BAB I
PENDAHULUAN
I.I Latar Belakang
Keberhasilan pertama dalam kultur in vitro dicapai dalam praktek kultur organ. Menurut Shabde- Moses & Murashige (1979), Hanining, pada tahun 1904 telah berhasil mendapatkan kecambah tanaman jenis crucifer dari embrio-embrio yang diisolasi dari biji yang belum matang (immature). Pertumbuhan organ yang tidak terbatas di dalam kultur in vitro, pertama diperhatikan oleh White dalam kultur akar tomat sekitar tahun 1934.
Kultur organ merupakan topik yang penting dalam penelitian antara tahun 1904-1960. setelah itu penelitian dalam bidang ini berkurang, kecuali kultur pucuk atau meristem. Kultur pucuk atau meristem mempunyai aspek praktis sebagai cara memperbanyak klon yang cepat dan bebas penyakit. Dewasa ini kultur meristem sudah merupakan tindakan komersial yang dikelola oleh perusahaan-perusahaan pembibitan.
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia.
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, di samping komponen media, faktor manusia, dan lingkungan. Karena itu, sebelum ditanam secara aseptik dalam media yang steril, eksplan harus dibersihkan dari kotoran terluar dan disterilisasi. Sterilisasi eksplan hanya hanya sebatas sterilisasi permukaan atau disinfestasi (menghilangkan infestasi kontaminan), bukan disinfeksi (menghilangkan infeksi kontaminan eksplan). Dalam proses sterilisasi eksplan, yang dibersihkan adalah debu, cendawan dan bakteri, atau kontaminan dari bagian permukaan eksplan, bukan yang berada di bagian dalam eksplans.
Eksplan yang telah disterilisasi di tanam dalam media tertentu dengan proses inisiasi. Inisiasi adalah proses penanaman eksplan yang berasal dari alam bebas untuk memperbanyak dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
I.2 Tujuan
• Mengetahui bahan sterilisasi dan waktu sterilisasi yang digunakan untuk mensterilisasi pisang sebelum proses inisiasi
• Mengetahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan pisang dalam kondisi in vitro
I.3 Manfaat
• Diketahui bahan dan waktu sterilisasi yang digunakan mensterilisasi pisang sebelum proses inisiasi
• Diketahui pengaruh BAP terhadap pertumbuhan pisang dalam kondisi in vitro
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Penyiapan Eksplan
Bahan tanaman yang dikulturkan lazim disebut eksplan. Dalam memperbanyak tanaman secara kultur jaringan, eksplan merupakan faktor penting penentu keberhasilan. Umur fisiologis, umur ontogenik, ukuran eksplan, serta bagian tanaman yang diambil merupakan hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam memilih eksplan yang akan digunakan sebagai bahan kultur awal.
Umumnya bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplans adalah jaringan muda yang masih tumbuh aktf. Jaringan tananaman yang masih muda mempunyai daya regenerasi yang tinggi, sel-selnya masih aktif membelah diri, dan relatif lebih bersih (mengandung lebih sedikit kontaminan). Sementara itu, jaringan tanaman yang sudah tua lebih sulit beregenerasi, dan biasanya mengandung lebih banyak kontaminan.
Bagian tanaman yang dapat digunakan sebagai eksplan adalah biji atau bagian-bagian biji seperti aksis embrio atau kotiledon, tunas pucuk, potongan batang satu buku (nodal explant), potongan akar, potongan daun,potongan umbi batang, umbi akar, empulur batang, umbi lapis dengan sebagian batang, dan bagian bunga. Ekspaln satu buku pada tunas jati diambil dari trusan tunas yang baru tumbuh, sedangkan pada pisang diambil bagian bongkol tempat anakan atau mata tunas muncul.
Ukuran eksplan juga berpengaruh terhadap keberhasilan kultur jaringan. Eksplan yang berukuran besar beresiko kontaminasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan ukuran yang lebih kecil, tetapi kemampuan hidupnya lebih besar atau tubuhnya lebih cepat. Sebaliknya, eksplan yang berukuran kecil (meristem atau tunas pucuk) kemungkinan terkontaminasi lebih kecil, tetapi tumbuh lebih lambat.
Akibat dari keterbatasan tertentu, eksplan yang digunakan jumlahnya sangat sedikit dan tidak bisa diinisiasi menjadi kultur yang aseptik. Maka, yang terpenting adalah eksplan awal harus ditumbuhkan terlebih dahulu, walaupun terkontaminasi oleh bakteri. Setelah itu pucuknya dipotong dengan hati-hati sebagai propagul atau eksplan baru. Jika kultur berikutnya yang dipakai sebagai propagul adalah pucuknya lagi. Demikian seterusnya sampai kultur terbebas dari kontaminasi. Namun, penyelamatan kultur sangat tidak dianjurkan jika kultur terkontaminasi oleh cendawanberspora, karena hal ini sangat potensial untuk kontaminasi kultur dalam jumlah yang lebih banyak.
II.2 Sterilisasi Eksplan
A. Bahan Kimia yang Dipakai DAN Sterilisasi Eksplan
Eksplan merupakan sumber kontaminasi kultur, di samping komponen media, faktor manusia, dan lingkungan. Karena itu, sebelum ditanam secara aseptik dalam media yang steril, eksplan harus dibersihkan dari kotoran terluar dan disterilisasi. Sterilisasi eksplan hanya hanya sebatas sterilisasi permukaan atau disinfestasi (menghilangkan infestasi kontaminan), bukan disinfeksi (menghilangkan infeksi kontaminan eksplan). Dalam proses sterilisasi eksplan, yang dibersihkan adalah debu, cendawan dan bakteri, atau kontaminan dari bagian permukaan eksplan, bukan yang berada di bagian dalam eksplans.
Bahan kimia sering dipakai untuk disinfeksi adalah alkohol seperti etil, metil, atau isopropil-alkohpl dengan konsentrasi 70-80%; Ca-hipoklorit, dan Na-hipoklorit. Ca-hipoklorit digunakan pada konsentrasi pada konsentrasi 35-100g/l, sedangkan Na-hipoklorit (NaOCl) pada kisaran konsentrasi 0.5-2%. Sumber NaOCl yang sering digunakan adalah pemutih pakaian yang kandungan bahan aktifnya adalah 5.25% NaOCl. Untuk meningkatkan efektifitas sterilisasi, umumnya digunakan Tween-20, Tween-80, atau deterjen cair yang lunak sebagai agen pembasah atau surfactant.
Satu hal yang penting dalam sterilisasi permukaan eksplan adalah mengompromosikan antara usaha untuk mendapatkan eksplans yang steril dan menjaga agar jaringan eksplan tidak rusak akibat tingginya konsentrasi desinfektan. Karena itu, selain pengetahuan tentang bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan cara sterilisasinya, diperlukan juga the art of propagation (seni memperbanyak tanaman).
B. Cara Mengatasi Kontaminasi yang Resisten
Cara-cara yang sering digunakan untuk mengatasi kontaminasi kultur yang resisten sebagai berikut:
1. Pencucin ulang dengan sodium hipoklorit konsentrasi rendah, seperti menggunakan pemutih pakaian 5% (setara dengan 0.25%NaOCl). Pembuatan dilakukan dengan cara melarutkan 5 ml pemutih pakaian dan 95 ml aqaudest.
2. Penggunaan mengandung antibiotik
3. penggunan eksplan berukuran kecil mungkin seperti meristem dengan beberapa primordia daun
4. pemotongan bagian teratas eksplan yang telah tumbuh. Bagian teratas saja yang disubkulturkan, sedangkan bagian bawahnya dibuangatau diaklimatisasi. Kegiatan ini dilakukan secara berulang-ulang hingga kontaminasi teratasi.
II.3 Inisiasi Kultur
Sebelum melakukan kultur jaringan untuk suatu tanaman, kegiatan yang pertama harus dilakukan adalah memilih tanaman induk yang hendak diperbanyak. Tanaman tersebut harus jelas jenis, spesies, dan varietasnya, serta harus sehat dan bebas dari hama penyakit. Setelah ditentukan tanaman induk yang merupakan sumber eksplan, kegiatan berikutnya adalah mempersiapkan dan mengondisikan tanaman induk sedemikian rupa agar eksplan yang digunakan tumbuh baik pada waktu dikulturkan secara in vitro.
Pentingnya lingkungan tanaman induk yang lebih higienis untuk mendapatkan eksplan yang lebih berkualitas dan lebih bersih terbukti pada pembiakan in vitro berbagai tanaman tropis, seperti jati, pisang, anggrek, vanili, dan pepaya. Tanaman sumber eksplan sebaiknya dikondisikan di rumah kaca atau rumah plastik. Pemeliharaan yang diperlukan meliputi pemangkasan, pemupukan, dan penyemperotan dengan pestisida (Fungisida, bakteriosida, dan insektisida), sehingga tunas baru yang tumbuh menjadi lebih bersih dan sehat dari kontaminan.
Masalah yang sering dihadapi pada kultur tahap ini adalah terjadinya pencoklatan atau penghitaman bagian eksplan. Pada waktu jaringan terkena sters mekanik, seperti perlukaan pada waktu proses isolasi eksplan dari tanaman induk atau proses sterilisasi eksplan, metabolisme senyawa berfenol ini sering bersifat toksik, menghambat pertumbuhan, atau bahkan mematikan jaringan eksplan. Untuk mengatasi pencoklatan di bagian eksplan, pengondisian tanaman induk di lingkungan yang bersih (sehat) pada tahap ini sangat membantu, karena tidak diperlukan sterilisasi yang terlalu kuat. Untuk mengatasi atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman jaringan, George dan Sherrington (1984) menyarankan beberapa tindakan yang dapat dilakukan, yaitu sebagai berikut:
a. mengurangi dan menyerap senyawa fenol yang dihasilkan dengan perlakuan arang aktif atau PVP(polyvinylpyrrolidone)
b. memodifikasi potensial redoks dengan merendam atau menambahkan antioksidan atau agen pereduksi ke dalam media. zat yang bisa digunakan di antaranya campuran antara asam sitrat dan asam askorbat.
c. Menghambat aktivitas enzim fenolase dengan agen pengelat sepeeti EDTA (ethylene diamine tetraacetic acid), DIECA( sodium diethyl dithiocarbamate), 8-HQ (8- hydroxyquinoline) dan phenylthiourea.
d. Mengurangi aktivitas fenolase dan ketersediaan substratnya dengan cara perlakuan pH rendah dan inkubasi pada ruang gelap
e. menggunakan media tanpa Cu2+ dan Fe3+ pada tahap awal pengulturan eksplan, karena kedua ion ini berperan awal dalam oksidasi fenol. Jika pencoklatan sudah teratasi, eksplan dapat dipindahkan ke media normal yang dilengkapi dengan kedua ion tadi.
BAB III
METODOLOGI PRAKTIKUM
III.1 Waktu dan Tempat
Praktikum ini dilakukan pada hari kamis sepanjang semester lima di Laboratorium Terpadu UIN Syarif Hidayatullah, tepatnya di Lap. Fisiologi. Pengamatan di lakukan seminggu sekali dengan mencatat perubahan yang terjadi.
III.2 Alat dan Bahan
Alat Yang Digunakan:
Botol Fido
Alat tanam
Beaker plastik
LAFC
Pisau
Stopwatch
Bahan Yang Digunakan:
Media MS
BAP
Pisang (Musa sp.)
Detergen
Fungisida
alkohol 70%
Clorox 30%
Clorox 20%
Antibiotik
Aquadest steril
Betadine
III.3 Cara Kerja
A. INISIASI I
1. Pembuatan Media Inisiasi
Pembuatan media inisiasi dengan empat tipe media:
a. MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0.1 mg/L
b. MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0. 5 mg/L
c. MS (1/2 makro MS) + ZPT BAP 0.1 mg/L
d. MS (1/2 makro MS) + ZPT BAP 0.5 mg/L
2. Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi dilakukan dengan beberapa tahapan:
a. Di potong eksplan bongkol pisang menjadi bagian-bagian kecil, yang di dalam bagian itu memiliki minimal satu tunas
b. Di cuci eksplans dengan menggunakan detergen dan air keran, eksplan yang berasal dari tanah, seperti akar dapat di sikat dengan sikat hingga bersih dari tanah. Hanya tahap ini yang dilakukan di luar LAFC
c. Di rendam sambil dikocok dengan Fungisida selama lebih dari 5 menit
d. Di rendam sambil dikocok dengan menggunakan alkohol 70% selama lebih dari 2 menit
e. Di rendam sambil dikocok dengan menggunakan Clorox 30% selama lebih dari 5 menit
f. Di rendam sambil dikocok dengan Clorox 20% selama lebih dari 3 menit
g. Di rendam sambil dikocok dengan Antibiotik dengan menggunakan 5 menit
h. Di bilas dengan aquadest steril sambil dikocok selama lebih dari 10 menit sebanyak 3 kali. Pada aquadest yang terakhir dicampur dengan betadine.
3. Penanaman Ekplan
Penanaman eksplan dilakukan di LAFC dengan masing-masing botol fido berisi satu atau dua eksplan.
B. INISIASI II
1. Pembuatan Media Inisiasi
a. MS (1/2 makro MS) + ZPT 0.1 mg/L
b. MS (1/2 makro MS) + ZPT 0.5 mg/L
2. Sterilisasi Eksplan
Sterilisasi dilakukan dengan beberapa tahapan:
a. Di potong eksplan bongkol pisang menjadi bagian-bagian kecil, yang di dalam bagian itu memiliki minimal satu tunas
b. Di cuci eksplans dengan menggunakan detergen dan air keran, eksplan yang berasal dari tanah, seperti akar dapat di sikat dengan sikat hingga bersih dari tanah. Hanya tahap ini yang dilakukan di luar LAFC
c. Di rendam sambil dikocok dengan menggunakan alkohol 70% selama lebih dari 10 menit
d. Di rendam sambil dikocok dengan menggunakan Clorox 30% selama lebih dari 13 menit
e. Di rendam sambil dikocok dengan Clorox 20% selama lebih dari 10 menit
f. Di rendam sambil dikocok dengan Dithane dengan menggunakan 8 menit
g. Di rendam sambil dikocok dengan antibiiotik dengan menggunakan 8 menit
h. Di bilas dengan aquadest steril sambil dikocok selama lebih dari 10 menit sebanyak 3 kali. Pada aquadest yang terakhir dicampur dengan betadine.
3. Penanaman Ekspans
Penanaman eksplan dilakukan di LAFC dengan masing-masing botol fido berisi satu atau dua eksplan
BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
I. Hasil Pengamatan Inisiasi I
Kontaminasi I
No. Media Keterangan
1 MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0.5 mg/l Kontaminasi jamur
2 MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0.1 mg/l Kontaminasi jamur
3 MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0.1 mg/l Kontaminasi jamur
4 MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0.5 mg/l Kontaminasi jamur
5 MS (1/4 makro MS) + ZPT BAP 0.5mg/l Kontaminasi jamur
6 MS (1/2 makro MS) + ZPT BAP 0.5 mg/l Kontaminasi jamur
7 MS (1/2 makro MS) + ZPT BAP 0.1 mg/l Kontaminasi jamur
II. Hasil Pengamatan Inisiasi II
Kontaminasi II
No. Media Keterangan
1 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.1 mg/l Kontaminasi Bakteri
2 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.1 mg/l Kontaminasi Bakteri
3 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.1 mg/l Kontaminasi Jamur
4 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.5 mg/l Kontaminasi Bakteri
5 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.5 mg/l Kontaminasi Bakteri
6 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.5 mg/l Kontaminasi Bakteri
7 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.5 mg/l Kontaminasi Bakteri
8 MS (1/2 makro MS) + Zpt BAP 0.5 mg/l Kontaminasi Bakteri
IV.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan inisiasi dengan menggunakan eksplan pisang (Musa sp.). Dimana bagian pisang yang digunakan adalah bagian bongkol tempat anakan atau mata tunas muncul. Dalam kultur jaringan pisang, sampai saat ini yang banyak dikenal adalah kultur dengan eksplan bonggol. Apabila dibandingkan dengan jantung pisang maka mendapatkannya lebih mudah dan jumlah eksplan yang didapat lebih banyak bahkan mencapai 200 eksplan setiap jantung pisang, serta lebih kecil resikonya terhadap kontaminasi sebab bukan berasal dari tanah dan tertutup rapat oleh kelopak(Nisa dan Radimah,2005).
Pisang adalah buah yang sangat bergizi yang merupakan sumber vitamin, mineral dan juga karbohidrat. Pisang dijadikan buah meja, sale pisang, pure pisang dan tepung pisang. Kulit pisang dapat dimanfaatkan untuk membuat cuka melalui proses fermentasi alkohol dan asam cuka. Daun pisang dipakai sebagi pembungkus berbagai macam makanan trandisional Indonesia.
Batang pisang abaca diolah menjadi serat untuk pakaian, kertas dsb. Batang pisang yang telah dipotong kecil dan daun pisang dapat dijadikan makanan ternak ruminansia (domba, kambing) pada saat musim kemarau dimana rumput tidak/kurang tersedia.
Secara tradisional, air umbi batang pisang kepok dimanfaatkan sebagai obat disentri dan pendarahan usus besar sedangkan air batang pisang digunakan sebagai obat sakit kencing dan penawar racun(Ristek.go.id)
Kendala pengadaan bibit unggul secara konvensional adalah sulit mendapatkan bibit yang berkualitas dalam jumlah besar dalam waktu yang singkat. Salah satu keunggulan perbanyakan tanaman melalui teknik kultur jaringan adalah sangat dimungkinkan mendapatkan bahan tanam dalam jumlah besar dalam waktu singkat (Priyono et al., 2000).
Sebelum dilakukan penanaman (inisiasi), terlebih dahulu dilakukan sterilisasi. Sterilisasi pada inisiasi I dan II menggunakan bahan yang sama, yaitu Detergen, Fungisida, alkohol 70%, Clorox 30%, Clorox 20%, Antibiotik, Aquadest steril, dan Betadine yang dilakukan secara bertahap dan berurutan dengan waktu yang ditentukan. Eksplan yang berasal dari tanah waktu sterilisasi lebih lama dibandingkan dari bagian lain, karena lebih besar kemungkinannya terjadi kontaminasi.
Sterilisasi pertama dengan menggunakan deterjen dan air keran yang digunakan untuk mensterilisasi bagian liar eksplan dari kotoran-kotoran seperti tanah dan debu. Selanjutnya dilakukan dengan menggunakan fungisida untuk sterilisasi eksplan dari fungi atau jamur. Proses selanjutnya dengan menggunakan alkohol 70%. Alkohol 70% digunakan sebagai sterilisasi dari bakteri dan jamur. Setelah alkohol 70% dilakukan sterilisasi pada chlorox 20% dan selanjutnya pada chlorox 30%. Chlorox digunakan untuk sterilisasi eksplan sampai pada bagian epidermis. Langkah selanjutnya dilakukan dengan menggunakan antibiotik, yang digunakan untuk sterilisasi dari bakteri yang terdapat di eksplan. Proses dilanjutkan dengan membilas menggunakan aquadest steril sebanyak tiga kali, yang pada bilasan terakhir ditambahkan betadin. Penggunaan aquadest steril dilakukan untuk membersihkan eksplan yang sebelumnya telah disterilisasi, sedangkan betadine digunakan untuk sterilisasi eksplan dan menyembuhkan luka pada jaringan akibat proses sterilisasi.
Proses sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan kontaminan sehingga eksplan menjadi lebih steril, sehingga mengurai proses kontaminasi pada proses penanaman pada media agar. Namun sterilisasi juga dapat membuat eksplan pisang menjadi berwarna kecoklatan.
Pencoklatan disebabkan oleh adanya gen B. Menurut Purwanto (1991) keberadaan sejumlah genom B mempengaruhi tingkat kandungan fenol dan aktivitas polyphenoloksidase, semakin banyak jumlah genom B semakin tinggi pula aktivitas enzim polyphenoloksidase. Hal ini ditunjukkan dengan tingginya produksi phenol pada pisang kepok yang memiliki genom BBB dan pisang raja yang memiliki genom AAB, sedangkan pada pisang mauli pencoklatan lebih kecil.
Fitriani (2003) mendapatkan bahwa warna coklat kalus menandakan sintesis senyawa fenolik. Dalam penelitian ini, sel mengalami cekaman luka pada jaringan, selain cekaman dari medium. Vickery & Vickery (1980) menyatakan bahwa sintesis senyawa fenolik dipacu oleh cekaman atau gangguan pada sel tanaman.
Senyawa fenol sangat toksik bagi tanaman dan dapat menghambat pertumbuhan. Untuk mencegah timbulnya warna coklat (browning) pada luka bekas potongan tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan Polivinylpyrrolidone (PVP) yang cukup efektif mampu menyerap senyawa toksik dosis 1 ppm (Widiastoety, 2001). Terbukti bahwa dalam percobaan ini polifenol dapat dikurangi, hal ini terlihat dengan kurangnya pencoklatan yang terjadi, meskipun pada kultivar pisang kepok dan raja masih lebih tinggi dibandingkan dengan pisang mauli.
Dari hasil inisiasi I, jumlah kontaminasi adalah tujuh media, yang disebabkan oleh jamur. Jamur yang mengkontaminasi media dan eksplan adalah jamur yang biasa ada di laboratorium seperti Aspergillus sp, Monilla sp dan Penicillium sp (Setiyoko, 1995). Sedangkan pada inisiasi II jumlah kontaminasi adalah delapan media, yang tujuh media terkontaminasi bakteri dan satu media terkontaminasi jamur. Bakteri menurut Setiyoko (1995), yang mungkin berasal dari laboratorium adalah bakteri gram positif. Menurut Purseglove (1981) bakteri yang semispesifik untuk pisang adalah Pseudomonas solanacearum(Nisa dan Radimah,2005).
Kontaminasi pada bahan tanaman yang dikulturkan dapat terjadi karena adanya infeksi secara eksternal maupun internal. Usaha pencegahan kontaminasi eksternal dilakukan dengan sterilisasi permukaan bahan tanaman. Infeksi internal tidak dapat dihilangkan dengan sterilisasi permukaan.
Selain itu, faktor sterilitas ruangan juga sangat menentukan terhadap kontaminasi. Ruangan yang sudah steril dapat saja berubah menjadi tidak steril pada saat musim hujan, sehingga dapat membawa masuknya bakteri dan jamur dari luar, serta dapat meningkatkan kelembaban yang akan mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan meristem sebagai eksplan harus dilakukan dalam ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi.
Kontaminasi disebabkan oleh jamur, bakteri dan cendawan. Kontaminasi oleh jamur terlihat jelas pada media, media dan eksplan diselimuti oleh spora berbentuk kapas berwarna putih, sedangkan kontaminasi oleh bakteri, pada eksplan terlihat lendir berwarna kuning sebagian lagi melekat pada media membentuk gumpalan yang basah. Jamur yang mengkontaminasi media dan eksplan adalah jamur yang biasa ada di laboratorium seperti Aspergillus sp, Monilla sp dan Penicillium sp (Setiyoko, 1995). Bakteri menurut Setiyoko (1995), yang mungkin berasal dari laboratorium adalah bakteri gram positif. Menurut Purseglove (1981) bakteri yang semispesifik untuk pisang adalah Pseudomonas solanacearum(Nisa dan Rodimah,2005).
Dalam menggunakan media, dilakukan pengurangan komposisi makro MS yaitu menjadi setengah (1/2) atau sampai (1/4), hal ini dikarenakan pada media inisiasi digunakan tanaman yang berasal dari tempat alami, dimana kandungan unsur hara makro hanya sedikit dan tanaman harus mencari unsur hara tersebut sebelum akhirnya digunakan untuk kebutuhan tanaman tersebut. Sehingga apabila di dalam media kandungan unsur hara makro terlalu banyak akan menyebabkan tanaman menjadi kaget dan dapat mengganggu metabolisme dari pertumbuhan tanaman tersebut.
Media yang digunakan ditambahkan dengan zat pengatur tumbuh (ZPT) tertentu. Hal tersebut karena jenis dan konsentrasi ZPT yang ditambahkan berpengaruh terhadap jumlah tunas yang dihasilkan. ZPT yang digunakan adalah BAP(Benzyl amino purine) atau biasa juga disebut BA (Benzyl Adenin) adalah zat pengatur tumbuh golongan sitokinin dengan konsentrasi 0.1 mg/l dan 0.5 mg/l.
Salah satu komponen media yang menentukan keberhasilan kultur jaringan adalah jenis dan konsentrasi ZPT yang digunakan. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengulturan. Contohnya, pada pengulturan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas axilar atau merangsang tumbuhnya tunas advektif, ZPT yang digunakan adalah sitokinin atau campuran sitokinin dengan auksin rendah. Jenis sitokinin yang sering digunakan adalah BA (Benzyladenin) karena efektifitasnya tinggi dan harganya relative murah. Sitokinin jenis lain yang dapat digunakan adalah kinetin (furfuryl-aminopurine) dan 2iP. Namun kedua jenis sitokinin ini harganya lebih mahal dan efektifitas lebih rendah dibanding BA(Yusnita,2003)
Dalam penelititan ini terdapat tunas tidak terbentuk. Saat tumbuh tunas dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor eksplan, media, dan lingkungan (Mante dan Tepper, 1983). Eksplan bakal buah pisang kemungkinan memang sulit untuk pembentukan tunas. Kultur Jaringan bakal buah pisang telah dilakukan oleh Ram et al. (1964), namun eksplan tersebut hanya membentuk kalus dan tidak berkembang menjadi organ. Martino (1997) manyatakan bahwa hormon yang dihasilkan oleh eksplan Seiring dengan penyerapan ion mineral pada media, pH media meningkat hingga tidak sesuai lagi dengan kebutuhan bahan tanaman. Salah satu ion mineral yang diserap eksplan adalah besi yang merupakan penyangga pH. Kalau besi sudah diserap oleh eksplan maka tidak ada lagi penyangga pH untuk tetap dalam kondisi yang diinginkan oleh eksplan yaitu sekitar5,8 (Wetherall, 1982). Perlu pemindahan eksplan ke media baru agar bisa mengalami pertumbuhan(Nisa dan Radimah,2005).
BAB V
KESIMPULAN
1. Bagian pisang yang digunakan adalah bagian bongkol tempat anakan atau mata tunas muncul
2. Proses sterilisasi dilakukan untuk menghilangkan kontaminan sehingga eksplan menjadi lebih steril
3. Penggunaan media inisiasi ½ atau ¼ untuk menghindari tanaman menjadi kaget yang dapat mengganggu metabolisme dari tanaman tersebut.
4. BAP digunakan untuk menumbuhkan dan menggandakan tunas axilar atau merangsang tumbuhnya tunas advektif
5. Kontaminasi biasanya disebabkan oleh bakteri dan jamur yang berasal dari infeksi dan factor sterilisasi
6. Tunas dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu faktor eksplan, media, dan lingkungan
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, L.Winata.1992.Tekhnik Kultur Jaringan Tumbuhan. Dept.Pendidikan dan kebudayaan Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Bioteknologi IPB
Media Tanam Anthurium. http://www.duniaflora.com/anthurium_silang1.php. Di akses tanggal 29 Desember 2008 jam 13.25
Nisa, Chatimatun dan Rodinah.2005. Kultur Jaringan Beberapa Kultivar Buah Pisang (Musa Paradisiaca L.). Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Jurnal bioscientiae. Volume 2, Nomor 2, Juli 2005, Halaman 23-36. http://bioscientiae.tripod.com
Pisang (Musa sp.). Kantor Deputi Menegristek Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Gedung II Lantai 6 BPP Teknologi, Jl. M.H. Thamrin 8 Jakarta 10340. http://www.ristek.go.id. Di akses tanggal 29 Desember 2008 jam 13.30
Yusnita.2003.Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Jakarta:Agromedia Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar