dihitung berdasarkan jumlah seluruh nilai frekuensi relatif (FR), kerapatan relatif (KR) dan dominansi relatif(DR). (Fachrul, 2007) Nilai perhitungan yang didapatkan pada indeks shanoon adalah 0.52154. Menurut Odum, nilai shanoon yang kurang dari dari 1 menunjukan keragaman rendah, sehingga dapat dikatakan pada kuadrat tersebut memiliki keragaman tumbuhan yang rendah. Namun hal ini tidak dapat dijadikan kesimpulan vegetasi pada hutan tersebut memiliki keragaman yang rendah, karena pada metode kuadran ini hanya diambil pada satu tempat, selain itu juga tidak dibuat plot. Sehingga tidak dapat menggambarkan keragaman dari hutan tersebut. 2. Satwa Liar MONYET EKOR PANJANG ( MACACA FASCICULARIS ) Hasil pengamatan yang dilakuka selam tiga hari di kawasan Taman Wisata Pangandaran yaitu di dapatkan 47 individu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis ) dengan poulasi tiap kelompok 16 idividu dengan rata-rata populasi 6 individu dan dengan kerapatan populasi 0,265 A.1 Morfologi dan taksonomi primata adalah mamalia yang memilki mata yang menghadap kedepan ( binokuler ) dan lima jari yang diakhiri dengan kuku serta ibu jari yang terpisah dari jari lainya, sehingga dapat memgang benda dengan sempurna. Salah satu jenisnya adalah Macaca fascicularis yang tergolong dalm silsilah primata monyet baru. ( Devore & Elmer , 1976 ). Macaca fascicularis adalah monyet kecil yang berwarna cokelat dengan bagian perut berwarna lebih mudah dan disertai rambut keputihan yang jelas pada bagian muka. Dalam perkembangaya rambut keputihan yang jelas pada bagian muka, dalam perkembanganya rambut yang tumbuh pada muka tersebut berbeda-beda antara satu individu dan individu lainya. Perbedaan ini merupakan indikator membantu mengenali jenis kelaminya dan kelas umurnya. ( Alarich & Black, 1976 ) seperti halnya yang diketemuka di Taman Wiasata Alam Pangandaran Jawa Barat. Taksonomi Macaca fascicularis Kingdom : Animalia Philum : Chordata Sub Philum Vertebrata Class : Mamalia Ordo : Primata ( Linnaeus,1958 ) Sub ordo : Anthropoideae Famili : Cercopithecoide Sub Famili : Cercopithecinae Genus : Macaca Spesies :Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 ) Gbr.01 Macaca fascicularis ( Rafles, 1821 ) Monyet ekor panjang memilki kantung pipih yang berkembang sebagai ciri dari Sub filum Cercopitheciae ( hapier & Napier, 1985 ) monyet ekor panjang jantan memilki kumis dan betina berjenggot. Monyet ekor panjang muda seringkali mempunyai jambul yang tinggi, sedangkan monyet yang tua bercambang lebih lebat mengelilingi muka. Ciri utama anatomi Macaca fascicularis adalah kantung pipih untuk menyimpan makanan sementara. Habitat Habitat berperan penting untuk mendukung kehidupan satwa liar. Habitat mempengaruhi populasi. Habitat adalah komunitas biotik untuk serangkaian komunitas-komunitas biotik yang ditempati oleh hewan atau populasi kehidupan. Habitat yang lengkap terdiri dari berbagai jenis makanan, perlindungan, dan bertahan hidup dan secara melangsungkan reproduksinya secara berhasil ( Bailey, 1984 ). Habitat yang mempunyai kualitas tinggi nilainya diharapkan pula akan menghasilkan kondisi populasi satwa yang rapuh ( Alikodra, 1993 ). Populasi sebagai kelompok organisme yang terdiri dari individu-individu satu spesies yang mampu mengahasilkan keturunan yang sama dengan tetuanya, sedangkan kepadatan populasi adalah besaran populasi dalam suatu unit luas atau volume nilai kependudukan diperlukan untuk menunjuka kondisi daya dukung habitatnya. ( alikodra, 1990 ) Pengelompokan populasi yang paling sederhana adalah