Bank jaringan adalah suatu organisasi/usaha amal, yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, menyediakan, mengawetkan, menyimpan, mensterilkan serta mendistribusikan jaringan biologi guna keperluan klinik. Jaringan biologi tersebut berasal dari jaringan yang didermakan oleh donor yang bebas dari berbagai kuman dan virus seperti HIV, Hepatitis B/C, Tuberculoses/TBC, Syphilis, dll., dan diproses sebagai bahan biomaterial alami dan disterilkan dengan radiasi sinar gamma / partikel elektron, sehingga dapat digunakan dengan aman. Jaringan biologi ini bisa tahan pada kondisi penyimpanan suhu dingin/kamar selama beberapa tahun. Dinamakan Bank jaringan karena jaringan selalu tersedia kalau diperlukan. Bank jaringan bertanggung jawab atas keamanan jaringan tersebut sampai kepada pemakai.
Kegunaan Bank Jaringan
1. Menyediakan jaringan pengganti yang selalu tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan pasien terutama dibidang bedah tulang (ortopedi), bedah mulut, bedah rekonstruksi, bedah mata dan bedah plastik
2. Meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup manusia
3. Mengurangi morbiditas akibat pemakaian jaringan sendiri (autograft)
4. Menghindarkan pasien dari ketidaknormalan struktur tubuh akibat kelainan bawaan atau akibat pengambilan jaringan autograft untuk pengganti jaringan dibagian tubuh lainnya
5. Menurunkan waktu perawatan sehingga dapat menurunkan biaya rumah sakit
Kemudahan Yang Diberikan Bank Jaringan adalah Pemanenan, pemrosesan, penyimpanan dan pendistribusian jaringan dapat dilakukan sewaktu-waktu, dan Dengan peralatan yang tersedia di Bank Jaringan, jaringan biologi tersebut dapat disimpan dalam keadaan beku atau telah diproses selama beberapa tahun
Cara Mengawetkan Jaringan Biologi: Proses Liofilisasi atau disebut juga proses pengeringan sublimasi yaitu suatu proses pengeringan pada suhu beku (-100C sampai -400C), sehingga jaringan yang dikeringkan tidak mengalami perubahan struktur baik kimia atau fisika dan Pembekuan pada suhu -800C hingga -1400C , dilakukan untuk mengawetkan jaringan segar
Sumber jaringan didapatkan dari donor yang masih hidup dan dapat juga diambil dari jaringan donor yang telah meninggal dengan ketentuan syarat dan proteksi (perlindungan) terhadap pendonor.
Di Indonesia pemakaian jaringan untuk implantasi diijinkan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 1981 Tentang Bedah Mayat klinis dan Bedah Mayat Anatomis Serta Transplantasi Alat atau Jaringan Tubuh Manusia.
PENGERTIAN BANK JARINGAN
Bank jaringan adalah merupakan suatu organisasi badan amal yang bertujuan untuk mengumpulkan, memproses, menyediakan, mengawetkan, menyimpan, mensterilkan serta mendistribusikan jaringan biologi guna keperluan klinik. (1,4,5)
Kegunaan dari Bank Jaringan :
§ Menyediakan jaringan pengganti yang selalu tersedia dalam jumlah yang cukup untuk kebutuhan pasien terutama dibidang bedah tulang, bedah mulut, bedah rekonstruksi, bedah mata dan bedah plastik
§ Meningkatkan kualitas kesehatan dan kualitas hidup manusia
§ Mengurangi morbiditas akibat pemakaian jaringan sendiri (autograft)
§ Menghindarkan pasien dari ketidaknormalan struktur tubuh akibat kelainan bawaan atau pengambilan jaringan autograft untuk pengganti jaringan dibagian tubuh lainnya
§ Menurunkan waktu perawatan sehingga dapat menurunkan biaya Rumah Sakit
JARINGAN MANUSIA
Jaringan manusia adalah merupakan kumpulan fungsional dari sel – sel tubuh. Jaringan yang diambil harus bebas dari kuman dan virus seperti HIV, Hepatitis B/C, TBC, Syphilis, dll. Diproses sebagai bahan biomaterial alami dan disterilkan dengan menggunakan radiasi sinar gamma/partikel elektron sehingga dapat digunakan dengan aman. Jaringan ini bisa tahan pada kondisi penyimpanan suhu dingin/kamar selama beberapa tahun.
Yang merupakan jaringan manusia adalah :
§ Tulang
§ Kulit, kuku, rambut
§ Katup jantung
§ Kornea
§ Tendon
§ Arteri dan Vena
§ Duramater
§ Jaringan Fetus (amnion)
Kegunaan dari jaringan yang diambil :
§ Diagnostik
Biasanya digunakan untuk mengetahui suatu jaringan itu bersifat ganas atau tidak
§ Forensik
Untuk mengetahuai penyebab kematian, seperti pada bidang toksikologi forensik yang menentukan adanya keracunan pada tubuh manusia
§ Terapi
Pada transplantasi yang dilakukan : contohnya pada operasi orthopedi yang menggunakan fragmen-fragmen tulang, pada skin graft yang digunakan pada korban luka bakar, atau sebagai pengganti jaringan nekrotik pada penderita diabetes.
§ Penelitian
Sebagai dasar penelitian epidemiologi dan klinik contohnya mencari hubungan antara suatu penyakit dengan penyebabnya
§ Produksi bahan – bahan non-medis
Produksi kosmetik, tetapi hal ini sudah dilarang penggunaanya oleh karena dapat menyebabkan penularan penyakit.
SUMBER DAN PENGAMBILAN JARINGAN
Pengambilan jaringan tubuh manusia memerlukan informasi dan keterangan tanpa paksaan kecuali pada proses pengambilan jaringan yang diminta oleh hakim pada kasus yuridisial atau kasus kriminal. Pemberian keterangan pengambilan jaringan harus sesuai dengan prosedur dengan membentuk inform consent (surat persetujuan baik lisan ataupun tulisan, disaksikan oleh saksi ataupun tidak).
Sumber yang paling sering diambil adalah jaringan tubuh pada proses diagnosis atau terapi, dapat berupa jaringan yang berlebihan diambil pada proses pembedahan (Residu Operasi).
Jaringan biasanya diambil melalui institusi kesehatan atau laboratorium analisa kedokteran.
Sumber Jaringan berasal dari :
1. Donor yang masih hidup
Pada donor yang masih hidup dan sehat jaringan yang dapat diambil berupa kulit, kuku, rambut dan sebagainya. Dan pengambilan jaringan pada pendonor harus diberikan informasi yang lengap terlebih dahulu, antara lain :
* Perencanaan pengambilan organ
* Berapa lama jaringan dapat disimpan
* Mengetahui kegunaan jaringan yang akan diambil
2. Donor yang telah meninggal
Pengambilan pada donor yang telah meninggal dunia biasanya atas persetujuan hakim pada kasus yuridiksional. Pengambilan jaringan harus dilakukan oleh seorang dokter dengan meminta persetujuan terlebih dahulu untuk pengambilan jaringan yang digunakan untuk pendonoran kepada keluarga yang telah meninggal tersebut. (5)
3. Kasus spesial
* Jaringan fetus yang diambil setelah aborsi
Pada pengambilan jaringan fetus tidak selalu harus pada kasus aborsi namun dapat dilakukan dengan meminta persetujuan pada ibu dan pasangannya dan harus diberikan informasi dan tujuan pengambilan jaringan tersebut.
* Plasenta dan umbilical chord yag diambil pada saat lahir
Pengambilan dilakukan dengan meminta persetujuan pada ibu dan pasangannya dan harus diberikan informasi dan tujuan pengambilan jaringan.
* Residual operasi
Pengambilan jaringan sewaktu operasi adalah bebas tidak diatur dalam perundang – undangan akan tetapi informasi dan permintaan surat persetujuan dari pendonor tetap harus dilakukan.
PERSYARATAN PENGAMBILAN JARINGAN
1. Jaringan dapat diambil dari donor yang masih hidup atau pada donor yang telah meninggal paling lama 24 jam setelah meninggal kalau jenazah disimpan pada suhu kamar
2. Pendonor berusia 12 – 65 tahun
3. Donor harus sehat dan bebas dari penyakit menular yang dapat ditularkan dari donor ke resipien (penerima)
4. Umur. Kriteria umur donor jaringan bergantung kepada jaringan yang akan dipanen, umumnya sebagai berikut :
* Tulang : 12 – 65 tahun
* Tulang Osteochondral : 12 – 45 tahun
* Jaringan lunak : 12 – 45 tahun
* Kulit : 12 – 65 tahun
5. Pemeriksaan darah
Pada pemeriksaan darah donor tidak mengidap :
* penyakit menular yang disebabkan oleh karena kuman atau virus
* penyakit autoimun, penyakit sistemik
* donor tidak kecanduan obat yang disuntikkan.
* Tentukan tipe golongan darah dan rhesus
Pada donor hidup pemeriksaan darah dilakukan kembali setelah 6 bulan. (1,3,5)
TAHAP PROSES TERHADAP JARINGAN
Tahap proses jaringan ini bertujuan untuk penyimpanan dan pengawetan pada bank jaringan. Antara lain dilakukan :
§ Teknologi sterilisasi radiasi
Radiasi dengan mengunakan sinar atau partikel yang dipancarkan dari zat radioaktif. Radiasi sinar gamma atau partikel elektron dapat digunakkan untuk mensterilkan jaringan yang telah diawetkan maupun jaringan yang masih segar, untuk jaringan yang dikeringkan dilakukan secara liofolisasi, sterillisasi radiasi dilakukan pada temperatur kamar (proses dingin) dan tidak mengubah struktur jaringan, tidak meninggalkan residu dan sangat efektif untuk membunuh mikroba dan virus sampai batas tertentu. Sterillisasi jaringan beku dilakukan pada suhu -40oC. Sterilisasi dengan sinar gamma dari Co-60 dengan dosis minium 25 kGy. Teknologi ini sangat aman untuk diaplikasikan pada jaringan biologi.
§ Pemeriksaan mikrobiologi
Swab Test dilakukan pada semua jaringan yang telah dipanen. Sebelum hasil Swab Test diperoleh, jaringan dikarantina pada suhu -400oC. Jika hasil Swab Test positif mengandung mikroba maka jaringan tersebut tidak diproses lebih lanjut akan tetapi masih dapat digunakan untuk penelitian.
§ Pemprosesan
Pemprosesan dilakukan secara aseptik didalam ruangan khusus yang tidak akan terkontaminasi oleh mikroba lingkungan. Pemrosesan digunakan untuk demineralisasi dan menghilangkan lemak serta mengurangi kontaminasi mikroba pada batas tertentu. Untuk mempertahankan kualitas tulang, pengeringan dilakukan dengan pengeringan suhu rendah (proses lifolisasi) yaitu pengeringan vakum pada suhu -400oC. Setelah dikemas dengan kemasan rangkap tiga lalu disterilkan dengan radiasi sinar gamma.
§ Penyimpanan jaringan yang telah diproses
Jaringan yang telah diproses dengan cara lifolisasi sampai kadar air 5 – 7 %, dapat disimpan pada suhu kamar, terhindar dari cahaya matahari langsung selama lebih dari 2 tahun. Bahan pengemas yang digunakan harus tahan radiasi dan dapat melindungi jaringan dari kontaminasi kuman selama penyimpanan.
Beberapa jaringan Biologi yang sudah diproduksi
I. Amnion liofilisasi steril (ALS - steril), kegunaan untuk :
· Pembalut luka (luka bakar, luka terbuka, luka lepra) atau luka yang kehilangan kulit, sangat baik untuk luka pada stadium 1 dan 2
· Pembalut pada bedah plastik , rekonstruksi bedah Cesar
· Pembalut pada bedah ophtalmologi dan otolaringologi
· Implantasi pada bedah mata ( Ocular Surgery ) dan bedah gigi
II. Tulang manusia (allografts) dan tulang sapi liofilisasi steril (xenografts),
Berbagai bentuk dan ukuran sesuai permintaan. Kegunaan untuk pemakaian implantasi di klinik kedokteran, misalnya pada: Bedah ortopedi, bedah maxilofacial, bedah plastik dan rekonstrusi, bedah mata, gigi dan mulut serta bedah neurologi, dll
ASPEK MEDIKOLEGAL TERHADAP DONOR DAN RESIPIENT
Pada Pendonor
§ Penghormatan pada tubuh manusia walaupun manusia tersebut telah meninggal
§ Penghormatan terhadap otonomi pendonor, dimana jaringan tubuh tidak bisa diambil bila pendonor menolak untuk mendonornya (pada masa hidupnya)
§ Proteksi terhadap orang yang lemah, yang mana tidak dapat memberikan consent (keterangan)
§ Meghargai kehidupan pribadi dan rahasia medis seseorang, yang mana merupakan hak fundamental
§ Donor berhak mengetahui informasi dari kondisi pengambilan jaringan dan penggunaan jaringan yang diambil
§ Hak untuk tidak terlibat dalam suatu diskriminasi yang tidak adil yang dapat berasal dari relevasi data yang dikumpul oleh donor , keluarga atau pihak ketiga (contoh : karyawan dan perusahaan asuransi) (4,5)
Pada Resipien
§ Menghargai otonomi dari yang bersangkutan yang mana membutuhkan informasi dari keuntungan dan kerugian dari proses tranplantasi
§ Menghargai kehidupan pribadi dan rahasia medis seseorang
§ Hak mendapat proteksi keamanan tranplantasi terutama dari transmisi penyakit menular infekif, neoplasma dan penyakit imunologis
§ Hak pasien untuk memiliki akses terapi yang adil yang ditawarkan daripada tranplantasi jaringan. Efektivitas dari hak ini tergantung kepada banyak atau sedikitnya jaringan yang tersedia.
Minggu, 27 Februari 2011
Rabu, 09 Februari 2011
Enterobacter sakazaki pada Susu
Terkait dengan pengumuman merek susu formula berbakteri oleh Kementerian Kesehatan RI, isu ini kembali mengundang keingintahuan publik. Kabar tercemarnya sejumlah susu formula dengan bakteri E. Sakazakii tentunya meresahkan banyak orangtua.
Lalu, apa sebenarnya Enterobacter sakazakii?
Bakteri ini merupakan salah satu patogen yang pada tahun 1980 dipisahkan dari spesies Enterobacter cloacae, berdasarkan unsur genetik penyusunnya (Nazarowec-White dan Farber, 1997; Gurtler, 2005). Sebelumnya E. sakazakii dikenal dengan yellow-pigmented cloacae yang pertama kali dilaporkan oleh Pangalos (1929). E. Sakazakii dimasukkan dalam tren perkembangan patogen dunia sejak tahun 2005 dan banyak diulas oleh para peneliti dari seluruh dunia (Skovgaard, 2007). E. sakazakii menjadi perhatian karena tingkat mortalitas yang tinggi (40-80%) pada bayi yang baru lahir (0-6 bulan), terutama sekali bayi prematur atau yang memiliki imunitas lebih rendah dari rata-rata bayi-bayi lainnya (Iversen dan Forsythe, 2003).
Ekologi E. sakazakii
Sebagaimana genus Enterobacter lainnya, E. sakazakii merupakan bakteri yang berkoloni di dalam saluran pencernaan manusia dewasa (Iversen, Druggan, dan Forsythe, 2004). Spesies Enterobacter ini dapat ditemukan di produk pangan lain selain susu formula: keju, daging, sayuran, biji-bijian, kondimen dan bumbu-bumbuan (Iversen dan Forsythe, 2003; Kim et al, 2008; Fridemann, 2007).
E. sakazakii berkembangan optimal pada kisaran suhu 30-40°C. Waktu regenerasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit jika diinkubasi pada suhu 23°C, yang tentunya akan sedikit lebih cepat pada suhu optimum pertumbuhannya.
Menurut Havelaar dan Zweitering (2004), kontaminasi satu koloni E. Sakazakii memiliki peluang hidup maksimum sebesar 6.5% untuk dapat berkembang hingga mencapai jumlah yang signifikan (1 juta sel/g produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu 18-37°C. Artinya, apabila 1 sel hidup E. sakazakii mengkontaminasi produk susu formula pada proses produksi. Hanya dalam 5 hari, produk tersebut telah menjadi sangat berbahaya bagi bayi. Angka probabilitas ini agaknya ditunjang dengan fakta hasil riset di seluruh dunia, tidak hanya yang dipublikasikan tim riset IPB, yaitu pada kisaran 20% (Iversen dan Forsythe, 2003; Kim et al, 2008).
Selain bersifat invasif, E. sakazakii juga memproduksi toksin (endotoxin) yang juga berbahaya bagi mamalia yang baru lahir dan belum memiliki sistem kekebalan yang baik (Townsend et al, 2007).
Permasalahan pada produk susu formula
Keberadaan E. sakazakii ini di produk susu formula menjadi mencuat dan menjadi medium kontaminasi yang dominan karena produk ini pada umumnya dikenal sebagai produk yang aman untuk langsung dikonsumsi bayi tanpa memerlukan pemrosesan lebih lanjut. Asumsi-asumsi inilah yang sebenarnya harus ditilik kembali (Kandhal et al, 2004).
Dalam hal proses produksi, bagaimana Enterobacter sakazakii dapat sampai pada produk susu formula yang disiapkan secara aseptik masih terus diteliti. Ada kecurigaan bahwa bakteri ini bersifat airborne (mengkontaminasi lewat udara) pada industri susu dan rumah tangga (Kandhal et al, 2004), sehingga diperlukan penanganan tambahan terhadap bakteri ini dalam mekanisme Hazard Analysis Critical Control Point (analisis titik penanganan kritis pada bahaya) di tingkat produksi susu formula.
Di tingkat pengguna rumahan, susu bayi pada umumnya disiapkan dengan proses yang minim pemanasan. Dalam hal ini, susu bayi biasanya hanya dicampur air hangat panas-panas kuku (suhu < 70°C), yang tidak cukup untuk mematikan bakteri ini. Susu bubuk disimpan dalam kaleng, ataupun plastik multi-lapisan pada suhu ruangan (20-27°C) untuk konsumsi hanya 1-4 hari, diasumsikan relatif aman karena kadar airnya yang rendah. Kenyataannya, dalam waktu relatif singkat, bakteri ini mampu menduplikasikan dirinya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penyimpanan pada suhu dingin merupakan hal yang tidak umum pada produk susu bubuk, begitu pula penggunaan sanitizer yang tidak dimungkinkan. Padahal, pertumbuhan E. sakazakii dilaporkan dapat direduksi dengan penggunaan sanitizer pada produk buah-buahan, apalagi diikuti dengan penyimpanan pada suhu dingin (Kim, Ryu, dan Buechat, 2006). Akibatnya, Enterobakter sakazakii dalam jumlah cukup untuk menyebabkan penyakit (1 juta sel/g produk) pun dikonsumsi oleh bayi. Yang perlu diperhatikan oleh masyarakat adalah:
1. Kontaminasi Enterobacter sakazakii berbahaya bagi bayi usia 0-6 bulan dan merupakan ancaman bagi bayi pada usia 6-12 bulan, terutama bayi lahir prematur atau bayi dengan daya tahan rendah.
2. Tidak perlu cemas karena keberadaan E. sakazakii di dunia dan di Indonesia hanya berada pada kisaran rendah (20%) dari populasi produk susu formula, dapat ditemukan secara sporadis, tidak tergantung dari brand produk tersebut.
3. E. sakazaki banyak pula ditemukan pada produk lainnya seperti keju, daging, hingga sayuran.
Saran yang dapat diikuti:
1. Bila sebelumnya susu bayi cukup dicampur dengan air hangat, maka sekarang cobalah untuk merendam susu bubuk dengan air panas (85-100°C) selama 1-2 menit sebelum ditambahkan air dingin untuk mereduksi jumlah koloni hidup bakteri.
2. Tidak menggunakan produk susu bubuk yang kemasannya telah terbuka cukup lama (lebih dari 8 hari) atau dibeli dalam kemasan yang sudah tidak baik atau bocor.
3. Simpanlah susu bubuk yang telah dibuka kemasannya di dalam lemari pendingin (suhu <5°C) untuk mencegah pertumbuhan mikroba, bukan hanya E. sakazakii.
4. Cucilah bahan makanan yang biasa dimakan mentah dengan sanitiser, bukan hanya air mengalir, untuk mereduksi kontaminasi mikroba pada bahan pangan tersebut.
5. Konsultasikan dengan dokter/tenaga medis terhadap penggunaan susu formula bagi bayi berusia 0-6 bulan, terutama sekali bayi lahir prematur atau yang memiliki daya tahan lemah.
6. Waspada terhadap gejala demam dan diare yang merupakan indikasi infeksi, apapun mikroorganismenya, bukan hanya E. sakazakii.
Bagi industri:
1. Melakukan evaluasi terhadap proses produksi susu formula bayi secara menyeluruh. Hal ini dimungkinkan dengan memasukkan E. sakazakii dalam sistem monitoring, terutama HACCP yang telah ada.
Apa yang terjadi di Indonesia, sebenarnya terjadi pula secara global. Ekspose kontaminasi E. sakazakii pada produk makanan bayi dan susu formula dilakukan oleh Tim Peneliti di IPB hanya merupakan bagian kecil dari riset serupa di seluruh dunia. Semua tentunya dengan asumsi: menciptakan dunia yang lebih baik untuk kita semua di masa yang akan datang. Semoga dengan perkembangan ilmu mikrobiologi, kita akan semakin mengerti dan mampu mencegah patogen-patogen berbahaya dikonsumsi oleh umat manusia. Viva ilmu mikrobiologi.
Lalu, apa sebenarnya Enterobacter sakazakii?
Bakteri ini merupakan salah satu patogen yang pada tahun 1980 dipisahkan dari spesies Enterobacter cloacae, berdasarkan unsur genetik penyusunnya (Nazarowec-White dan Farber, 1997; Gurtler, 2005). Sebelumnya E. sakazakii dikenal dengan yellow-pigmented cloacae yang pertama kali dilaporkan oleh Pangalos (1929). E. Sakazakii dimasukkan dalam tren perkembangan patogen dunia sejak tahun 2005 dan banyak diulas oleh para peneliti dari seluruh dunia (Skovgaard, 2007). E. sakazakii menjadi perhatian karena tingkat mortalitas yang tinggi (40-80%) pada bayi yang baru lahir (0-6 bulan), terutama sekali bayi prematur atau yang memiliki imunitas lebih rendah dari rata-rata bayi-bayi lainnya (Iversen dan Forsythe, 2003).
Ekologi E. sakazakii
Sebagaimana genus Enterobacter lainnya, E. sakazakii merupakan bakteri yang berkoloni di dalam saluran pencernaan manusia dewasa (Iversen, Druggan, dan Forsythe, 2004). Spesies Enterobacter ini dapat ditemukan di produk pangan lain selain susu formula: keju, daging, sayuran, biji-bijian, kondimen dan bumbu-bumbuan (Iversen dan Forsythe, 2003; Kim et al, 2008; Fridemann, 2007).
E. sakazakii berkembangan optimal pada kisaran suhu 30-40°C. Waktu regenerasi bakteri ini terjadi setiap 40 menit jika diinkubasi pada suhu 23°C, yang tentunya akan sedikit lebih cepat pada suhu optimum pertumbuhannya.
Menurut Havelaar dan Zweitering (2004), kontaminasi satu koloni E. Sakazakii memiliki peluang hidup maksimum sebesar 6.5% untuk dapat berkembang hingga mencapai jumlah yang signifikan (1 juta sel/g produk) dalam waktu maksimal 100 jam pada suhu 18-37°C. Artinya, apabila 1 sel hidup E. sakazakii mengkontaminasi produk susu formula pada proses produksi. Hanya dalam 5 hari, produk tersebut telah menjadi sangat berbahaya bagi bayi. Angka probabilitas ini agaknya ditunjang dengan fakta hasil riset di seluruh dunia, tidak hanya yang dipublikasikan tim riset IPB, yaitu pada kisaran 20% (Iversen dan Forsythe, 2003; Kim et al, 2008).
Selain bersifat invasif, E. sakazakii juga memproduksi toksin (endotoxin) yang juga berbahaya bagi mamalia yang baru lahir dan belum memiliki sistem kekebalan yang baik (Townsend et al, 2007).
Permasalahan pada produk susu formula
Keberadaan E. sakazakii ini di produk susu formula menjadi mencuat dan menjadi medium kontaminasi yang dominan karena produk ini pada umumnya dikenal sebagai produk yang aman untuk langsung dikonsumsi bayi tanpa memerlukan pemrosesan lebih lanjut. Asumsi-asumsi inilah yang sebenarnya harus ditilik kembali (Kandhal et al, 2004).
Dalam hal proses produksi, bagaimana Enterobacter sakazakii dapat sampai pada produk susu formula yang disiapkan secara aseptik masih terus diteliti. Ada kecurigaan bahwa bakteri ini bersifat airborne (mengkontaminasi lewat udara) pada industri susu dan rumah tangga (Kandhal et al, 2004), sehingga diperlukan penanganan tambahan terhadap bakteri ini dalam mekanisme Hazard Analysis Critical Control Point (analisis titik penanganan kritis pada bahaya) di tingkat produksi susu formula.
Di tingkat pengguna rumahan, susu bayi pada umumnya disiapkan dengan proses yang minim pemanasan. Dalam hal ini, susu bayi biasanya hanya dicampur air hangat panas-panas kuku (suhu < 70°C), yang tidak cukup untuk mematikan bakteri ini. Susu bubuk disimpan dalam kaleng, ataupun plastik multi-lapisan pada suhu ruangan (20-27°C) untuk konsumsi hanya 1-4 hari, diasumsikan relatif aman karena kadar airnya yang rendah. Kenyataannya, dalam waktu relatif singkat, bakteri ini mampu menduplikasikan dirinya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya. Penyimpanan pada suhu dingin merupakan hal yang tidak umum pada produk susu bubuk, begitu pula penggunaan sanitizer yang tidak dimungkinkan. Padahal, pertumbuhan E. sakazakii dilaporkan dapat direduksi dengan penggunaan sanitizer pada produk buah-buahan, apalagi diikuti dengan penyimpanan pada suhu dingin (Kim, Ryu, dan Buechat, 2006). Akibatnya, Enterobakter sakazakii dalam jumlah cukup untuk menyebabkan penyakit (1 juta sel/g produk) pun dikonsumsi oleh bayi. Yang perlu diperhatikan oleh masyarakat adalah:
1. Kontaminasi Enterobacter sakazakii berbahaya bagi bayi usia 0-6 bulan dan merupakan ancaman bagi bayi pada usia 6-12 bulan, terutama bayi lahir prematur atau bayi dengan daya tahan rendah.
2. Tidak perlu cemas karena keberadaan E. sakazakii di dunia dan di Indonesia hanya berada pada kisaran rendah (20%) dari populasi produk susu formula, dapat ditemukan secara sporadis, tidak tergantung dari brand produk tersebut.
3. E. sakazaki banyak pula ditemukan pada produk lainnya seperti keju, daging, hingga sayuran.
Saran yang dapat diikuti:
1. Bila sebelumnya susu bayi cukup dicampur dengan air hangat, maka sekarang cobalah untuk merendam susu bubuk dengan air panas (85-100°C) selama 1-2 menit sebelum ditambahkan air dingin untuk mereduksi jumlah koloni hidup bakteri.
2. Tidak menggunakan produk susu bubuk yang kemasannya telah terbuka cukup lama (lebih dari 8 hari) atau dibeli dalam kemasan yang sudah tidak baik atau bocor.
3. Simpanlah susu bubuk yang telah dibuka kemasannya di dalam lemari pendingin (suhu <5°C) untuk mencegah pertumbuhan mikroba, bukan hanya E. sakazakii.
4. Cucilah bahan makanan yang biasa dimakan mentah dengan sanitiser, bukan hanya air mengalir, untuk mereduksi kontaminasi mikroba pada bahan pangan tersebut.
5. Konsultasikan dengan dokter/tenaga medis terhadap penggunaan susu formula bagi bayi berusia 0-6 bulan, terutama sekali bayi lahir prematur atau yang memiliki daya tahan lemah.
6. Waspada terhadap gejala demam dan diare yang merupakan indikasi infeksi, apapun mikroorganismenya, bukan hanya E. sakazakii.
Bagi industri:
1. Melakukan evaluasi terhadap proses produksi susu formula bayi secara menyeluruh. Hal ini dimungkinkan dengan memasukkan E. sakazakii dalam sistem monitoring, terutama HACCP yang telah ada.
Apa yang terjadi di Indonesia, sebenarnya terjadi pula secara global. Ekspose kontaminasi E. sakazakii pada produk makanan bayi dan susu formula dilakukan oleh Tim Peneliti di IPB hanya merupakan bagian kecil dari riset serupa di seluruh dunia. Semua tentunya dengan asumsi: menciptakan dunia yang lebih baik untuk kita semua di masa yang akan datang. Semoga dengan perkembangan ilmu mikrobiologi, kita akan semakin mengerti dan mampu mencegah patogen-patogen berbahaya dikonsumsi oleh umat manusia. Viva ilmu mikrobiologi.
Langganan:
Postingan (Atom)