pengelompokan ke dalam kelas umur bayi ( New born ), anak ( Jouvenil ), muda atau remaja ( sub adult ), dan dewasa ( adult ). Parameter populasi adalah struktur populasi yang terdiri dari seks rasio, distribusi kelas, umur, tingkat kepadatan, dan kondisi fisik ( Van livavieren, 1982 ). Pertumbuhan populasi pada awalnya rendah kemudian mencapai maksimal, selanjutnya menurun sampai akhirnya mencapai nol pada kondisi jumlah individu sama dengan daya dukung lingkunganya. ( Krebs, 1972 ) Setiap populasi memilki karakteristik kelompok yang beragam secar umum, karakteristik kelompok ini dapat dibedakan kedalam tipe umum: Karakteristik populasi yang paling mendasar adalah ukuran kepadatan, empat parameter yang mempengaruhi kepadatan adalah natalis, mortalitas, emigrasi, dan imigrasi. Karakter sekunder yaitu: sebaran umur, komposisi genetic, dan pola sebaran. Karakteristikyang secara individual. ( krebs, 1972 ). Menurut Napier, 1970 Macaca fascicularis merupakan genus yang dapat beradaptasi dengan lingkungan bermacam-macam pada daerah iklim yang berbeda. Sperti yang ditmukan di TWA Pangandaran habitat Macaca fascicularis dapat beradaptasi denga lingkungan yang sudah banyak dicampri oleh manusia sperti turis dan nelayan yang selalu datang dan mencari ikan di kawasan tersebut. Macaca fascicularis di kawasan Asia tenggara habitat klasiknya adalah hutan rawa mangruve, tetapi juga mereka ditemukan di huta primer dan sekunder sampai ketinggian 2000 m dihutan tebangan di daerah pertanian atau perkebunan atau perladangan di daerah pertanian mereka sering merusak ladang pertanian yang amat merugikan para petani. Macaca fascicularis mampu beradaptasi dengan terhadap manusia dari kelompk-kelompok besar berada di pinggir jalan menghampiripara pengunjung yang membawa makanan yang kadang diberi Macaca fascicularis dengan spontan pengunjung yang akan memberi makanan akan dihampiri dengan tangan, akan tetapi tidak langsung dimakan melainkan dibawa ketempat menjauhi pengunjung yang memberi makan itu. Adanya hubungan antar individu hewan baik dalam jenis yang sama maupun berbeda telah membentuk suatu pola tingkah laku yang sangat penting yaitu dikenal dengan dengan home range dan teritorial. Home range merupakan daerah tempat tinggal suatu hewan yang tidak dipertahankan oleh hewan tersebut terhadap masuknya hewan sejenis yang sama, namun apabila daerah tempat tinggal tersebut mulai dijaga dipertahankan terhadap masuknya jenis-jenis yang sama , maka tempat tinggal tersebut menjadi daerah teritorinya. ( Suratmo, 1979 ) Macaca fascicularis Teroterial yang merupakan salah satu kunci kekeluargaan pertahanan dari daerah teritori ini adalah penting, karena ini berkaitan dengan bagi semua kelompok dalam teritori juga terdapat temat tidur. Luas teritori erat kaitanya dengan tingkah laku makan ( Chivers, 1972 ) yang dibuktikan dengan penelitian Bismark ( 1990 ) yang menyatakan bahwa territorial kera pemakan daun lebih kecil daerah teritorinya dibnadingkan dengan daerah teritori pemakan buah,. Hal ini disebabkan karena pesediaan daun-daunan lebih banyak dibandigkan persediaan buah. Menurut wilson, 1980. Macaca fascicularis lebih banyak menyakai sekunder; seperti tepi danau, sungai atau sepanjang pantaiseperti yag ada di Taman Wisata alam Pangandaran. Jenis dari primat ini merupakan satu-satunya jenis primate yang dapat hidup bersama-sama lutung pantai Presbytis auratus yang di diamai pada habitat tersebut. Populasi Monyet ekor panjang merupakan salah satu jenis dari satwa primate yang memliki territorial, sehingga setap kelompok ini akan mempertahankan wilayahnya dari invansi kelompok lan. Pola pakan Berdasarkan susunan makanan, Macaca fascicularis termasuk Frugtivor ( Rijhsen, 1978 ). Disamping itu berbagai jenis buah-buahan sebagai makanan utamanya Macaca fascicularis juga mengkosumsi tipe-tipe makanan lainya. Menurut Kurllan, 1973; Macaca fascicularis mempunyai kebiasaan makan yang selektif memilih makan buah dan daun dari pohon fikus, dillenia dan lain sebagainya dan juga aneka jenis pohon lainya. Mereka juga memakan bunga, orthoptera, dan beberpa larva serangga yang besar. Mckinnon dan Mckinnon (1980) menjelaskan bahwa Macaca fascicularis adalah jenis primate yang oportunis yang dapat menyesuaikan dari tingkat organ seleksi yang tinggi, mengabaikan beberapa sumber daya makanan yang lain. Suatu hari mereka dapat memakan hanya satu tipe bunga pada hari lain memakan satu jenis buah dan pada waktu yang lain juga seperti yang Macaca fascicularis yang ditemukan di kawasan TWA Pangandaran Ciamis mereka memakan jenis makanan yang diberikan oeh pengunjung.makanan yang mereka makan dengan syarat makanan yang mereka sukai atau memenuhi criteria sebagai makanan yang mudah dicerna oleh tubuhnya. Pernah Macaca fascicularis ini mengambil botol aqua yang berisi gipsum akan tetapi karena gypsum itu bukan makannanya monyet tersebut membuangnya. mereka menyebar kohesi dan koordinasi kelompok berubah ubah dengan anggotanya terpusat pada suatu daerah sumber daya makanan yang besar tersebar ke sumber daya makanan yang lebih kecil sewaktu kondisi tersebut berubah. Kelompok monyet ini mengalihkan perhatianya pada makanan apa saja yang paling mudah didapati atau paling tersedia. Gbr.02 Gbr 03 Gambar diatas memperlihatkan Monyet ekor panjang ( Macaca fascicularis ) feeding & drinking sisa pengunjung di TWA Pangandaran. Kerapatan Berdasarkan distribusi, aktivitas dalam ruang Macaca fascicularis merupakanjenis primata arboreal ( Aldhrick-Black, 1990 ) . vegetasi sebagai komponen habitat sebagai sumber makanan juga difungsikan juga sebagai pelindung. Menurut Wilson (1975 ) territorial Macaca fascicularis yaitu 50-100 Ha/ kelompok, sedangkan menurut Kurland( 1973 ) perkiraan home range kelompok monyet Macaca fascicularis banyaknya jumlah individu dalam satu kelompo sekitar 18-19 ekor. Luas territorial ini erat kaitanya dengan yingkah laku. Menurut Kindlad, 1973 kelompok Macaca fascicularis biasanya menggunakan pohon yang kurang berdaun ( leafless true ) sebagai tempat hidupnya, Muchtar ( 1982 ) kehidupan monyet dalam beristirahat biasanya menggunakan cabang-cabang atau batang poho yang posisinya lebih condong atau rebah. Perpindahan merupakan salah satu pencarian tempat baru untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, seperti pakan dan tepat berlindung. Lutung Kelompok lutung yang ditemukan diperkirakan berjumlah + 15 individu, terdiri dari king alfa, king beta, betina dewasa, pradewasa jantan dan betina, remaja jantan dan betina serta anak-anak jantan/ betina. Berwarna hitam, berekor panjang, tubuh ditutupi rambut (kecuali muka, dan telapak), pada lutung yang masih anak-anak rambut yang menutupi tubuh berwarna oranye yang seiring dengan pertumbuhannya akan menjadi lebih gelap. Pada pengamatan yang dilakukan untuk melihat pola aktivitas lutung yang merupakan satwa diurnal (aktif pada siang hari), dilakukan pendekatan atau metode secara langsung (direct methode) berdasarkan pengamatan saat di lapangan. Lutung yang ditemukan berada di atas pohon tidurnya (bangun tidur) sekitar pukul 06.00. Pada siang hari, saat dilakukan penyisiran hutan Taman Wisata Alam (TWA) Pangandaran, ditemukan sekelompok lutung sedang beraktivitas di atas pohon sekitar pukul 15.00 – 16.00 dimana diperkirakan pohon tersebut merupakan daerah teritorialnya sedang bergelayutan dan melompat dari pohon satu ke pohon lainnya. Secara umum, aktifitas yang dilakukan lutung antara lain : 1. Aktivitas makan (feeding), aktivitas yang dimulai ketika menemukan makanan sampai berhenti makan. 2. Aktivitas bergerak (locomotion), pergerakan dari satu tempat ke tempat lainnya, dari satu pohon ke pohon lainnya. 3. Istirahat (immobile), aktivitas diam, meliputi duduk, berdiri, dan tidur. 4. Grooming, aktivitas mencari kutu atau kotoran di tubuh sendiri atau pada individu lain. 5. Aktivitas main (playing), aktivitas bermain, meliputi waktu dan lokasi permainan. 6. Lain-lain, seperti bersembunyi dan aktivitas lain yang belum teridentifikasi. Mengenai pakan lutung sendiri, tidak terlihat aktivitas tersebut maupun ditemukannya feses yang menandakan pakan jenis pakannya. Tetapi, berdasarkan literature, pakan lutung berupa dedaunan, buah-buahan, dan kuncup bunga. Bahan makanan yang cenderung keras ini bisa dicerna, karena lutung memiliki empat kamar pada lambungnya. Klasifikasi ilmiah Kerajaan: Animalia Filum: Chordata Kelas: Mamalia Ordo: Primates Famili: Cercopithecidae Genus: Trachypithecus Reichenbach, 1862 Keanekaragaman jenis kelelawar dihutan Pangandaran pada tabel 1. dapat dilihat bahwa jumlah kelelawar yang paling banyak adalah jenis Macroglossus sobrinus dengan persentase 66.67 %, sedangkan yang paling rendah dengan persentase 33.33 % yaitu jenis Hipposiderus sp., Dyacopterus spadiceus, dan Dyncopterus sp.sedangkan persentase jumlah koloni yang terbesar ditemukan distasiun 3 yaitu goa Lanang dengan persentase 79.167 % dan yang paling sedikit ditemukan adalah pada stasiun 1,,4,6 yaitu dengan persentase 33.33%,20.833%, dan 33.33%.pada stasiun 2 dan 5 tidak ditemukan sama sekali jenis kelelawar. Hal ini dikarenakan lokasi pengamatan dilakukan di goa bagian depan dan belakang yang berkemungkinan terkena cahaya matahari. Menurut Griffin (1970) dalam Wijayanti (2001) bahwa kelelawar dalam mencari makanan mempunyai kemampuan terbang dari tempat bertengger sejauh 60 km. Dari kemampuan terbang yang dimiliki oleh kelelawar ini membuat kelelawar mendapat makanan jauh dari tempat bertenggernya.pada saat penangkapan kelelawar dilakukan pada akhir Mei 2008, ketika tanaman tidak banyak yang sedang berbunga ataupun berbuah sehingga membuat potensi ketersediaan makanan pada saat itu rendah sehingga kelelawar yang didapat juga sangatlah rendah. Berdasarkan ahasil perhitungan dari indeks keanekaragaman jenis Shannon-Wienner (1963), bahwa jenis keanekaragaman kelelawar di hutan Pananjung Pangandaran rendah. Hal ini dapat dilihat pada tabel 3,4 dan 5 dimana indeks keanekaragaman jenisnya bernilai antara 0.186-0.315. Menurut Odum (1971) disebutkan kisaran nilai Indeks Keanekaragaman (H”) suatu jenis adalah sebagai berikut: Nilai H’ > 3 Keanekaragaman tinggi
Nilai H’ < H’ < 3 Keanekaragaman sedang
Nilai H’ < 1 Keanekaragaman rendah
Jadi, ditekankan lagi bahwa indeks keanekaragaman jenis kelelawar dihutan panjung Pangandaran rendah karena bernilai H’ < 1. akan tetapi jika dilihat dari kategori masing-masing lokasi, didapatkan bahwa pada stasiun 6 memiliki indeks keanekaragaman yang tinggi bila dibandingkan dengan lokasi-lokasi yang lainnya. Keanekaragaman jenis cenderung akan rendah pada ekosistem yang secara fisik sangat dikendalikan dancenderung tinggi pada ekosistem yang di atur oleh sistem biologi.
Rusa
Burung
Ekosistem air tawar
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap ekosistem air tawar, pasir sebagai salah satu komponen dalam air tawar terdapat dalam jumlah terbesar. Selain pasir, terdapat pula serasah, batu, bambu, sampah plastik, dan ikan. Air pada ekosistem air tawar yang kami amati mempunyai sifat-sifat antara lain yaitu : kelembaban, kecepatan arus, dan kekeruhan. Selain itu faktor abiotik yang terpenting yaitu intensitas cahaya yang sangat perlu diketahui,karena intensitas cahaya mempengaruhi suhu sehingga intensitas cahaya dapat menentukan jenis makhluk hidup yang terdapat dalam ekosistem air tawar tersebut. Ekosistem air tawar yang diamati merupakan sungai.
Reynolds (dalam Iskandar, 2003)dalam Suwangsa, 2006 menjelaskan bahwa suhu merupakan faktor penting di dalam perairan dan dipengaruhi oleh jumlah cahaya matahari yang jatuh ke permukaan air. Suhu juga merupakan salah satu faktor penunjang produktivitas fitoplangkton, karena mempengaruhi laju fotosintesis dan kecepatan pertumbuhan. Selain itu juga suhu berpengaruh terhadap laju dekomposisi dan konversi bahan organik menjadi bahan anorganik.
Suhu air bervariasi sesuai panjang sungai,ketinggian, ada tidaknya peneduh dan garis intensitas. Variasi vertikal sangat kecil karena tingkat kedalaman sungai yang lebih dangkal daripada atau laut (Leksono, 2007)
Kecepatan arus pada ekosistem air tawar yang kami amati sebesar 0. Artinya ekosistem tersebut dalam keadaan tidak mengalir padahal dari bentuk fisik ekosistem tersebut, seharusnya ekosistem air tersebut dalam keadaan mengalir. Sehingga jika kecepatan arus sebesar 0, maka hal tersebut disebabkan karena adanya faktor lingkungan berupa cahaya matahari. Pada saat pengamatan, sedang terjadi musim kemarau sehingga air tidak mengalir karena tidak ada penambahan air dan terjadi hilangnya air melalui pemanasan(penguapan) akibat musim kemarau.
Kekeruhan pada tiap plot berbeda. Kekeruhan terbesar terdapat pada plot kedua, hal ini mungkin disebabkan komponen pasir pada plot tersebut dalam jumlah terbasar diantara plot-plot lain. Kemungkinan lain dapat juga disebabkan karena adanya gerakan dari pengamat yang menyebabkan pasir yang mengendap bergerak keatas sehingga ketika diambil sampel air untuk diukur kekeruhannya, pasir tersebut ikut terambil.
BAB IV
Kesimpulan dan Saran

Daftar pustaka
Alikokodra, Hadi S. 1989. Pengolahan Satwa Liar.Bogor: Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan
Eimerl, sarel & Devor, irvan, 1978.Primata. Jakarta. Pusaka Alam
Fachrul, Melati Ferianita. 2007. Metode Sampling Bioekologi. Jakarta : Bumi Aksara
Indriyanto. 2006. Ekologi Hutan. Jakarta. PT. Bumi Aksara
Kuntasih, harini,1992. Habitat Satwa Liar. Bogor IPBpress
Leksono, Amin Setyo. 2007. Ekologi : Pendekatan Secara Deskriptif dan Kuantitatif. Malang
Baumedia Publishing.
Nurhikmawati. 2007. Teknik Pengawetan dan Identifikasi Kelelawar Pemakan Buah ( Chiroptera : Pteropodidae) Sulawesi Selatan. Di Museum Zoologi Bagian Puslit Biologi – LIPI Laporan Praktek Kerja Lapangan (PKL). UIN Syarif Hidayatullah : Jakarta.
Nurhikmawati. 2008. Studi Keanekaragaman Jenis Kelelawar (ordo : Chiroptera ) Dikawasan Hutan Konservasi Alam Bodogol Taman Nasional Gg.Gede Pangrango. Jawa Barat. Skripsi S1. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta.
Suwangsa, Irpan Hilmi. 2006. Keanekaragaman Plankton di Perairan Danau Beratan Bali. Skripsi S1. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Suyanto, A. 2001. Kelelawar di Indonesia. Puslit Biologi- LIPI. Bogor.
Wijayanti, F. 2001. Komunitas Fauna Gua PAtruk dan Guan Jati Jajar Kabupaten Kebumen Jawa Tengah. Tesis S2. UI Depok.

Tidak ada komentar: