Kamis, 20 Januari 2011

Prospek Beauveria bassiana sebagai bioinsectisida

BAB I
PENDAHULUAN

Serangan hama merupakan salah satu faktor pembatas untuk peningkatkan produksi pertanian yang dalam kasus ini adalah pemeliharaan anggrek. Untuk megendalikan hama seringkali digunakan pestisida kimia dengan dosis yang berlebih. Padahal akumulasi senyawa-senyawa kimia berbahaya dapat menimbulkan dampak negatif terhadap kelestarian lingkungan dan kesehatan manusia. Ditengah maraknya budidaya pertanian organik, maka upaya pengendalian hama yang aman bagi produsen/petani dan konsumen serta menguntungkan petani, menjadi prioritas utama.
Adanya kekhawatiran akan pengaruh negatif tentang pemakaian agrokhemikal telah meningkatkan perhatian masyarakat kepada bioinsektisida sebagai alternative teknologi untuk menurunkan populasi hama. Salah satu alternatif pengendalian adalah pemanfaatan jamur penyebab penyakit pada serangga (bioinsectisida), yaitu jamur patogen serangga Beauveria bassiana.
Di Indonesia, hasil-hasil penelitian B. bassiana juga telah banyak dipublikasikan, terutama dari tanaman pangan untuk mengendalikan serangga hama kedelai (Riptortus linearis dan Spodoptera litura), walang sangit pada padi (Leptocoriza acuta) (Prayogo, 2006), Plutella xylostella pada sayursayuran (Hardiyanti, 2006), hama bubuk buah kopi Helopeltis antoni, dan penggerek buah kakaoHypothenemus hampei (Sudarmadji dan Prayogo, dalam Prayogo, 2006).
Saat ini produk bioinsektisida berbahan aktif B. bassiana telah tersedia secara komersial di Indonesia. Meskipun demikian, tampaknya pemanfaatannya di lapang khususnya untuk tanaman perkebunan belum optimal. Padahal,lingkungan mikro tanaman perkebunan sangat ideal bagi perkembangan epizootik cendawan-cendawan entomopatogen, termasuk B. bassiana. Keberlangsungan epizootik cendawan sangat dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban lingkungan, dan kriteria ini dapat ditemukan pada tanaman-tanaman perkebunan yang banyak diusahakan di Indonesia. Disamping itu, pemanfaatan cendawan ini dan patogen serangga secara umum dalam pengendalian hama berpotensi memberi keuntungan ekologis jangka panjang terhadap keseimbangan hayati maupun keberlanjutan sistem pertanian.
BAB II
ISI

Menurut klasifikasinya, B. bassiana termasuk klas Hypomycetes, ordo Hypocreales dari famili Clavicipitaceae (Hughes, 1971). Cendawan entomopatogen penyebab penyakit pada serangga ini pertama kali ditemukan oleh Agostino bassi di Beauce, Perancis. (Steinhaus, 1975) yang kemudian mengujinya pada ulat sutera (Bombyx mori). Penelitian tersebut bukan saja sebagai penemuan penyakit pertama pada serangga, tetapi juga yang pertama untuk binatang. Sebagai penghormatan kepada Agostino Bassi, cendawan ini kemudian diberi nama Beauveria bassiana.
Cendawan B. bassiana juga dikenal sebagai penyakit white muscardine karena miselia dan konidia (spora) yang dihasilkan berwarna putih (Gambar 1), bentuknya oval, dan tumbuh secara zig zag pada konidiopornya. Cendawan ini memiliki kisaran inang serangga yang sangat luas, meliputi ordo Lepidoptera, Coleoptera, dan Hemiptera. Selain itu, infeksinya juga sering ditemukan pada serangga-serangga Diptera maupun Hymenoptera (McCoy et al., 1988). Serangga inang utama B. bassiana yang dilaporkan oleh Plate (1976) antara lain: kutu pengisap (aphid), kutu putih (whitefly), belalang, hama pengisap, lalat, kumbang, ulat, thrips, tungau, dan beberapa spesies uret. Sedangkan habitat tanamannya mulai tanaman kedelai, sayur-sayuran, kapas, jeruk, buah-buahan, tanaman hias, hingga tanaman-tanaman hutan. Mekanisme infeksi dimulai dari melekatnya konidia pada kutikula serangga, kemudian berkecambah dan tumbuh di dalam tubuh inangnya. Hunt et al. (1984) menyatakan bahwa perkecambahan konidia cendawan baik pada integumen serangga maupun pada media buatan umumnya membutuhkan nutrisi tertentu, seperti glukosa, glukosamin, khitin, tepung, dan nitrogen, terutama untuk pertumbuhan hifa (Thomas et al., 1987). Beberapa strain isolat B.bassiana yang dikoleksi saat ini adalah berasal dari berbagai spesies serangga hama yang merupakan inang spesifiknya. Semua isolat telah diuji di aboratorium pada ulat H.armigera dan ternyata dua diantaranya menunjukkan virulensi tinggi .
B. bassiana memproduksi toksin yang disebut beauvericin (Kučera dan Samšiňáková, 1968). Antibiotik ini dapat menyebabkan gangguan pada fungsi hemolimfa dan nukleus serangga, sehingga mengakibatkan pembengkakan yang disertai pengerasan pada serangga yang terinfeksi. Selain secara kontak, B. bassiana juga dapat menginfeksi serangga melalui inokulasi atau kontaminasi pakan. Broome et al. (1976) menyatakan bahwa 37% dari konidia B. bassiana yang dicampurkan ke dalam pakan semut api, Selenopsis richteri, berkecambah di dalam saluran pencernaan inangnya dalam waktu 72 jam, sedangkan hifanya mampu menembus dinding usus antara 60-72 jam. Di dalam tubuh inangnya cendawan ini dengan cepat memperbanyak diri hingga seluruh jaringan serangga terinfeksi. Serangga yang telah terinfeksi B. bassiana biasanya akan berhenti makan, sehingga menjadi lemah, dan kematiannya bisa lebih cepat. Serangga yang mati tidak selalu disertai gejala pertumbuhan spora. Contohnya, aphid yang terinfeksi B.bassiana hanya mengalami pembengkakan tanpa terjadi perubahan warna. Demikian pula tempayak lalat yang terinfeksi B. bassiana sering ditemukan secara berkelompok pada ujung-ujung rerumputan (Plate, 1976).
Kematian serangga biasanya disebabkan oleh kerusakan jaringan secara menyeluruh, dan atau karena toksin yang diproduksi oleh cendawan. Menurut Cheung dan Grula (1982), penyakit white muscardine yang menyerang saluran pencernaan Heliothis zea mengakibatkan gangguan nutrisi hingga kematian. Serangga yang terbunuh tubuhnya akan berwarna putih karena ditumbuhi konidia B. bassiana. Jumlah konidia yang dapat dihasilkan oleh satu serangga ditentukan oleh besar kecilnya ukuran serangga tersebut. Setiap serangga terinfeksi B. bassiana akan efektif menjadi sumber infeksi bagi serangga sehat di sekitarnya.
Seperti cendawan lain, perrtumbuhan B. bassiana juga sangat ditentukan oleh kelembapan lingkungan. Namun demikian, cendawan ini juga memiliki fase resisten yang dapat mempertahankan kemampuannya menginfeksi inang pada kondisi kering. Keberadaan epizootiknya di alam menyebabkan B. bassiana secara cepat menginfeksi populasi serangga hingga menyebabkan kematian. Selain itu, kemampuan penetrasinya yang tinggi pada tubuh serangga menyebabkan cendawan ini juga dengan mudah menginfeksi serangga hama pengisap, seperti aphid (Aphis sp.) dan kutu putih Bemisia spp. yang tidak mudah terinfeksi oleh bakteri maupun virus.
Faktor lingkungan, terutama kelembaban dan temperatur serta sedikit cahaya sangat penting perannya dalam proses infeksi dan sporulasi cendawan entomopatogen (Roberts dan Campbell, 1977; McCoy et al., 1988). Temperatur optimum untuk perkembangan, patogenisitas, dan kelulusan hidup cendawan umumnya antara 20-30°C (McCoy et al., 1988). Untuk perkecambahan konidia dan sporulasi pada permukaan tubuh serangga dibutuhkan kelembaban sangat tinggi (> 90% RH), terutama kelembaban di lingkungan mikro sekitar konidia sangat penting perannya dalam proses perkecambahan dan produksi konidia (Millstein et al., 1983; Nordin et al., 1983). Tetapi sebaliknya untuk melepaskan konidia B. bassiana dari konidifor hanya dibutuhkan kelembaban sekitar 50% (Gottwald dan Tedders, 1982).
Meskipun pengaruh cahaya terhadap infeksi cendawan belum diketahui secara jelas, tetapi intensitas sinar ultraviolet tertentu dapat merusak konidia cendawan (Callaghan, 1969). Fuxa (1987) menyatakan bahwa intensitas cahaya matahari dengan rata-rata panjang gelombang antara 290-400 nm cukup efektif menurunkan persistensi deposit konidia pada pertanaman. Sementara Ignoffo et al. (1977) mengemukakan bahwa waktu paruh (half-life) sebagian besar spora cendawan yang terekspos cahaya buatan dengan panjang gelombang mendekati panjang gelombang sinar matahari (290-400 nm) hanya sekitar 1-4 jam, tetapi kenyataannya di lapang waktu paruh dapat mencapai lebih dari 4 jam.
Umumnya cendawan entomopatogen membutuhkan lingkungan yang lembab untuk dapat menginfeksi serangga, oleh karena itu epizootiknya di alam biasanya terbentuk pada saat kondisi lingkungan lembab atau basah. Keefektifan B. bassiana menginfeksi serangga hama tergantung pada spesies atau strain cendawan, dan kepekaan stadia serangga pada tingkat kelembaban lingkungan, struktur tanah (untuk serangga dalam tanah), dan temperatur yang tepat. Selain itu, harus terjadi kontak antara spora B. bassiana yang diterbangkan angin atau terbawa air dengan serangga inang agar terjadi infeksi. Plate (1976) juga menyatakan bahwa epizootik cendawan yang terbentuk secara alami efektif mengendalikan populasi aphid, tempayak lalat yang menyerang perakaran tanaman, belalang, dan thrip, disamping juga potensial sebagai faktor mortalitas utama aphid yang menyerang kentang dan tanaman inang lainnya.
Konidia merupakan unit B. bassiana yang paling infektif dan stabil untuk aplikasi di lapang dibandingkan dengan hifa maupun blastosporanya (Soper dan Ward, 1981; Feng et al., 1994). Konidia yang diaplikasikan dapat berupa suspensi (tidak diformulasi), formulasi butiran, dan bentuk pellet, dan ketiganya memperlihatkan hasil pengendalian yang cukup nyata. Stimac et al. (1993) menyatakan bahwa aplikasi konidia B. bassiana dengan cara sprinkle dan disemprotkan pada permukaan tanah sangat efektif menyebabkan mortalitas hama sasaran. Mortalitas hama semut api, Selenopsis invicta, yang dikendalikan dengan B. bassiana tertinggi mulai 3-8 hari setelah perlakuan. Sedangkan enkapsulasi (pellet) konidia B. bassiana dengan menggunakan kalsium alginat juga efektif meningkatkan mortalitas S. invicta (White, 1995), karena enkapsulasi menyebabkan konidia lebih stabil di dalam tanah.
Beberapa senyawa metabolit sekunder diproduksi oleh B. bassiana, seperti beauvericin, bassianin, bassiacridin, bassianolide, beauverolides, tenellin, dan oosporein (Strasser et al., 2000; Vey et al., 2001; Quesada-Moraga dan Vey, 2004). Senyawa metabolit sekunder ini dapat dihasilkan oleh B. bassiana pada epizootik di alam (tanah) maupun pada epizootik buatan (di laboratorium). Meskipun demikian, hingga saat ini belum ada laporan tentang tercemarnya rantai makanan oleh senyawa metabolit sekunder, atau terakumulasi di alam sebagai limbah epizootik B. bassiana (Vey et al., 2001).
Penggunaan B. bassiana dalam pengendalian hama telah diuji secara luas di berbagai negara. Hasil uji toksikologi terhadap salah satu produk B. bassiana, Botanigard, menunjukkan bahwa produk tersebut tidak menimbulkan dampak negatif yang berhubungan dengan patogenisitas dan toksisitasnya, sehingga produk tersebut digunakan secara aman selama lebih dari 10 tahun di Amerika Serikat dan juga di beberapa negara lain (US EPA, 2006).
Cendawan B. bassiana memiliki kisaran inang sangat luas, sehingga kurang selektif terhadap inang sasaran. Hal ini memungkinkan B. bassiana dapat menginfeksi serangga bukan sasaran atau serangga berguna. Namun, Plate (1976) mengungkapkan bahwa tingkat kepekaan serangga bukan sasaran terhadap infeksi B. bassiana sangat ditentukan oleh virulensi dan patogenisitas cendawan, serta spesies serangga inang. Selain itu, perbedaan fisiologis dan ekologis inang juga mempengaruhi infeksi B. bassiana. Misalnya, serangga bukan sasaran yang mudah terinfeksi B. bassiana di laboratorium tidak akan serta merta terinfeksi pada kondisi lapang. Ludwig dan Oetting (2001) menegaskan bahwa beberapa serangga musuh alami yang peka terhadap infeksi B. bassiana di laboratorium ternyata mengalami infeksi sangat rendah pada uji di rumah kaca. Disamping itu, hasil uji ekotoksikologi terhadap produk Botanigard menunjukkan bahwa risiko secara ekologis yang diperlihatkan oleh serangga bukan sasaran yang diperlakukan dengan formulasi B. bassiana sangat rendah (US EPA, 2006).
Dihubungkan dengan keamanan secara hayati, cendawan entomopatogen dikelompokkan menjadi cendawan dengan kisaran inang spesifik dan yang kisaran inangnya luas (MacLeod, 1963). Cendawan yang memiliki kisaran inang spesifik umumnya menjadi parasit sejati (obligat) dan bersifat sangat virulen tarhadap inang. Sebaliknya yang kisaran inangnya luas sebagian besar merupakan patogen fakultatif, bersifat saprofit, dan cenderung kurang patogenik (Goettel et al., 1990), dan biasanya virulensinya tinggi hanya pada spesies inang dari mana cendawan tersebut pertama kali diisolasi. Contoh, B. bassiana yang diisolasi dari ulat H. armigera akan lebih patogenik pada inangnya tersebut dibanding dengan inang-inangnya yang lain. Selain itu, cendawan yang kisaran inangnya lebih luas justru menjadi lebih spesifik menginfeksi inang jika di lapang. Hal ini dapat terjadi kemungkinan karena dipengaruhi oleh interaksi antara faktor abiotik dan biotik di lapang, sehingga serangga yang mudah terinfeksi di laboratorium belum tentu mudah juga terinfeksi di lapang. Oleh karena itu, kemungkinan terinfeksinya serangga bukan sasaran oleh B. bassiana di lapang sangat kecil. Dengan demikian, aplikasi B. bassiana di lapang cenderung aman bagi musuh alami atau serangga berguna lainnya. Infeksi B. bassiana pada manusia sangat jarang terjadi. Meskipun demikian, dilaporkan ada dua kasus infeksi B. bassiana yang menyebabkan mikosis pada manusia (Henke et al., 2002; Tucker et al., 2004). Namun infeksi tersebut terjadi pada kondisi kesehatan manusia yang sangat buruk akibat penyakit leukimia akut.
Pengujian Botanigard terhadap mamalia, burung, dan ikan juga tidak menunjukkan pengaruh negatif terhadap perkembangan hewan-hewan tersebut (US EPA, 2006). Demikian pula pengujian terhadap sejumlah reptil maupun vertebrata yang membuktikan bahwa B. bassiana tidak menginfeksi keduanya (Georg et al., 1962; Fromtling et al., 1979; Gonzalez et al., 1995).
Cukup banyak tersedia bahan untuk media alami perbanyakan B. bassiana, antara lain: beras, gandum, kedelai, jagung, padi-padian, sorghum, kentang, roti, dan kacang-kacangan. Bahan mana yang akan digunakan tergantung pada beberapa faktor, termasuk kemudahan memperoleh bahan tersebut, biaya, dan strain isolat yang akan diperbanyak. Dalam perbanyakan B. bassiana dengan bahan-bahan alami, untuk menghasilkan konidia dalam jumlah maksimal diperlukan media dengan partikel yang permukaannya lebih luas. Bahan media yang cenderung menggumpal akan memiliki luas permukaan yang sempit, sehingga produksi konidia juga sedikit. Media yang ideal adalah media yang tidak hanya mempunyai partikel dengan permukaan luas, tetapi juga yang dapat mempertahankan keutuhan partikel selama proses produksi (Maheva et al., 1984; Bradley et al., 1992).
Tiga jenis bahan media alami yang telah dicoba dalam perbanyakan B. bassiana skala besar di New Zealand adalah beras, gandum, dan barley. Hasilnya, beras merupakan media paling sesuai bagi perkembangan B. bassiana dengan produktivitas konidia tertinggi mencapai 4,38 x 109 konidia/g beras (Nelson dan Glare, 1996). Penggunaan berbagai jenis sereal, selain beras, sebagai media perbanyakan B. bassiana perlu dipertimbangkan mengingat kandungan nutrisinya yang sangat bervariasi (Jenkins et al., 1998). Perbedaan kandungan nutrisi ini sangat mempengaruhi produksi konidia, terutama per kelompok produksi (batch). Oleh karena itu, pemilihan bahan media perbanyakan harus dilakukan secara tepat, terutama memilih bahan yang memiliki kemampuan produksi konidia secara konsisten dalam kelompok-kelompok produksi. Hasil penelitian lain juga membuktikan bahwa beras putih merupakan bahan media perbanyakan B. bassiana yang tepat karena produksi konidia yang tinggi (Alves dan Pereira, 1989; Mendonca, 1992; Ibrahim dan Low, 1993; Milner et al., 1993). Hal tersebut
Menunjukkan bahwa kombinasi faktor-faktor produkai sangat kompatibel, termasuk keseimbangan nutrisi dalam bahan media, biaya produksi, kemudahan memperoleh bahan, karakter fisik bahan, seperti ukuran, bentuk, dan keutuhan bahan baik sebelum maupun setelah pengkolonisasian konidia.
Dalam perbanyakan, temperatur inkubasi dan cahaya sangat menentukan produktivitas konidia. Temperatur optimal setiap cendawan bervariasi tidak saja antar spesies, tetapi juga antar isolat (Thomas dan Jenkins, 1997; Alasoadura, 1963). Temperatur optimal untuk perkecambahan konidia adalah 25-30°C, dengan temperatur minimum 10°C dan maksimum 32°C. Sedangkan pH optimal untuk pertumbuhan adalah 5,7-5,9, tapi idealnya pH 7-8 (Goral dan Lappa, 1972). Beberapa cendawan membutuhkan cahaya untuk proses sporulasi, sedangkan cendawan lainnya tidak terpengaruh oleh cahaya. Tetapi ada pula cendawan yang sporulasinya terhambat pada tingkat intensitas cahaya tertentu (Vouk dan Klas, 1931). Penelitian terdahulu membuktikan bahwa B. bassiana yang diproduksi di lingkungan tanpa cahaya (gelap) konidianya cenderung berukuran lebih besar dan lebih virulen dibanding yang diproduksi pada tempat terang (Humphreys et al., 1989; Williams, 1959). Hal ini penting sebagai bahan pertimbangan dalam memilih kemasan yang sesuai apabila biakan cendawan harus dibawa ke luar areal perbanyakan. Selain itu yang lebih penting dalam perbanyakan B. bassiana untuk skala komersial adalah kesesuaian produk dengan teknik formulasi dan aplikasinya.
Umumnya produk B. bassiana diformulasi dalam bentuk bubuk (powder) dan merupakan formulasi paling efektif memicu kontak dengan hama sasaran (Stimac et al., 1993). Formulasi B. bassiana berupa pellet hasil enkapsulasi miselium selain efektif untuk meningkatkan mortalitas hama juga untuk mengurangi kompetisi dengan mikroba lain, sehingga meningkatkan daya hidup B. bassiana (White, 1995).
Dalam jurnal diketahui kalau penambahan tepung tapioka sebanyak 1 g dan suhu penyimpanan 5OC, mempunyai potensi yang baik dalam mempertahankan viabilitas spora B. bassiana sekurang-kurangnya sampai dua bulan penyimpanan. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan daya simpan tepung tapioka yang lebih baik daripada tepung beras dan maizena serta didukung oleh suhu rendah yang sesuai untuk mempertahankan viabilitas spora B. bassiana. Terjadi penurunan viabilitas spora kering B. bassiana lebih cepat, seiring dengan semakin meningkatnya dosis pembawa, suhu dan lama penyimpanan. Penyimpanan pada suhu 5OC menunjukkan kemampuan mempertahankan viabilitas spora B. bassiana kering murni lebih lama daripada kondisi suhu 23C dan suhu 29C.








BAB III
PENUTUP

Perkembangan pemanfaatan cendawan entomopatogen B. bassiana cukup pesat, karena cendawan ini dapat mengendalikan berbagai spesies serangga hama, baik yang hidup pada kanopi tanaman maupun di dalam tanah. B. bassiana aman bagi serangga bukan sasaran, terutama serangga berguna dan musuh alami. B. bassiana aman bagi serangga bukan sasaran, terutama serangga berguna dan musuh alami.


DAFTAR PUSTAKA

Soetopo,Deciyanto dan Iga Indrayani. 2007. Status Teknologi dan Prospek Beauveria bassiana Untuk Pengendalian Serangga Hama Tanaman Perkebunan Yang Ramah Lingkungan. Balai Penelitian Tanaman Tembakau dan Serat. Prospektif Volume 6 Nomor 1, Juni 2007 : 29 – 46

Sri-Sukamto dan Kelik yuliantoro. 2006. Pengaruh Suhu Penyimpanan Terhadap Viabilitas Beauveria bassiana (Bals.) Vuill. Dalam Beberapa Pembawa. Pelita Perkebunan 2006, 22(1), 40—57.

Trisawa dan Laba. 2006. Keefektifan Beauveria bassiana dan Spicaria sp. Terhadap Kepik Renda Lada Diconocoris hewetti (DIST.) (HEMIPTERA: TINGIDAE). Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik. Bul. Littro. Vol. XVII No. 2, 2006, 99 – 106

Euthanasia Lengkap

PENDAHULUAN

Sejauh ini Indonesia memang belum mengatur secara spesifik mengenai euthanasia (Mercy Killing). Euthanasia atau menghilangkan nyawa orang atas permintaan dirinya sendiri sama dengan perbuatan pidana menghilangkan nyawa seseorang. Dan hal ini masih menjadi perdebatan pada beberapa kalangan yang menyetujui tentang euthanasia dan pihak yang tidak setuju tentang euthanasia.

Pihak yang menyetujui euthanasia dapat dilakukan, hal ini berdasarkan bahwa setiap manusia memiliki hak untuk hidup dan hak untuk mengakhiri hidupnya dengan segera dan hal ini dilakukan dengan alasan yang cukup mendukung yaitu alasan kemanusian. Dengan keadaan dirinya yang tidak lagi memungkinkan untuk sembuh atau bahkan hidup, maka ia dapat melakukan permohonan untuk segera diakhiri hidupnya. Sementara sebagian pihak yang tidak membolehkan euthanasia beralasan bahwa setiap manusia tidak memiliki hak untuk mengakhiri hidupnya, karena masalah hidup dan mati adalah kekuasaan mutlak Tuhan yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia.

Perdebatan ini tidak akan pernah berakhir, karena sudut pandang yang dipakai sangatlah bertolak belakang, dan lagi-lagi alasan perdebatan tersebut adalah masalah legalitas dari perbuatan euthanasia. Walaupun pada dasarnya tindakan euthanasia termasuk dalam perbuatan tindak pidana yang diatur dalam pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Di Negara-negara Eropa (Belanda) dan Amerika tindakan euthanasia mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya, hal ini juga dilakukan oleh Negara Jepang. Tentunya dalam melakukan tindakan euthanasia harus melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar euthanasia bisa dilakukan.

Ada tiga petunjuk yang dapat digunakan untuk menentukan syarat prasarana luar biasa. Pertama, dari segi medis ada kepastian bahwa penyakit sudah tidak dapat disembuhkan lagi. Kedua, harga obat dan biaya tindakan medis sudah terlalu mahal. Ketiga, dibutuhkan usaha ekstra untuk mendapatkan obat atau tindakan medis tersebut. Dalam kasus-kasus seperti inilah orang sudah tidak diwajibkan lagi untuk mengusahakan obat atau tindakan medis.

Bahkan, euthanasia dengan menyuntik mati disamakan dengan tindakan pidana pembunuhan. Alternatif terakhir yang mungkin bisa diambil adalah penggunaan sarana via extraordinaria. Jika memang dokter sudah angkat tangan dan memastikan secara medis penyakit tidak dapat disembuhkan serta masih butuh biaya yang sangat besar jika masih harus dirawat, apalagi perawatan harus diusahakan secara ekstra, maka yang dapat dilakukan adalah memberhentikan proses pengobatan dan tindakan medis di rumah sakit.

Di Indonesia masalah euthanasia masih belum mandapatkan tempat yang diakui secara yuridis dan mungkinkah dalam perkembangan Hukum Positif Indonesia, euthanasia akan mendapatkan tempat yang diakui secara yuridis. Kasus yang terakhir yang pengajuan permohonan euthanasia oleh suami Again ke Pengadilan Negeri Jakarta, belum dikabulkan. Dan akhirnya korban yang mengalami koma dan ganguan permanen pada otaknya sempat dimintakan untuk dilakukan euthanasia, dan sebelum permohonan dikabulkan korban sembuh dari komanya dan dinyatakan sehat oleh dokter.
Apabila hukum di Indonesia kelak mau menjadikan persoalan euthanasia sebagai salah satu materi pembahasan, semoga tetap diperhatikan dan dipertimbangkan sisi nilai-nilainya, baik sosial, etika, maupun moral.

Makalah ini akan menjelaskan tentang euthasia, klasifikasi atau pengelompokannya serta bagaimana masalah ini menurut peraturan perundangan di Indonesia dan menurut agama Islam. Serta membandingkan dengan beberapa peraturan di luar negeri yang melegalkan euthanasia.

BAB II
ISI

II. 1. Pengertian dan Sejarah Euthanasia
Euthanasia secara bahasa berasal dari bahasa Yunani eu yang berarti baik, dan thanatos, yang berarti kematian (Utomo, 2003:177). Dalam bahasa Arab dikenal dengan istilah qatlu ar-rahma atau taysir al-maut. Menurut istilah kedokteran, euthanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan. Juga berarti mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya (Hasan, 1995:145).

Ditinjau dari sudut pemberian izin maka eutanasia dapat digolongkan menjadi tiga yaitu :
 Eutanasia diluar kemauan pasien: yaitu suatu tindakan eutanasia yang bertentangan dengan keinginan si pasien untuk tetap hidup. Tindakan eutanasia semacam ini dapat disamakan dengan pembunuhan.
 Eutanasia secara tidak sukarela: Eutanasia semacam ini adalah yang seringkali menjadi bahan perdebatan dan dianggap sebagai suatu tindakan yang keliru oleh siapapun juga.Hal ini terjadi apabila seseorang yang tidak berkompeten atau tidak berhak untuk mengambil suatu keputusan misalnya statusnya hanyalah seorang wali dari si pasien (seperti pada kasus Terri Schiavo). Kasus ini menjadi sangat kontroversial sebab beberapa orang wali mengaku memiliki hak untuk mengambil keputusan bagi si pasien.
 Eutanasia secara sukarela : dilakukan atas persetujuan si pasien sendiri, namun hal ini juga masih merupakan hal kontroversial.

Beberapa tujuan pokok dari dilakukannya eutanasia antara lain yaitu :
 Pembunuhan berdasarkan belas kasihan (mercy killing)
 Eutanasia hewan
 Eutanasia berdasarkan bantuan dokter, ini adalah bentuk lain daripada eutanasia agresif secara sukarela

Dalam praktik kedokteran, dikenal dua macam euthanasia, yaitu euthanasia aktif dan euthanasia pasif. Euthanasia aktif adalah tindakan dokter mempercepat kematian pasien dengan memberikan suntikan ke dalam tubuh pasien tersebut. Suntikan diberikan pada saat keadaan penyakit pasien sudah sangat parah atau sudah sampai pada stadium akhir, yang menurut perhitungan medis sudah tidak mungkin lagi bisa sembuh atau bertahan lama. Alasan yang biasanya dikemukakan dokter adalah bahwa pengobatan yang diberikan hanya akan memperpanjang penderitaan pasien serta tidak akan mengurangi sakit yang memang sudah parah (Utomo, 2003:176).

Contoh euthanasia aktif, misalnya ada seseorang menderita kanker ganas dengan rasa sakit yang luar biasa sehingga pasien sering kali pingsan. Dalam hal ini, dokter yakin yang bersangkutan akan meninggal dunia. Kemudian dokter memberinya obat dengan takaran tinggi (overdosis) yang sekiranya dapat menghilangkan rasa sakitnya, tetapi menghentikan pernapasannya sekaligus (Utomo, 2003:178).

Adapun euthanasia pasif, adalah tindakan dokter menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian pasien. Alasan yang lazim dikemukakan dokter adalah karena keadaan ekonomi pasien yang terbatas, sementara dana yang dibutuhkan untuk pengobatan sangat tinggi, sedangkan fungsi pengobatan menurut perhitungan dokter sudah tidak efektif lagi. Terdapat tindakan lain yang bisa digolongkan euthanasia pasif, yaitu tindakan dokter menghentikan pengobatan terhadap pasien yang menurut penelitian medis masih mungkin sembuh. Alasan yang dikemukakan dokter umumnya adalah ketidakmampuan pasien dari segi ekonomi, yang tidak mampu lagi membiayai dana pengobatan yang sangat tinggi (Utomo, 2003:176).

Contoh euthanasia pasif, misalkan penderita kanker yang sudah kritis, orang sakit yang sudah dalam keadaan koma, disebabkan benturan pada otak yang tidak ada harapan untuk sembuh. Atau, orang yang terkena serangan penyakit paru-paru yang jika tidak diobati maka dapat mematikan penderita. Dalam kondisi demikian, jika pengobatan terhadapnya dihentikan, akan dapat mempercepat kematiannya (Utomo, 2003:177).

Menurut Deklarasi Lisabon 1981, euthanasia dari sudut kemanusiaan dibenarkan dan merupakan hak bagi pasien yang menderita sakit yang tidak dapat disembuhkan. Namun dalam praktiknya dokter tidak mudah melakukan euthanasia, karena ada dua kendala. Pertama, dokter terikat dengan kode etik kedokteran bahwa ia dituntut membantu meringankan penderitaan pasien Tapi di sisi lain, dokter menghilangkan nyawa orang lain yang berarti melanggar kode etik kedokteran itu sendiri. Kedua, tindakan menghilangkan nyawa orang lain merupakan tindak pidana di negara mana pun. (Utomo, 2003:178).

Kata eutanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (= baik) and "thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippokrates pertama kali menggunakan istilah "eutanasia" ini pada "sumpah Hippokrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.

Sumpah tersebut berbunyi: "Saya tidak akan menyarankan dan atau memberikan obat yang mematikan kepada siapapun meskipun telah dimintakan untuk itu".
Dalam sejarah hukum Inggris yaitu common law sejak tahun 1300 hingga saat "bunuh diri" ataupun "membantu pelaksanaan bunuh diri" tidak diperbolehkan.

Sejak abad ke-19, eutanasia telah memicu timbulnya perdebatan dan pergerakan di wilayah Amerika Utara dan di Eropa Pada tahun 1828 undang-undang anti eutanasia mulai diberlakukan di negara bagian New York, yang pada beberapa tahun kemudian diberlakukan pula oleh beberapa negara bagian.

Setelah masa Perang Saudara, beberapa advokat dan beberapa dokter mendukung dilakukannya eutanasia secara sukarela.

Kelompok-kelompok pendukung eutanasia mulanya terbentuk di Inggris pada tahun 1935 dan di Amerika pada tahun 1938 yang memberikan dukungannya pada pelaksanaan eutanasia agresif, walaupun demikian perjuangan untuk melegalkan eutanasia tidak berhasil digolkan di Amerika maupun Inggris.

Pada tahun 1937, eutanasia atas anjuran dokter dilegalkan di Swiss sepanjang pasien yang bersangkutan tidak memperoleh keuntungan daripadanya.

Pada era yang sama, pengadilan Amerika menolak beberapa permohonan dari pasien yang sakit parah dan beberapa orang tua yang memiliki anak cacat yang mengajukan permohonan eutanasia kepada dokter sebagai bentuk "pembunuhan berdasarkan belas kasihan".

Pada tahun 1939, pasukan Nazi Jerman melakukan suatu tindakan kontroversial dalam suatu "program" eutanasia terhadap anak-anak dibawah umur 3 tahun yang menderitan keterbelakangan mental, cacat tubuh, ataupun gangguan lainnya yang menjadikan hidup mereka tak berguna. Program ini dikenal dengan nama Aksi T4 ("Action T4") yang kelak diberlakukan juga terhadap anak-anak usia diatas 3 tahun dan para jompo / lansia.

Setelah dunia menyaksikan kekejaman Nazi dalam melakukan kejahatan eutanasia, pada era tahun 1940 dan 1950 maka berkuranglah dukungan terhadap eutanasia, terlebih-lebih lagi terhadap tindakan eutanasia yang dilakukan secara tidak sukarela ataupun karena disebabkan oleh cacat genetika.
Praktek-praktek Eutanasia yang dilaporkan dalam berbagai tindakan masyarakat:
• Di India pernah dipraktekkan suatu kebiasaan untuk melemparkan orang-orang tua ke dalam sungai Gangga.
• Di Sardinia orang tua dipukul hingga mati oleh anak laki-laki tertuanya di zaman purba.
• Uruguay mencantumkan kebebasan praktek eutanasia dalam undang-undang yang telah berlaku sejak tahun 1933.
• Di beberapa negara Eropa, praktek eutanasia bukan lagi kejahatan kecuali di Norwegia yang sejak 1902 memperlakukannya sebagai kejahatan khusus.
• Di Amerika Serikat, khususnya di semua negara bagian mencantumkan eutanasia sebagai kejahatan. Bunuh diri atau membiarkan dirinya dibunuh adalah melanggar hukum di Amerika Serikat.
• Satu-satunya negara yang dapat melakukan tindakan eutanasia bagi para anggotanya adalah Belanda. Anggota yang telah diterima dengan persyaratan tertentu dapat meminta tindakan eutanasia atas dirinya. Ada beberapa warga Amerika Serikat yang menjadi anggotanya. Dalam praktek medis, biasanya tidaklah pernah dilakukan eutanasia aktif, akan tetapi mungkin ada praktek-praktek medis yang dapat digolongkan eutanasia pasif.

II. 2. Euthanasia dalam Peraturan di Indonesia
Berdasarkan hukum di Indonesia maka eutanasia adalah sesuatu perbuatan yang melawan hukum, hal ini dapat dilihat pada peraturan perundang-undangan yang ada yaitu pada Pasal 344 Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan bahwa ”Barang siapa menghilangkan nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata dan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun”. Juga demikian halnya nampak pada pengaturan pasal-pasal 338, 340, 345, dan 359 KUHP yang juga dapat dikatakan memenuhi unsur-unsur delik dalam perbuatan eutanasia. Dengan demikian, secara formal hukum yang berlaku di negara kita memang tidak mengizinkan tindakan eutanasia oleh siapa pun.

Ketua umum pengurus besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Farid Anfasal Moeloek dalam suatu pernyataannya yang dimuat oleh majalah Tempo Selasa 5 Oktober 2004 menyatakan bahwa : Eutanasia atau "pembunuhan tanpa penderitaan" hingga saat ini belum dapat diterima dalam nilai dan norma yang berkembang dalam masyarakat Indonesia. "Euthanasia hingga saat ini tidak sesuai dengan etika yang dianut oleh bangsa dan melanggar hukum positif yang masih berlaku yakni KUHP.

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; “seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedikterannya sebagai seorang profesi dikter harus sesuai dengan ilmu kedikteran mutakhir, hukum dan agama.

KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan prifesinya seorang dokter tidak boleh melakukan;


II. 3. Euthanasia dalam hukum Islam
Syariah Islam merupakan syariah sempurna yang mampu mengatasi segala persoalan di segala waktu dan tempat.

Berikut ini solusi syariah terhadap euthanasia, baik euthanasia aktif maupun euthanasia pasif.
A. Euthanasia Aktif
Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu ala˜amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT :
Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. (QS Al-Anaam : 151)
Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain), kecuali karena tersalah (tidak sengaja)...(QS An-Nisaa` : 92)
Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. (QS An-Nisaa` : 29).
Dari dalil-dalil di atas, jelaslah bahwa haram hukumnya bagi dokter melakukan euthanasia aktif. Sebab tindakan itu termasuk ke dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-amad) yang merupakan tindak pidana (jarimah) dan dosa besar.

Dokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah :

Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.(QS Al-Baqarah : 178) Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan. Firman Allah SWT :

Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).(QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).

Tidak dapat diterima, alasan euthanasia aktif yang sering dikemukakan yaitu kasihan melihat penderitaan pasien sehingga kemudian dokter memudahkan kematiannya. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lainnya yang tidak diketahui dan tidak dijangkau manusia. Dengan mempercepat kematian pasien dengan euthanasia aktif, pasien tidak mendapatkan manfaat (hikmah) dari ujian sakit yang diberikan Allah kepada-Nya, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW bersabda,Tidaklah menimpa kepada seseorang muslim suatu musibah, baik kesulitan, sakit, kesedihan, kesusahan, maupun penyakit, bahkan duri yang menusuknya, kecuali Allah menghapuskan kesalahan atau dosanya dengan musibah yang menimpanya itu. (HR Bukhari dan Muslim).

B. Euthanasia Pasif
Adapun hukum euthanasia pasif, sebenarnya faktanya termasuk dalam praktik menghentikan pengobatan. Tindakan tersebut dilakukan berdasarkan keyakinan dokter bahwa pengobatan yag dilakukan tidak ada gunanya lagi dan tidak memberikan harapan sembuh kepada pasien. Karena itu, dokter menghentikan pengobatan kepada pasien, misalnya dengan cara menghentikan alat pernapasan buatan dari tubuh pasien.

Hukum menurut syariat Islam, bergantung kepada pengetahuan kita tentang hukum berobat (at-tadaawi) itu sendiri. Yakni, apakah berobat itu wajib, mandub,mubah, atau makruh? Dalam masalah ini ada perbedaan pendapat. Menurut jumhur ulama, mengobati atau berobat itu hukumnya mandub (sunnah), tidak wajib. Namun sebagian ulama ada yang mewajibkan berobat, seperti kalangan ulama Syafiiyah dan Hanabilah, seperti dikemukakan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah (Utomo, 2003:180).

Menurut Abdul Qadim Zallum (1998:68) hukum berobat adalah mandub. Tidak wajib. Hal ini berdasarkan berbagai hadits, di mana pada satu sisi Nabi SAW menuntut umatnya untuk berobat, sedangkan di sisi lain, ada qarinah (indikasi) bahwa tuntutan itu bukanlah tuntutan yang tegas (wajib), tapi tuntutan yag tidak tegas (sunnah).

Di antara hadits-hadits tersebut, adalah hadits bahwa Rasulullah SAW bersabda :
Sesungguhnya Allah Azza Wa Jalla setiap kali menciptakan penyakit, Dia ciptakan pula obatnya. Maka berobatlah kalian!(HR Ahmad, dari Anas RA)

Hadits di atas menunjukkan Rasulullah SAW memerintahkan untuk berobat. Menurut ilmu Ushul Fiqih, perintah (al-amr) itu hanya memberi makna adanya tuntutan (li ath-thalab), bukan menunjukkan kewajiban (li al-wujub). Ini sesuai kaidah ushul : Al-Ashlu fi al-amri li ath-thalab Perintah itu pada asalnya adalah sekedar menunjukkan adanya tuntutan. (An-Nabhani, 1953) Jadi, hadits riwayat Imam Ahmad di atas hanya menuntut kita berobat. Dalam hadits itu tidak terdapat suatu indikasi pun bahwa tuntutan itu bersifat wajib. Bahkan, qarinah yang ada dalam hadits-hadits lain justru menunjukkan bahwa perintah di atas tidak bersifat wajib. Hadits-hadits lain itu membolehkan tidak berobat.

Di antaranya ialah hadits yang diriwayatkan Ibnu Abbas RA, bahwa seorang perempuan hitam pernah datang kepada Nabi SAW lalu berkata, Sesungguhnya aku terkena penyakit ayan (epilepsi) dan sering tersingkap auratku [saat kambuh]. Berdoalah kepada Allah untuk kesembuhanku! Nabi SAW berkata, Jika kamu mau, kamu bersabar dan akan mendapat surga. Jika tidak mau, aku akan berdoa kepada Allah agar Dia menyembuhkanmu. Perempuan itu berkata,Baiklah aku akan bersabar, lalu dia berkata lagi,Sesungguhnya auratku sering tersingkap [saat ayanku kambuh], maka berdoalah kepada Allah agar auratku tidak tersingkap. Maka Nabi SAW lalu berdoa untuknya. (HR Bukhari)

Hadits di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadits ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat, maka hadits terakhir ini menjadi indikasi (qarinah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandub), bukan wajib (Zallum, 1998:69).

Dengan demikian, jelaslah pengobatan atau berobat hukumnya sunnah, termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien. Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yag telah kritis keadaannya?

Abdul Qadim Zallum (1998:69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya, maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab pada dasarnya penggunaan alat-alat bantu tersebut adalah termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, bukan wajib.Kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Meskipun sebagian organ vital lainnya masih bisa berfungsi, tetap tidak akan dapat mengembalikan kehidupan kepada pasien, karena organ-organ ini pun akan segera tidak berfungsi.

Berdasarkan penjelasan di atas, maka hukum pemasangan alat-alat bantu kepada pasien adalah sunnah, karena termasuk aktivitas berobat yang hukumnya sunnah. Karena itu, hukum euthanasia pasif dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien “setelah matinya/rusaknya organ otak”hukumnya boleh (jaiz) dan tidak haram bagi dokter. Jadi setelah mencabut alat-alat tersebut dari tubuh pasien, dokter tidak dapat dapat dikatakan berdosa dan tidak dapat dimintai tanggung jawab mengenai tindakannya itu (Zallum, 1998:69; Zuhaili, 1996:500; Utomo, 2003:182).

Namun untuk bebasnya tanggung jawab dokter, disyaratkan adanya izin dari pasien, walinya, atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali, atau washi, maka wajib diperlukan izin dari pihak penguasa (Al-Hakim/Ulil Amri) (Audah, 1992 : 522-523).

II. 4. Euthanasia dalam hukum negara lain
Sejauh ini eutanasia diperkenankan yaitu dinegara Belanda, Belgia serta ditoleransi di negara bagian Oregon di Amerika, Kolombia dan Swiss dan dibeberapa Negara dinyatakan sebagai kejahatan seperti di Spanyol, Jerman dan Denmark

A. Belanda
Pada tanggal 10 April 2001 Belanda menerbitkan undang-undang yang mengizinkan eutanasia, undang-undang ini dinyatakan efektif berlaku sejak tanggal 1 April 2002, yang menjadikan Belanda menjadi negara pertama di dunia yang melegalisasi praktik eutanasia. Pasien-pasien yang mengalami sakit menahun dan tak tersembuhkan, diberi hak untuk mengakhiri penderitaannya.

Tetapi perlu ditekankan, bahwa dalam Kitab Hukum Pidana Belanda secara formal euthanasia dan bunuh diri berbantuan masih dipertahankan sebagai perbuatan kriminal.

Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan eutanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.

Sejak akhir tahun 1993, Belanda secara hukum mengatur kewajiban para dokter untuk melapor semua kasus eutanasia dan bunuh diri berbantuan. Instansi kehakiman selalu akan menilai betul tidaknya prosedurnya. Pada tahun 2002, sebuah konvensi yang berusia 20 tahun telah dikodifikasi oleh undang-undang belanda, dimana seorang dokter yang melakukan eutanasia pada suatu kasus tertentu tidak akan dihukum.

B. Australia
Negara bagian Australia, Northern Territory, menjadi tempat pertama di dunia dengan UU yang mengizinkan euthanasia dan bunuh diri berbantuan, meski reputasi ini tidak bertahan lama. Pada tahun 1995 Northern Territory menerima UU yang disebut "Right of the terminally ill bill" (UU tentang hak pasien terminal). Undang-undang baru ini beberapa kali dipraktikkan, tetapi bulan Maret 1997 ditiadakan oleh keputusan Senat Australia, sehingga harus ditarik kembali.

C. Belgia
Parlemen Belgia telah melegalisasi tindakan eutanasia pada akhir September 2002. Para pendukung eutanasia menyatakan bahwa ribuan tindakan eutanasia setiap tahunnya telah dilakukan sejak dilegalisasikannya tindakan eutanasia dinegara ini, namun mereka juga mengkritik sulitnya prosedur pelaksanaan eutanasia ini sehingga timbul suatu kesan adaya upaya untuk menciptakan "birokrasi kematian".

Belgia kini menjadi negara ketiga yang melegalisasi eutanasia ( setelah Belanda dan negara bagian Oregon di Amerika ).

Senator Philippe Mahoux, dari partai sosialis yang merupakan salah satu penyusun rancangan undang-undang tersebut menyatakan bahwa seorang pasien yang menderita secara jasmani dan psikologis adalah merupakan orang yang memiliki hak penuh untuk memutuskan kelangsungan hidupnya dan penentuan saat-saat akhir hidupnya.

D. Amerika
Eutanasia agresif dinyatakan ilegal dibanyak negara bagian di Amerika. Saat ini satu-satunya negara bagian di Amerika yang hukumnya secara eksplisit mengizinkan pasien terminal ( pasien yang tidak mungkin lagi disembuhkan) mengakhiri hidupnya adalah negara bagian Oregon, yang pada tahun melegalisasikan kemungkinan dilakukannya eutanasia dengan memberlakukan UU tentang kematian yang pantas (Oregon Death with Dignity Act) . Tetapi undang-undang ini hanya menyangkut bunuh diri berbantuan, bukan euthanasia.

Syarat-syarat yang diwajibkan cukup ketat, dimana pasien terminal berusia 18 tahun ke atas boleh minta bantuan untuk bunuh diri, jika mereka diperkirakan akan meninggal dalam enam bulan dan keinginan ini harus diajukan sampai tiga kali pasien, dimana dua kali secara lisan (dengan tenggang waktu 15 hari di antaranya) dan sekali secara tertulis (dihadiri dua saksi dimana salah satu saksi tidak boleh memiliki hubungan keluarga dengan pasien). Dokter kedua harus mengkonfirmasikan diagnosis penyakit dan prognosis serta memastikan bahwa pasien dalam mengambil keputusan itu tidak berada dalam keadaan gangguan mental.Hukum juga mengatur secara tegas bahwa keputusan pasien untuk mengakhiri hidupnya tersebut tidak boleh berpengaruh terhadap asuransi yang dimilikinya baik asuransi kesehatan, jiwa maupun kecelakaan ataupun juga simpanan hari tuanya.

Belum jelas apakah undang-undang Oregon ini bisa dipertahankan di masa depan, sebab dalam Senat AS pun ada usaha untuk meniadakan UU negara bagian ini. Mungkin saja nanti nasibnya sama dengan UU Northern Territory di Australia. Bulan Februari lalu sebuah studi terbit tentang pelaksanaan UU Oregon selama tahun 1999.

Sebuah lembaga jajak pendapat terkenal yaitu Poling Gallup (Gallup Poll) menunjukkan bahwa 60% orang Amerika mendukung dilakukannya eutanasia

II.5. Kontroversi Euthanasia dan Sebagian Kasus Euthanasia di dunia
Munculnya pro dan kontra seputar persoalan euthanasia menjadi beban tersendiri bagi komunitas hukum. Sebab, pada persoalan “legalitas” inilah persoalan euthanasia akan bermuara. Kejelasan tentang sejauh mana hukum (pidana) positif memberikan regulasi/pengaturan terhadap persoalan euthanasia akan sangat membantu masyarakat di dalam menyikapi persoalan tersebut. Lebih-lebih di tengah kebingungan kultural karena munculnya pro dan kontra tentang legalitasnya.
Patut menjadi catatan, bahwa secara yuridis formal dalam hukum pidana positif di Indonesia hanya dikenal satu bentuk euthanasia, yaitu euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien/korban itu sendiri (voluntary euthanasia) sebagaimana secara eksplisit diatur dalam Pasal 344 KUHP. Pasal 344 KUHP secara tegas menyatakan :

“Barang siapa merampas nyawa orang lain atas permintaan orang itu sendiri yang jelas dinyatakan dengan kesungguhan hati diancam dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.

Bertolak dari ketentuan Pasal 344 KUHP tersebut tersimpul, bahwa pembunuhan atas permintaan korban sekalipun tetap diancam pidana bagi pelakunya. Dengan demikian, dalam konteks hukum positif di Indonesia euthanasia tetap dianggap sebagai perbuatan yang dilarang. Dengan demikian dalam konteks hukum positif di Indonesia, tidak dimungkinkan dilakukan “pengakhiran hidup seseorang” sekalipun atas permintaan orang itu sendiri. Perbuatan tersebut tetap dikualifikasi sebagai tindak pidana, yaitu sebagai perbuatan yang diancam dengan pidana bagi siapa yang melanggar larangan tersebut.

Mengacu pada ketentuan tersebut di atas, maka munculnya kasus permintaan tindakan medis untuk mengakhiri kehidupan yang muncul akhir-akhir ini (kasus Hasan Kesuma yang mengajukan suntik mati untuk istrinya, Ny. Agian dan terakhir kasus Rudi Hartono yang mengajukan hal yang sama untuk istrinya, Siti Zuleha) perlu dicermati secara hukum.

Kedua kasus ini secara konseptual dikualifikasi sebagai non voluntary euthanasia, tetapi secara yuridis formal (dalam KUHP) dua kasus ini tidak bisa dikualifikasi sebagai euthanasia sebagaimana diatur dalam Pasal 344 KUHP. Secara yuridis formal kualifikasi (yang paling mungkin) untuk kedua kasus ini adalah pembunuhan biasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 338 KUHP, atau pembunuhan berencana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 340 KUHP. Dalam ketentuan Pasal 338 KUHP secara tegas dinyatakan, “

Barang siapa sengaja merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”. Sementara dalam ketentuan Pasal 340 KUHP dinyatakan,
“ Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana lebih dulu merampas nyawa orang lain diancam, karena pembunuhan berencana, dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.

Di luar dua ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia, yaitu ketentuan Pasal 356 (3) KUHP yang juga mengancam terhadap “Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum”.
Selain itu patut juga diperhatikan adanya ketentuan dalam Bab XV KUHP khususnya Pasal 304 dan Pasal 306 (2). Dalam ketentuan Pasal 304 KUHP dinyatakan,

“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak tiga ratus rupiah”.

Sementara dalam ketentuan Pasal 306 (2) KUHP dinyatakan, “Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal sembilan tahun”.

Dua ketentuan terakhir tersebut di atas memberikan penegasan, bahwa dalam konteks hukum positif di Indonesia, meninggalkan orang yang perlu ditolong juga dikualifikasi sebagai tindak pidana. Dua pasal terakhir ini juga bermakna melarang terjadinya euthanasia pasif yang sering terjadi di Indonesia.

Fenomena euthanasia ini berkembang lagi ketika kasus Nyonya Agian mencuat di permukaan ketika suaminya (Hasan) meminta DPRD Bogor untuk mengagalkan keinginannya untuk meng-eutanasia istrinya tersebut. Banyak orang yang menentang apa yang dilakukan Hasan pada istrinya tersebut,dengan alasan bahwa eutanasia itu bertentangan dengan nilai-nilai etika, moral karena termasuk perbuatan yang merendahkan martabat manusia dan perbuatannya tergolong pembunuhan, mengingat kematian menjadi tujuan.

Sebuah karangan berjudul "The Slippery Slope of Dutch Euthanasia" dalam majalah Human Life International Special Report Nomor 67, November 1998, halaman 3 melaporkan bahwa sejak tahun 1994 setiap dokter di Belanda dimungkinkan melakukan euthanasia dan tidak akan dituntut di pengadilan asalkan mengikuti beberapa prosedur yang telah ditetapkan. Prosedur tersebut adalah mengadakan konsultasi dengan rekan sejawat (tidak harus seorang spesialis) dan membuat laporan dengan menjawab sekitar 50 pertanyaan.
Kiranya persoalan euthanasia, meskipun pelaksanaannya tidak harus dan tidak selalu dengan suntikan, merupakan sebuah persoalan dilematis. Selain hukum, praktik eutanasia tentu saja berbenturan dengan nilai-nilai etika dan moral yang menjunjung tinggi harkat dan martabat kehidupan manusia. Adanya indikasi-indikasi baik medis maupun ekonomis tidak secara otomatis melegitimasi praktik eutanasia mengingat eutanasia berhadapan dengan faham nilai menyangkut hak dan kewajiban menghormati dan membela kehidupan.

Di Negara-negara Eropa (Belanda) dan Amerika tindakan euthanasia mendapatkan tempat tersendiri yang diakui legalitasnya, hal ini juga dilakukan oleh Negara Jepang. Tentunya dalam melakukan tindakan euthanasia harus melalui prosedur dan persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi agar euthanasia bisa dilakukan.
Didalam KUHP Austria Pasal 139 a berbunyi ;

“Seseorang yang membunuh orang lain atas permintaan yang jelas dan sungguh- sungguh terhadap korban dianggap bersalah melakukan delik berat pembunuhan manusia atas permintaan akan dipidana dengan pidana penjara berat dari lima sampai sepuluh tahun”.
Sebagai bahan perbandingan. Ternyata di negara inipun melarang adanya eutanasia

BAB III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
Al-Jawi, Muhammad Shiddiq. 2005. Euthanasia dalam Hukum Islam. http: khilafah1924.org. diakses tanggal 2 April 2009 jam 14.24
Euthanasia. http: www.tftwindo.org. Diakses tanggal 2 April 2009 jam 14.02
Euthanasia. http: www.wikipedia.com. Diakses tanggal jam 2 April 2009 jam 14.09
Euthanasia Persepektif Medis Dan Hukum Pidana Indonesia. http : tittoarema.blogspot.com. Diakses tanggal 2 April 2009 jam 14.12
Utomo, Budi Setiawan.2008. Konsultasi Fikih Kontemporer: Hukum Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran. http://www.eramuslim.com. Diakses tanggal 2 April jam 14.22

Al-Afghani

B.Riwayat hidup Al-Afghani

Tempat dan Tarikh Lahirnya

Name sebenarnya Sayid Jamaluddin al-Afghani ialah Muhammad Jamaluddin al-Afghani al-Husaini. Namun, terdapat setengah sumber menyatakan nama sebenarnya ialah Muhammad ibn Safdar al-Husain. Dilahirkan pada tahun 1838 Masihi bersamaan dengan 1254 Hijrah, beliau dibesarkan di tempat lahirnya, iaitu di Asadabad, salah satu kawasan di Zon Kunar di Afghanistan. Datuknya, Sayid Ali pernah tinggal untuk sementara waktu di Hamedan, Iran dan beliau dikenali sebagai Hamadani. Manakala ayah Sayid Jamaluddin al-Afghani, Sayid Safdar, menetap di Kabul pada 1844 Masihi bersama keluarganya. Beberapa tahun kemudian, beliau berpindah ke Hamedan, Iran, disebabkan tekanan politik yang diletakkan ke atasnya oleh Raja Afghanistan. Walau bagaimanapun, menurut sumber dari beberapa warganegara Iran, beliau dilahirkan di As’adabad di Zon Hamedan, Iran.

Sayid Jamaluddin al-Afghani mempunyai pertalian darah dengan seorang periwayat hadis yang terkenal, Imam at-Tarmizi dan seterusnya kepada Saidina Ali bin Abi Talib.

Sayid Jamaluddin al-Afghani adalah seorang yang suka mengembara. Dia telah mengembara ke beberapa tempat seperti Najaf, India, Makkah, Tehran dan Khurasan.

Al-afghani meninggal dunia pada tahun 1897 Masihi bersamaan 1314 Hijrah ketika berusia 60 tahun dan beliau dikebumikan di Istanbul. Pada lewat tahun 1944, jenazah Sayid Jamaluddin al-Afghani dibawa ke Afghanistan atas permintaan kerajaan Afghanistan. Jenazahnya dikebumikan di Kabul di dalam Universiti Kabul. Sebuah mousoleum telah dirikan untuknya.

Pendidikan

Pendiddikan awal Sayid Jamaluddin al-Afghani dari orang tuanya adalah bidang ilmu agama dan bahasa Arab. Dia mempelajari asas-asas bahasa Arab seperti nahu dan sastra ketika itu. Selepas itu, dia mempelajari ilmu-ilmu keagamaan seperti ilmu tauhid, fikah, usul fikah, tafsir, hadis dan lain-lain.

Sayid Jamaluddin telah menghafaz al-Quran ketika beliau berusia 12 tahun. Dia mendalami beberapa disiplin ilmu seperti hadis, falsafah, mantik, usuluddin, perubatan, dan ilmu kalam ketika berada di Najaf. Ketika Sayid Jamaluddin al-Afghani merantau ke India, dia telah mempelajari ilmu-ilmu moden seperti sains dan matematik.

Dalam pada itu, Sayid Jamaluddin al-Afghani juga mula berkarya. Karya Sayid Jamaluddin al-Afghani yang pertama berjudul Keterangan Lengkap tentang Sejarah Afghanistan.

Semasa menetap di Mesir, dia telah bertemu dengan ramai penuntut Universiti al-Azhar yang datang menimba ilmu dan pengalaman daripadanya, termasuklah Syeikh Muhammad Abduh. Hasil pertemuan tersebut telah menyemarakkan gerakan pemikiran Jamaluddin di Mesir. Gerakan ini dikenali sebagai Gerakan Islam

Ketokohan dan keperibadian

Jamaluddin al-Afghani merupakan seorang pelopor kebangkitan orang-orang Islam di beberapa tempat seperti di Tehran, Moscow dan lain-lain. Dia berjaya meniupkan semangat perjuangan dan menyedarkan orang-orang Islam supaya menentang penjajah demi kemajuan diri, masyarakat, agama dan negara. Pidatonya yang bersemangat dapat menyuntik semangat umat Islam. Dia juga mengembalikan keyakinan umat Islam di India terhadap kemampuan mereka menentang penjajah. Antara teks pidato Al-Alfghani ialah:

Seandainya jumlah kamu yang beratus-ratus juta ini, ditakdirkan menjadi lalat dan nyamuk sekalipun, niscaya kamu akan dapat memekakkan telinga-telinga orang Inggris dengan suara kamu. Seandainya kamu ditakdirkan menjadi labi-labi atau penyu sekalipun, lalu kamu berenang ke tanah Inggris, bilangan kamu yang seramai ini akan dapat mengepung dan menenggelamkan tanah Inggris. Kamu akan pulang ke India dalam keadaan selamat.

Antara keperibadian-keperibadian yang beliau miliki ialah:

1. Mencintai ilmu pengetahuan;
2. Mempunyai akal fikiran yang cerdas, tajam, dan berpandangan jauh;
3. Memiliki semangat jihad yang tinggi;
4. Berusaha mencorakkan pemikiran masyarakat Islam kepada kemajuan dan bebas daripada penjajah;
5. Mempunyai kewibawaan dan kebolehan sebagai seorang pemimpin;
6. Petah berpidato dalam meniupkan semangat perjuangan dalam kalangan masyarakat Islam;
7. Bergiat dalam arena penulisan dengan menyalurkan idea-idea untuk menyedarkan rakyat ke arah kemajuan dan pembangunan;
8. Tidak jemu menjelajah ke merata tempat untuk mencari ilmu pengetahuan di samping berdakwah untuk membetulkan kefahaman ajaran Islam yang sebenarnya.

Karier kan karya tulis yang dihasilkan

Afghani dibesarkan dibesarkan di Afgahanistan. Pada usia 18 tahun di Kabul, Afghani tidak hanya menguasai segala cabang ilmu keagamaan, tetapi juga mendalami falsafah, hukum, sejarah, metafisika, kedokteran, sains, astronomi dan astrologi. Kemudian pergi ke India dan tinggal disana selama satu tahun sebelum menunaikan ibadah haji pada tahun 1857. pada waktu itu di India terjadi pengotakan dramatis antara pembaharu Muslim yang pro-Inggris dan Muslim yang anti-Inggris. Afghani bersekutu dengan kelompok Muslim tradisionalis untuk menghadapi kelompok Muslim pro-Inggris. Ia menyadari bahwa kebangkitan dan solidaritas Islam bisa menjadi senjata untuk melawan Pemerintahan Inggris di bumi Muslim. Ia mendorong rakyat India untuk bangkit melawan kekuasaan Inggris. Hasilnya pada tahun 1857 muncul kesadaran baru di kalangan pribumi India untuk melawan penjajah.

Sekembalinya ia di Afghanistan ia memasuki dinas pemerintahan Amir Dost Muhamma Khan. Ketia Amir meninggal dan digantikan oleh Amir Syir Ali, Afghani diangkat menjadi Menteri. Namun ketika Syir Ali dijatuhkan maka dengan dalih akan menunaikan ibadah haji lagi pada tahun 1869, Afghani meninggalkan Afghanistan. Dari snilah awal keterlibatan langsung Afghani dalam gerakan internasional anti kolonialisme/imperialisme Barat dan despotisme Timur.

Pada tahun 1871 Afghani tiba di Istambul. Oleh karena masyarakat Istambul sudah terlebih dahulu mendengar tentang kealiman dan perjuangannya, maka tokoh-tokoh masyarakat di ibukota kerajaan Usthmaniyah itu menyambutkanya dengan gembira. Belum lama tinggal di Istambul ia diangkat menjadi anggota Majelis Pendidikan, dan mulai diundang berceramah di Aya Sofia serta Masjid Ahmadiyah. Popularitas Afghani ini mengundang kecemburuan Hasan Fahmi, Syaikh al-Islam, dan mufti itu berhasil memfitnah Afghani dengan materi ceramahnya di muka sejumlah mahasiswa dan cendekiawan di Dar al-Funun. Karena fitnah ini Afghani memutuskan untuk pindah ke Kairo.

Di Kairo ia disambut gembira, baik oleh penguasa maupun oleh ilmuan. Melihat campur tangan Inggris di Mesir, dan tidak inginnya Inggris melihat Islam bersatu dan kuat, Afghani akhirnya kembali lagi ke politik. Sebagai langkah taktis atau intrik politik, Afghani bergabung dengan perkumpulan Free Masonry, suatu organisasi yang disokong oleh kelompok anti zionis. Dari sini, tahun 1897 terbentuk partai politik bernama Hizb al-Wathani (Partai Kebangsaan). Slogan partai ini: “Mesir untuk Bangsa Mesir”. Partai ini antara lain menanamkan kesadaran berbangsa, memperjuangkan pendidikan universal, kemerdekaanpers, memperjuangkan unsur-unsur Mesir masuk dalam angkatan bersenjata.

Dengan berdirinya partai ini Afghani merasa mendapat sokongan untuk berusahan menggulingkan raja Mesir yang berkuasa waktu itu, yakni Khadewi Ismail yang pemboros, untuk digantikan dengan putera mahkota Taufiq. Taufiq berjanji akan mengadakan pembaharuan-pembaharuan sebagaimana yang dituntut Hizb al-Wathani. Tetapi karena kegiatan politik dan agitasinya yang tajam terhadap campur tangan Inggris dalam negeri Mesir, maka Taufiq atas tekanan Inggris justru mengusir Afghani keluar dari Mesir pata tahun 1879.

Dari mesir Afghani dibawa ke India, ditahan di Haiderabad dan Kalkuta, dan baru dibebaskan setelah pemberontakan Urabi Pasha di Mesir tahun 1882 berhasil ditumpas. Pada tahun 1883, Afghani berada di London kemudian pindah ke Paris dan menerbitkan majalah berkala dalam bahasa Arab Al-Urwah al-Wutqa bersama muridnya Muhammad Abduh yang juga diusir dari Mesir karena dituduh terlibat dalam pemberontakan Urabi Pasha yang gagal itu.

Dalam majalah ini, Afghani mengembangkan polemik anti Inggrisnya. Ia mulai mengemukakan argumen yang memperkuat pandangannya bahwa persatuan antar negara Islam dapat membendung serbuan pihak asing. Karena peredarannya dihalangi oleh penguasa kolonial, majalah berkala ini hanya berumur 8 bulan setelah terbit sebanyak 18 nomor. Nomor pertama terbit 13 Maret 1884 dan yang terakhir 17 Oktober tahun yang sama.

Pada tahun 1886, Afghani pergi ke Teheran. Dari sana ia pergi ke Rusia, kemudian ke Eropa. Tahun 1889 kembali ke Teheran. Tetapi kemudian Perdana Menteri Mirza Ali Asghar Khan, yang menganggap kehadiran Afghani sebagai ancaman bagi kedudukannya, berhasil menghasut Syah Nasirudin supaya tidak percaya lagi kepada Afghani. Pada awal tahun 1891, Afghani ditangkap dan dibawa ke Khariqin, suatu kota kecil dekat tapal batas Persia-Turki. Dari sana ia pergi ke London. Kemudian atas undangan Sultan Abdul Hamid ia datang dan menetap di Istambul, Turki. Afghani wafat pada bulan Maret 1879, karena kanker yang berawal dari dagunya.

Beberapa buku yang ditulis oleh Afghani antara lain; Tatimmat al-bayan (Cairo, 1879). Buku sejarah politik, sosial dan budaya Afghanistan. Hakikati Madhhabi Naychari wa Bayani Hali Naychariyan. Pertama kali diterbitkan di Haydarabad-Deccan, 1298 H/1881 M, ini adalah karya intelektual Afghani paling utama yang diterbitkan selama hidupnya. Merupakan suatu kritik pedas dan penolakan total terhadap materialisme. Buku ini telah diterjemahkan ke dalam Arab oleh Muhammad Abduh dengan judul Al-Radd 'ala al-dahriyyin (Bantahan terhadap Materialisme). Al-Ta'Liqat 'ala sharh al-Dawwani li'l-'aqa'id al-'adudiyyah (Cairo, 1968). Berupa catatan Afghani atas komentar Dawwani terhadap buku kalam yang terkenal dari] Adud al-Din al-'Iji yang berjudul al-‘aqa’id al-‘adudiyyah. Berikutnya Risalat al-waridat fi sirr al-tajalliyat (Cairo, 1968). Suatu tulisan yang didiktekan oleh Afghani kepada siswanya Muhammad 'Abduh ketika ia di Mesir. Khatirat Jamal al-Din al-Afghani al-Husayni (Beirut, 1931). Suatu buku hasil kompilasi oleh Muhammad Pasha al-Mahzumi wartawan Libanon. Mahzumi hadir dalam kebanyakan forum pembicaraan Afghani pada bagian akhir dari hidupnya Buku berisi informasi yang penting tentang gagasan dan hidup Afghani.

C. Ide yang Ditimbulkan Al-Afghani

Semua orang sepakat bahwa dialah yang menghembuskan gerakan Islam modern dan mengilhami pembaharuan di kalangan kaum Muslim yang hidup ditengah-tengah kemodernan. Dia pula yang pengaruhnya amat besar terhadap gerakan-gerakan pembebasan dan konstitusional yang dilakukan dinegara-negara Islam setelah zamannya. Ia menggabungkan ilmu-ilmu tradisional Islamnya dengan berbagai ilmu pengetahauan yang diperolehnya dari Eropa dan pengetahuan modern.

Semua usahanya dicurahkan untuk menerbitkan makalah-makalah politik yang membangkitkan semangat, khususnya yang termuat dalam majalah Al-Urwah al-Wutsqa. Ia telah membangkitkan gerakan yang berskala nasional dan gerakan jamaah Islam.

Afghani mengembangkan pemikiran (dan gerakan) salafiyah, yakni aliran keagamaan yang berpendirian bahwa untuk dapat memulihkan kejayaannya, umat Islam harus kembali kepada ajaran Islam yang masih murni seperti yang dahulu diamalkan oleh generasi pertama Islam, yang juga biasa disebut salaf (pendahulu) yang saleh. Sebenarnya Afghani bukanlah pemikir Islam yang pertama yang mempelopori aliran salafiyah (revivalis). Ibnu Taymiyah telah mengajarkan teori yang serupa, begitu pula Syeikh Mohammd Abdul Wahab pada abad ke-18. Tetapi salafiyah (baru) dari Afghani terdiri dari tiga komponen utama, yakni; Pertama, keyakinan bahwa kejayaan kembali Islam hanya mungkin terwujud kalau umat Islam kembali kepada ajaran Islam yang masih murni, dan meneladani pola hidup para sahabat Nabi, khususnya Al-Khulafa al-Rasyidin. Kedua, perlawanan terhadap kolonialisme dan dominasi Barat, baik politik, ekonomi maupun kebudayaan. Ketiga, pengakuan terhadap keunggulan barat dalam bidang ilmu dan teknologi, dan karenanya umat Islam harus belajar dari barat dalam dua bidang tersebut, yang pada hakikatnya hanya mengambil kembali apa yang dahulu disumbangkan oleh dunia Islam kepada Barat, dan kemudian secara selektif dan kritis memanfaatkan ilmu dan teknologi Barat itu untuk kejayaan kembali dunia Islam. Adapun alairan-aliran salafiyah sebelum Afghani hanya terdiri dari unsur pertama saja.

Dalam rangka usaha pemurnian akidah dan ajaran Islam, serta pengembalian keutuhan umat Islam, Afghani menganjurkan pembentukan suatu ikatan politik yang mempersatukan seluruh umat Islam (Jami’ah islamiyah) atau Pan-Islamisme. Menurut Afghani, asosiasi politik itu harus melipluti seluruh umat Islam dari segala penjuru dunia Islam, baik yang hidup dalam negara-negara yang merdeka, termasuk Persia, maupun mereka yang masih merupakan rakyat jajahan. Ikatan tersebut, yang didasarkan atas solidaritas akidah Islam, bertujuan membiana kesetiakawanan danpesatuan umat Islam dalam perjuangan; pertama, menentang tiap system pemerintahan yang dispotik atau sewenang-wenang, dan menggantikannya dengan sistem pemerintahan yang berdasarkan musyawarah seperti yang diajarkan Islam, hal mana juga berarti menentang sistem pemerintahan Utsmaniyah yang absolut itu. Kedua, menentang kolonialisme dan dominasi Barat.

Menurut Afghani, dalam ikatan itu eksistensi dan kemandirian masing-masing negara anggota tetap diakui dan dihormati, sedangkan kedudukan para kepala negaranya, apa pun gelarnya, tetap sama dan sederajat antara satu dengan yang lain, tanpa ada satu pun dari mereka yang lebih ditinggikan.

Afghani mendiagnose penyebab kemunduran di dunia Islam, adalah tidak adanya keadilan dan syura (dewan) serta tidak setianya pemerintah pada konstitusi dikarenakan pemerintahan yang sewenang-wenang (despotik), inilah alasan mengapa pemikir di negara-negara Islam di timur tidak bisa mencerahkan masyarakat tentang inti sari dan kebaikan dari pemerintahan republik. Pemerintahan republik, merupakan sumber dari kebahagiaan dan kebanggaan. Mereka yang diatur oleh pemerintahan republik sendirilah yang layak untuk disebut manusia; karena suatu manusia yang sesungguhnya hanya diatur oleh hukum yang didasari oleh keadilan dan mengatur gerakan, tindakan, transaksi dan hubungan dengan orang yang lain yang dapat mengangkat masyarakat ke puncak kebahagiaan. Bagi Afghani, pemerintah rakyat adalah “pemerintahan yang terbatas”, pemerintahan yang yang dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat, dan karenanya merupakan lawan dari pemerintahan absolut. Merupakan suatu pemerintah yang berkonsultasi dalam mengatur, membebaskan dari beban yang diletakkan pemerintahan despotik dan mengangkat dari keadaan membusuk ke tingkat kesempurnaan.

Reformasi atau pembaharuan dalam bidang politik yang hendak diperjuangkan oleh salafiyah (baru) di negara-negara Islam adalah pelaksanaan ajaran Islam tentang musyawarah melaui dewan-dewan konstitusi dan badan-badan perwakilan (rakyat), pembatasan terhadap kekuasaan dan kewenangan pemerintah dengan konstitusi dan undang-undang, serta pengerahan kekuatan dan potensi rakyat untuk mendukung reformasi politik an sekaligus untuk membebaskan dunia Islam dari penjajahan an dominasi Barat.

Menurut Afghani, cara terbaik dan paling efektif untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut adalah melalui revolusi yang didasarkan atas kekuatan rakyat, kalau perlu dengan pertumpahan darah. Ia mengatakan bahwa kalau memang ada sejumlah hal yang harus direbut dan tidak ditunggu untuk diterima sebagai hadiah atau anugerah, maka kebebasan an kemerdekaan merupakan dua hal tersebut.

Waktu tinggal di Mesir, sejak awal Afghani menganjurkan pembentukan “pemerintah rakyat” melalui partisipasi rakyat Mesir dalam pemerintahan konstitusional yang sejati. Ia banyak berbicara tentang keharusan pembentukan dewan perwakilan yang disusun sesuai dengan apa yang diinginkan rakyat, dan anggota-anggotanya terdiri ari orang-orang yang betul-betul dipilih oleh rakyat, sebab dia berkeyakinan bahwa suatu dewan perwakilan yang dibentuk atas perintah raja atau kepala negara, atau atas anjuran penguasa asing, maka lembaga tersebut akan lebih merupakan alat politik bagi yang membentuknya. Ketika penguasa Mesir, Khedewi Taufiq bermaksud menarik kembali janjinya untuk membentuk dewan perwakilan rakyat berdasarkan alasan bahwa rakyat masih bodoh dan buta politik, Afghani menulis surat kepada Khedewi yang isinya menyatakan bahwa memang benar di antara rakyat Mesir, seperti halnya rakyat dinegeri-negeri lain, banyak yang masih bodoh, teapi itu tidak berarti bahwa di antara mereka tidak terdapat orang-orang pandai dan berotak.
Tujuan utama gerakan Afghani ialah menyatukan pendapat semua negara-negara Islam dibawah satu kekhalifahan, untuk mendirikan sebuah imperium Islam yang kuat dan mampu berhadapan dengan campur tangan bangsa Eropa. Ia ingin membangunkan kesadaran mereka akan kejayaan Islam pada masa lampau yang menjadi kuat karena bersatu. Menyadarkan bahwa kelemahan umat Islam sekarang ini adalah karena mereka berpecah-belah.

Afghani berusaha menghimpun kembali kekuatan dunia Islam yang tercecer. Ia yakin bahwa kebangkitan Islam merupakan tanggungjawab kaum Muslim, bukan tanggung jawab Sang Pencipta. Masa depan kaum Muslim tidak akan mulia kecuali jika mereka menjadikan diri mereka sendiri sebagai orang besar. Mereka harus bangkit dan menyingkirkan kelalaian. Mereka harus tahu realitas, melepaskan diri dari kepasrahan. Ia menjelaskan kebobrokan umat Islam, dan menerangkan bahwa duni Islam sedang terancam. Ancamannya datang dari Barat yang memiliki kekuatan dinamis. Afghani mengajak umat Islam untuk melakukan perbaikan secara internal, menumbuhkan kekuatan untuk bertahana dan mengaopsi buah peradaban Barat, khususnya dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi untuk mengembalikan kejayaan Islam. Barat harus dihadapi karena dialah yang mengancam Islam. Cara menghadapinya adalah dengan menirunya dalam hal-hal yang positif, selain aturan kebebasan dan demokrasinya.

Afghani adalah pembaharu muslim pertama yang menggunakan term Islam dan Barat sebagai dua fenomena yang selalu bertentangan. Sebuah pertentangan yang justru harus dijadikan patokan berpikir kaum muslim, yaiut untuk membebaskan kaum muslim dari ketakutan dan eksploitasi yang dilakukan oleh orang-orang Eropa.

Selanjutnya, pemikiran Afghani, diteruskan dan dikembangkan oleh murid-muridnya yakni Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha. Selanjutnya, pemikiran Islam modern yang mereka kembangkan bukan hanya pada tingkat wacana, namun ditransformasikan oleh pengikut-pengikut selanjutnya menjadi gerakan. Dapat dikatakan bahwa gerakan Islam di abad kedua puluh banyak terpengaruh olehnya dan menjadikannya sumber inspirasi. Pengaruh tersebut terlihat dalam tokoh dan gerakan-gerakan Islam modern masa kini.

Adapun perbaikan yang telah dilakukan Al-Afghani adalah:
1. Idea Islah berupa usaha untuk mengembalikan kecemerlangan umat Islam sebagaimana zaman Khulafa al-Rasyidin
2. Membina perpaduan tanpa mengira bangsa dan budaya melalui gagasan beliau iaitu al-Jamiah Al-Islamiah.
3. Mengkritik taklid Al-A’ma (mengikut sesuatu secara membabi buta) tanpa berlandaskan al-Quran dan al-Sunnah.
4. Menyeru umat Islam agar kembali kepada ajaran Islam yang tulen serta sesuai dilaksanakan sepanjang masa dan tempat.
5. Menyedarkan umat Islam tentang keburukan fanatik kepada sesuatu mazhab yang membawa kepada pepecahan umat Islam sendiri.
6. Berpendapat agar umat Islam menumpukan perhatian kepada usaha-usaha memerdekakan tanah air dan pemikiran mereka dari penjajah
D. KESIMPULAN

Sayyid Jamaluddin Al-Afghani (1838/9–1897) merupakan antara tokoh awal yang mengungkapkan kembali tradisi Muslim dengan pendekatan yang dinamik. Seruannya ini tidak dinafikan merupakan sebahagian daripada reaksinya terhadap konflik-konflik yang muncul ekoran sikap Barat di Timur-Tengah pada abad ke-19.

Sebagai reformis Islam pertama, yang pengaruhnya dirasakan di beberapa negara, Afghani memicu kecenderungan untuk menolak kedua-dua beban ummat, sama ada tradisionalisme dan pembaratan. Meskipun Afghani di kemudian hari, serta semenjak meninggalnya, ia telah dikaitkan khususnya dengan gerakan Pan-Islamisme. Namun, tulisan pan-Islamismenya hanya timbul belakangan, yaitu sekitar 1880-an.

Dalam hidupnya, Afghani mempromosikan berbagai sudut pandang yang sering dianggap bertentangan. Dan, fikirannya juga memiliki affinity dengan berbagai kecenderungan yang terdapat di dalam dunia Muslim. Ini meliputi liberalisme Islam yang diserukan, khususnya oleh Muhammad’Abduh, orang Mesir yang menjadi muridnya.

Pada masa mudanya Afghani dididik di Iran, dan juga di kota-kota suci lain di Iraq sehingga Afghani berjaya menguasai falsafah Islam dan juga perbandingan mazhab yang sarat terdapat dalam pengalaman Islam.

Tidak seperti dunia Arab dan Turki, di mana kebanyakan falsafah (yang mendapat inspirasinya dari Yunani selama berabad-abad) tidak diajarkan secara langsung kerana dianggap menyimpang dari Islam. Sebaliknya, di Iran tradisi falsafah terus berlangsung. Manakala, buku-buku karya Ibn Sina dan di kemudian hari karya failasuf Iran banyak diajarkan di sekolah keagamaan.

Ketika ke Istanbul, pada tahun 1869-70, Afghani mengemukakan banyak gagasan yang berasal dari anjuran failasuf Islam. Malah, ketika ke Mesir pada 1870-an, Afghani mengajar anak-anak muda di sana tentang fikiran-dikiran failasuf dalam dunia muslim.

Perjalanan yang panjang dalam hidup Afghani telah dilalui dengan berdakwah di banyak negara. Pada usia yang masih muda, sekitar 20 tahun, Afghani sudah pergi ke India dan berjuang untuk mengusir pemerintahan Inggeris dari bumi Muslim di India. Setelah tinggal di India, Afghani pergi menunaikan fardu haji ke Makkah, lalu ke kota-kota di Iraq, dan kemudiannya ke Afghanistan melewati Iran.


Perjuangannya yang anti-Inggeris ini menyebabkan Afghani harus keluar dari Afghanistan pada Disember 1868, kerana jatuhnya A’zham Khan dan naik takhtanya Shir’Ali yang pro-Inggeris. Kemudian, Afghani ke Bombay, Kaherah, lalu ke Istanbul pada 1869.

Pada 1870, Afghani diangkat menjadi menjadi anggota Dewan Pendidikan Uthmaniyyah. Kerana popularitinya sebagai ahli pendidikan yang terkemuka, Afghani diundang untuk menyampaikan kuliah umum. Namun, kuliah umum ini akhirnya telah menimbulkan reaksi yang keras dari para ulama’, kerana dianggap menyimpang dari ajaran agama. Akibatnya Afghani diusir dari Istanbul.

Setelah itu Afghani pergi ke Kaherah. Di Kaherah ini, Afghani mendirikan akhbar yang membahas isu-isu politik -- seiring dengan perubahan kekuasaan di Mesir, yang ketika itu di bawah Pemerintahan yang pro-Inggeris, Taufiq. Afghani akhirnya diusir dari Mesir kerana sikapnya yang anti-Inggeris tersebut.

Kemudian Afghani pergi ke Hyderabad di India Selatan. Dari India, Afghani ke London, dan kemudian pada 1883 ke Paris. Di Paris, Afghani bersama dengan Muhammad ‘Abduh, mereka menerbitkan akhbar berbahasa Arab, Al-‘Urwah Al-Wuthqa. Sebelum meninggal pada tahun 1987 di Iran, Afghani sempat berkunjung ke Russia, Eropah dan Iraq.

Afghani merupakan tokoh besar dalam dunia Muslim. Afghani begitu menekankan bahawa Islam dalam faham yang benar, merupakan satu kekuatan yang sangat signifikan untuk menangkis serangan-serangan Barat, dan sekaligus berupaya untuk meningkatkan kembali solidariti kaum Muslim.

Seruannya jelas menuntut perubahan dalam sistem politik Islam. Di samping itu, Afghani mengkritik kepada mereka yang memihak terhadap imperialisme Barat atau apa sahaja yang boleh memecah-belah umat Islam. Ini semuanya antara tema-tema yang diperjuangkannya sepanjang hidupnya.

PENGAMATAN KROMOSOM TUMBUHAN (MITOSIS) DAN HEWAN (MIEOSIS)

PENGAMATAN KROMOSOM TUMBUHAN (MITOSIS) DAN HEWAN (MIEOSIS)


I. TUJUAN
 Mengetahui bagian tanaman dengan sel-sel yang aktif mengalami mitosis dan mieosis
 Mengetahui dan mengamati fase dalam mitosis dan mieosis
 Melakukan tahapan sedehana pembuatan preparat

II. TEORI

A. Mitosis Pada Akar Bawang(Allium cepa)

Dalam bidang genetika, mitosis adalah proses yang menghasilkan dua sel anak tang identik. Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti dari dari sel somatic secara berturut- turut.proses ini terjadi bersama-sama dengan pembelahan sitoplasmadan bahan-bahan diluar inti sel (sitokenesis). Proses ini memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan hampir semua organisme.

Mitosis terbagi atas empat tahapan, yaitu profase, metafase, anafase, dan telofase. Tahap sel diluar priode pembelahan disebut interfase yang meliputi periode G1, S, dan G2. Pada tahap innterfase ini kromosomtidak tampak, sel hanya terlihat atas inti dan sitoplasma. Dalam pengamatan mikroskopis tahapan-tahapan mitosis mempunyai cirri-ciri khusus sebagai berikut:

1. Profase : Proses pembelahan kromosom yang terjadi pada tahapan ini terbagi tas tiga bagian yang kecil, yaitu : profase awal : profase penebalan kromosom mulai berlangsung menghasilkan inti menjadi lebih berwarna. Profase tengah : Benang kromosom mulai terlihat rata dengan ukuran yang masih panjang. Profase akhir : kromosom terlihat jelas dalam bentuk kromatid yang masih menempel pada sentromernya.

2. Metafase : pada tahapan ini muncul beng gelondong dari dua kutup yang berbeda dan menarik kromosom melalui sentromer. Kromosom terlihat pada benang metefase.


3. Anasfase : kromosom bersaudara dalam masing-masing kromatid berpisah dan bermigrasi ke arah dua kutub yang berlawanan.

4. Telofase : kromosom yang telah berpisah berkumpul pada dua kutub yang berbeda, dan disusul oleh terbentuknya dinding selyang membentuk dua sel.



B. Mieosis Pada Spermatogenesis Belalang (Locusta sp.)

Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel sperma yang terjadi pada hewan jantan. Ini merupakan yang sangat rumit yang mengakibatkan reduksi jumlah kromosom menjadi 1n, sehingga gamet jantan dan betina nmemiliki jumlah kromosom yang haploid. Apabila terjadi pembuahan ( penggabungan gamet jantan dan betina), maka diperoleh keadaan 2n. Mioesis juga membentuk kombinasi gen baru, yaitu penimbuan keragaman genetic melalui penggabungan secara rambang kromosom tertua dan melalui pertukaran bahan genetic dari kromoso bapak dan ibunya ( kromosom homolog ).

Ada pembahasan pokok pada meiosis :
 Kromosom homolog yang berpasangan
 Pertukaran bagian kromatid dari kromosom homolog
 Penyebaran kromosom yang telah tersusun kembali ke dalam empat sel atau meispora
 Pengaturan bahan genetic kromosom dapat berbeda dengan orang tuanya karena adanya pindah silang ( crossing over )

Sprmatogonium diploid

spermatosit primer


meiosis I
spermatosit sekunder sprmatosit sekender
 meiosis II 
spermatid spermatid
 
sperma haploid sperma haploid

Belalang ( Locusta sp.) sering digunakan untuk mempelajari spermatogenesis karena testisnya mudah diisolasi dan preparat yang dihasilkan umumnya baik, terutama profase1. Terjadi dua tahap ,yaitu :

1. Mieosis I
1) Profase 1, pada fase ini terdiri dari tiga tahap yaitu leptoten, zigoten, pakiten, diptoten dan diakinesis.

2) Metafase 1
Bivalen-bivalen berada di bidang tengah secara acak
3) Anafase 1
Masing-masing kromatid memisahkan diri dan bergerak menuju ke kutub sel yang berlawanan
4) Telofase 1
Pada fase ini berlangsung sitokinesis yaitu plasma sel terbagi menjadi 2, sehingga terbentuk sel anak yang haploid.

2. Mieosis II
1) Profase 2 : terjadi mieosis II hampir sama dengan mitosis
2) Metafase2 : Kromosom berpasangan di bidang ekuator
3) Anafase 2 : sentromer membelah, kromatid memisahkan diri dan bergerak ke kutub
4) Telofase 2 : sitoplasma membelah

Perbedaan mitosis dan mieosis

Beda MITOSIS MIEOSIS
Tujuan Memperbanyak sel dan cara bereproduksi organisme bersel satu Mengurangi jumlah kromosom
Lokasi Sel tubuh Pada gametogenesis
Sel anak 2 buah 4 buah
Kromosom sel anak Sama Setengah
Sifat sel anak identik Tidak identik
Ciri khas Adanya kromosom homolog Tidak adanya kromosom homolog



III. ALAT DAN BAHAN

- Mikroskop
- Preparat (Allium cepa) mitosis
- Preparat ( Locusta sp.) meiosis

IV. CARA KERJA

- Dilakukan pengamatan terhadap preparat kering tentang mitosis dan meiosis
- Digambar
- Diidentifikasi

V. HASIL PENGAMATAN

A. Mitosis




B. Mieosis





VI. PEMBAHASAN

Pada praktikum kali ini, kita membahas tentang proses pembelahan sel. Dimana terdapat dua cara yaitu mitosis dan mieosis dan mitosis. Sel merupakan unit terkecil dari makhluk hidup, dimana didalamnya terdapat komponen-komponen berupa organel-organel yang menunjang aktivitas dari sel tersebut.

Semua pembelahan sel dalam tubuh kita melalui proses mitosis , kecuali pada proses gametogenesis, yaitu proses pembentukan sel gamet. Baik itu pada jantan (sel sperma ) maupun pada betina (sel telur ). Meiosis bertujuan untuk mengurangi jumlah kromosom agar generasi berikutnya mempunyai kromosom yang tetap yaitu 2n. seperti yang terjadi pada testis belalang (Locusta sp.). Pembelahan menggunakan waktu dua kali lebih lama disbanding dengan mitosis.

Mitosis mempertahankan pasangan kromosom yang sama melalui pembelahan inti dari dari sel somatic secara berturut- turut.proses ini terjadi bersama-sama dengan pembelahan sitoplasmadan bahan-bahan diluar inti sel (sitokenesis). Proses ini memiliki peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan semua organisme. Mitosis pada tanaman terjadi selama 30 menit sampai beberapa jam. Ini merupakan bagian dari suatu proses yang berputar terus menerus. mitosis adalah proses yang menghasilkan dua sel anak tang identik. Seperti yang terdapat pada sel pada bawang merah ( Allium cepa)

VII. KESIMPULAN

 Setiap sel memiliki kemampuan untuk membelah
 Mitosis adalah pembelahan sel yang terjadi pada sel tubuh
 Meiosis adalah pembelahan sel yang terjadi pada pristiwa gametogenesis dalam dua kali pembelahan
 Mieosis memiliki kerumitan yang lebih besar dibanding mitosis
 Pada mitosis terjadi lima tahapan yang berurutan , yaitu interfase, profase, metafase, anafase dan telofase
 Pada mieosis tejadi tediri dari dua proses yaitu meiosis I dan meiosis II

VIII. DAFTAR PUTAKA


Dasumiati . 2007 . Penuntun Praktikum Genetika Dasar . Jakarta : Laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah

Juwono dan Achmad Zulfa Juniarto. 2002. Biologi Sel. Jakarta : EGC

Kusdiarti,Lilik & Soetarso. 1998. Genetika Tumbuhan. Terj. dari : Crowder, L.V. Plant Genetics. Yogyakarta : UGM Press

Pai, Anna C,1992. Dasar- Dasar Genetika. Bandung : Erlangga

PEMBUATAN KARIOTIPE KROMOSOM EUKARIOTIK

PEMBUATAN KARIOTIPE KROMOSOM EUKARIOTIK

I. Tujuan

- mengetahui kariotipe (kaliogram dan idiogram) kromosom
- mengetahui jumlah kromosom, pasangan kromosom homolog dan tipe kromosom organisme
II. Teori

Sel merupakan unit structur dan fungsional terkecil dalam kehidupan. Sel terdiri atas sitoplasma dan oganel-organel. Organ yang mengatur seluruh aktivitas sel adalah nucleus(inti sel). Di dalam nucleus terdapat kromosom yang merupakan komponen dalam inti sel yang mempunyai susunan, bentuk dan fungsi khusus serta mempunyai kemampuan untuk mengadakan replikasi sehingga pembelahan sel dapat berlangsung dengan baik. Bila kromosom diamati lebih teliti maka akan dijumpai bagian-bagian yang meliputi sentromer dan telomer. Sentromer merupakan bagian kromosom yang terletak pada daerah penyempitan primer diantara lengan-lengan kromosom, sedangkan telomer merupakan lengan-lengan kromosom yang sering juga mempunyai penyempitan sekunder yang didalamnya mengandung nucleolar zone/nucleolar organizer yang mempunyai fungsi penting dalam pembentukan nucleolus.

Berdasarkan letak sentromer, kromosom dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
 Telosentrik, letak sentromer di ujung kromosom
 Akrosentrik, letak sentromer di dekat ujung
 Sub metasentris, letak sentromer di dekat pertengahan.
 Metasentrik, letak sentromer di tengah- tengah

Berdasarkan ukuran kromosom, kromosom dibedakan atas:
 Panjang (besar dari 10 um)
 Sedang ( 4-10 um)
 Pendek(jecil dari 2 um)
Ada dua jenis sel yaitu sel eukariotik dan prokariotik. Pembeda utama antara sel eukariotik dan sel prokariotik adalah ada tidaknya kompertementasi di dalam sel yang didukang adanya membran hayati. Kompertementasi yang paling utama adalah ada tidaknya membran hayati yang memisahkan bagian inti (nucleus) dan sitoplasma.

Kariogram adalah susunan sistematis kromosom sel tunggal individu, difoto selama tahap metafase dan tersusun menurut urutannya; kariotipe. Sedangkan idiogram adalah penyajian diagram dari susunan kromosom (kariotipe) dari organisme. Salah satu manfaat kariotipe adalah tes untuk mendeteksi beberapa kelainan yang berhubungan dengan stuktur dan jumlah kromosom.

Pembuatan kariotipe dimulai dengan ditumbuhkannya sel-sel dalam kultur jaringan distimulasi untuk melakukan mitosis. Semacam obat dibubuhkan pada sel-sel itu untuk menghentikannya dalam metafase, pada waktu kromosom-kromosom berkontraksi dan menjadi dua. Sel-sel dan isinya diwarnai,kemudian diawetkan pada kaca sedian mikroskop. Kemudian dilakukan pemotretan kromosom dalam prbesarandan homolog-homolog dipotong dalam gambar dan dibandingkan; gambar lain diambil, membentuk kariotipe.

III. Bahan dan Alat

Bahan : gambar kromosom hasil penjiplakan menggunakan kertas transparan dari gambar kromosom fase mtafase yang baik.
Alat: gunting, millimeter blok

IV. Cara Kerja

A. Pembuatan kariotipe kromosam manusia
1 Digunting gambar- gambar tiruan kromosom (gambar 2)
2 Disusun kromosom-kromosom tersebut sehingga semuanya memiliki pasangan dengan bentuk dan pola pita yang sama


B. Pembuatan kariogram
1 Digunting gambar-gambal tiruan kromosom (gambar 3 ) dan diberi nomor pada setiap kromosom
2 Diukur lengan –lengan dengan menggunakan milimeteer blok dan tentukan rasio dengan cara membagi panjang lengan yang panjang dengan yang pendek
3 Diukur panjang lengan total kromoso dengan cara menjumlah panjang diantara kedua lengan
4 Ditentukan pasangan kromosom dengan menggunakan metode pencar (Scatter plot) yaitu memplotkan panjang total pada sumbu y dan rasio panjang lengan pada sumbu x. pasangan kromosom ditentukan berdasarkan dua titik yang berdekatan, dan bila terdapat lebih dari dua titik yang berdekatan maka kromosom ditentukan dengan bentuk yang hampir sama.
5 Dibuat kariogram dengan cara mengatur pasangan-pasangan kromosom berdasarkan urutan dan rasio terkecil sampai terbesar.

C. Pembuatan idiogram
1 Dirata-ratakan panjang total setiap kromosom.
2 Disusun kromosom berdasarkan urutan panjang total kromosom dari yang terkecil sampai yang terbesar
3 Dikelompokan kromosom berdasarkan rasionya, yaitu:
a) Pasangan kromosom dengan rasio 1,0 –1,7 termasuk kelompok metasentrik
b) Pasangan kromosom dengan rasio 1,7 – 3,0 termasuk kelompok sub metasentrik
c) Pasangan kromosom dengan rasio 3,0 – 7,0 termasuk kelompok subtelosentrik
d) Pasangan kromosom dengan rasio lebih dari 7,0termasuk kelompok telosentrik


V. Hasil Pengamatan

panjang, jumlah, rasio dan kelompok kromosom

No Lengan panjang Lengan pendek Jumlah rasio kelompok
1 25 19 44 1.3 metasentris
2 21 18 39 1.2 metasentris
3 24 10 34 2.4 submetasentrik
4 21 13 34 1.6 metasentris
5 17 14 31 1.2 metasentris
6 17 14 31 1.2 metasentris
7 20 10 30 2 submetasentrik
8 20 9 29 2.2 submetasentrik
9 24 10 24 2.4 submetasentrik
10 19 8 27 2.4 submetasentrik
11 16 10 26 1.6 metasentris
12 16 10 26 1.6 metasentris
13 16 11 27 1.5 metasentris
14 14 11 25 1.3 metasentris
15 14 7 21 2 submetasentrik
16 14 8 22 1.8 submetasentrik
17 15 7 22 2.1 submetasentrik
18 15 7 22 2.1 submetasentrik
19 15 6 21 2.5 submetasentrik
20 16 6 22 2.7 submetasentrik
21 12 8 20 1.5 metasentris
22 11 10 21 1.1 metasentris
23 24 17 41 1.4 metasentris
24 13 7 20 1.9 submetasentrik
25 15 4 19 3.8 subtelosentris
26 13 14 17 3.3 subtelosentris
27 14 3 17 4.7 subtelosentris
28 13 5 18 2.6 submetasentrik
29 18 2 20 9 telosentris
30 12 5 17 2.4 submetasentrik
31 10 6 16 1.7 metasentris
32 6 6 12 1 metasentris
33 9 4 13 2.3 submetasentrik
34 12 10 22 1.2 metasentris
35 9 5 14 1.8 submetasentrik
36 9 4 13 2.3 submetasentrik
37 9 3 12 3 submetasentrik
38 6 5 11 1.2 metasentris
39 7 6 13 1.2 metasentris
40 6 5 11 1.2 metasentris
41 7 2 9 3.5 subtelosentris
42 7 3 9 2.3 submetasentrik
43 7 4 11 1.8 submetasentrik
44 6 5 11 1.2 metasentris
45 14 7 21 2 submetasentrik
46 7 2 9 3.5 subtelosentris

VI. Pembahasan

Pada praktikum ini kita melakukan praktikum tentang pembuatan kariotipe kromosom eukariot. Pembuatan kariotipe dimaksudkan untuk mengetahui jumlah kromosom, pasangan kromosom homolog dan tipe kromosom organisme. Kariotipe adalah susunan kromosom selama fase metafase, yaitu fase dimana kromosom tampak jelas.

Pembuatan kariotipe dimulai dengan ditumbuhkannya sel-sel dalam kultur jaringan distimulasi untuk melakukan mitosis. Semacam obat dibubuhkan pada sel-sel itu untuk menghentikannya dalam metafase, pada waktu kromosom-kromosom berkontraksi dan menjadi dua. Sel-sel dan isinya diwarnai,kemudian diawetkan pada kaca sedian mikroskop. Kemudian dilakukan pemotretan kromosom dalam prbesarandan homolog-homolog dipotong dalam gambar dan dibandingkan; gambar lain diambil, membentuk kariotipe.

Pada praktikum kali ini dilakukan tiga percobaan yaitu pembuatan kariotipe kromosom manusia, pembuatan kariogram, dan pembuatan idiogram. Pada peraktikum pembuatan kariotipe, proses yang dilakukan adalah menyusun kromosom-kromosom tiruan yang memiliki bentuk dan ukuran yang sama.

Pembuatan kariogram dilakukan dengan menentukan pasangan kromosom dengan menggunakan metode pencar (scatter plot), yaitu memplotkan panjang total pada sumbu y dan rasio panjang lengan pada sumbu x. pasangan kromosom ditentukan berdasarkan dua titik yang berdekatan, dan bila terdapat dua titik yang berdekatan, maka pasangan tersebut ditentukan dari bentuk yang hampir sama. Panjang total diketahui dengan menjumlahkan lengan yang panjang dan lengan yang pendek sedangkan rasio dihitung dengan membagi lengan yang panjang dengan lengan yang pendek.

Pengamatan selanjutnya adalah pembuatan idiogram. Idiogram adalah penyajian diagram dari susunan kromosom (kariotipe) dari organisme. Proses yang dilakukan dengan rata-ratakan panjang kromosom , susunan kromosom berdasarkan ukuran panjang total dan mengelompokan kromosom berdasarkan rasionya.

VII . Kesimpulan

 Jumlah kromosom adalah 46 (23 pasang) yang terdiri dari 22 pasang autosom dan 1 pasang genosom
 Kromosom pada eukariotik terdapat pada nucleus yang diselaputi membran inti
 Prokariotik tidak mempunyai nucleus, hanya bagian gelap yang disebut nucleic.
 Kariogram adalah susunan sistematis kromosom sel tunggal individu, difoto selama tahap metafase dan tersusun menurut urutannya; kariotipe
 Idiogram adalah penyajian diagram dari susunan kromosom (kariotipe) dari organisme


 Berdasarkan letak sentromer, kromosom dibedakan atas beberapa jenis, yaitu:
a) Telosentrik, letak sentromer di ujung kromosom
b) Akrosentrik, letak sentromer di dekat ujung
c) Sub metasentris, letak sentromer di dekat pertengahan.
d) Metasentrik, letak sentromer di tengah- tengah

VIII. DAFTAR PUSTAKA


Dasumiati . 2007 . Penuntun Praktikum Genetika Dasar . Jakarta : Laboratorium Biologi Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah

Juwono dan Achmad Zulfa Juniarto. 2002. Biologi Sel. Jakarta : EGC

Kusdiarti,Lilik & Soetarso. 1998. Genetika Tumbuhan. Terj. dari : Crowder, L.V. Plant Genetics. Yogyakarta : UGM Press

Pai, Anna C,1992. Dasar- Dasar Genetika. Bandung : Erlangga

laporan ekologi - populasi dekomposer

I. PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Tanah tersusun atas empat bahan utama, yaitu bahan mineral, bahan organic, air dan udara. Bahan-bahan penyusun tanah tersebut jumlahnya masing—masing berbeda pada setiap jenis tanah ataupun setiap lapisan tanah. Pada tanah lapisan atas yang baik untuk pertumbuhan tanaman lahan kering (bukan sawah) umumnya mengandung 45%(volume) bahan mineral, 5% bahan organic, 20-30% udara dan 20-30 % air.(sarwono,2007)
Di dalam tanah, berdasarkan fungsinya dalam budidaya pertanian, secara umum terdapat dua golongan jasad hayati tanah, yaitu yang menguntungkan dan yang merugikan. Jasad hayati yang menguntungkan ini, yaitu yang terlibat dalam proses dekomposisi bahan organic dan pengikatan unsure hara. Keduanya bermuara pada penyedian hara tersedia bagi tanaman serta sebagai pemangsa parasit. Sedangkan jasad yang merugikan adalah yang memanfaatkan tanaman hidup, baik sebagai sumber pangan maupun sebagai inangnya, yang disebut sebagai hama atau penyakit tanaman ataupun sebagai kompetitor dalam penyerapan hara dalam tanah.(Kemas ali,2003)
Fauna pada ekosistem tanah terdiri atas makro fauna dan mikro fauna. Makro fauna tanah meliputi : herbivora seperti annelida(cacing tanah) ,milusca(bekicot), crustaceae, chilopoda(kelabang), diplolopoda(kaki seribu), dan insecta(serangga) serta karnivora meliputi arachnida(laba-laba, kalajengking),insecta(belalang sembah),ular atnah dan tikus tanah. Sedangkan mikro fauna tanah meliputi protozoa dan rotifera.
Makro fauna tanah meningkatkan agregasi tanah, yang merupakan campuran antara bahan-bahan organic dengan tanah.,sehingga mempermudah akar-akar tanaman untuk tubuh dengan baik. (lud,2005)
Cacing rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk. Maka dari itu cacing di gunakan untuk bioindikator tanah. Tindakan budi daya pertanian yang tidak ramah lingkungan sangat berpengaruh pada cacing, terutama pada tipe endogoik. Maka pada praktikum kali ini akan dilakukan pengujian kualitas tanah dengan indicator cacing (Semakin tinggi jumlah cacing dalam suatu tanah maka semakin tinggi kualitas tanah).
I.2 Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan kualitas tanah dengan bio indicator cacing tanah.

II. Tinjauan Pustaka
a) cacing tanah
Secara alamiah,morfologi dan anatomi cacing tanah berevolusi menyesuaikan diri terhadap lingkungannya. Atas dasar informasi dan pengalaman Bouche cit. Hanafiah(2002), merumuskan ekologis cacing tanah seperti yang tertera dalam tabel,yaitu:
Sifat-sifat Epigeik (berpigmen merah dan hidup dalam tanah) Endogeik(tanpa pugmen merah dan hidup dalam tanah) Anecigueik(hidup dalam tanah,makan dan eskresi di permukaan tanah.
1. Berhubungan dengan kebiasaan membuat liang tanah
-otot penggali
-kontraksi
longitudinal
-setae sampling
-bobot -mengecil
-tanpa

-tanpa
-ringan(10-30 mg) -berkembang
-tanpa-sedikit

-tanpa
-ringan-berat -sangat berkembang
-penting

-ada
-berat(200-1100 mg)
2. berhubungan dengan sifat permukaan
-kepekaan terhadap cahaya
-respon terhadap iritasi mobilitas
-pembasahan kulit
-pembentukan pigmen

-regenerasi -tinggi

-positif

-berkembang
-homokromik( merah,coklat dan hijau)
-tanpa -kuat

-positif

-sedikit
-tanpa


-penting -sedang

-positip

-sangat berkembang
-kedua ujung gelap


-penting
3. sifat-sifat lainnya
-kesuburan
-kematangan
-kecepatan respirasi
-ketahanan terhadap lingkungan buruk
-kebutuhan makanan
-pergerakan isi perut -tinggi
-cepat
-tinggi
-seperti kokon

-meso

lambat -terbatas
-sedang
-sedikit
-rendah

-mokro

-cepat -terbatas
-sedang
-sedang
-sedang

--makro

-bervariasi
Dari table diatas terlihat tipe endogeik mempunyai pergerakan isi perut yang lebih cepat ketimbang dua tipe lainnya. Dengan demikian,dari segi penyuburan solum tanah yang sangat berperan dalam tipe ini,tetapi paling rentan terhadap perubahan lingkungan yang buruk.oleh karena itu, penetapan tindakan budidaya pertanian yang tidak berwaawsan lingkungan dengan segera akan berpengaruh negatif terhadap tipe ini. Aneciqueik mempunyai bobot yang paling berat dan kebisaan makan dan ekskresi di permukaan tanahsehingga berperan paling penting dalam meninbgkatkan kadar biomass dan kesuburan tanah lapisan atas. Apabila dikaitkan dengan kedalaman perakaran tanaman, tipe endogeik akan lebih cepat terlihat pengaruhnya terhadap produktivitas tanaman tahunan/keras dan kehutanan yang berakar dalam, sehingga tipe aneciqueik akan lebih cepat terlihat peranya pada tanaman semusim atau perakaran dangkal.(Kemas Ali,2003)
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam tanah,dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah. Celah-celah yang dibuat oleh cacing tanah dinamakan drilosfer, yang kaya bahan organic dan nutrien anorganik. Kondisi lingkungan tanah yang baik ini merupakan lingkungan yang baik untuk organisme. Cacing memiliki enzim selulosa dan khitinase yang ada pada ususnya yang membantu mendegradasi selulosa dan polimer khitin. (lud,2005)
Factor-faktor fisik yang mempengaruhi cacing tanah adalah a) kemasaman pH tanah,b)kelengasan tanah,c)temperatur,d)aerasi dan CO2.e)bahan organic.f)jenis tanah,dan g) suplai nutrisi.(Kemas Ali,2003)
III. Metodologi
III.1 Lokasi dan Waktu
Peraktikum ini dilakukan pada tanggal 10 dan 11 April 2008 bertempat di perkebunan Agribisnis dan tanah sekitar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Identifikasi sample di Lab. Terpadu UIN Jakarta
III.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini:
 Roll meter / penggaris
 Sprayer
 Soil tester
 Thermometer
 Lux meter
 Pisau penggali
 Tissue
 Plastik besar bening
 Timbangan elektrik
 Crusible
 Oven
 Desikator/eksikator

Bahan yang digunakan pada praktikum ini :
 Deterjent
 Minyak tanah
 Air
 Alcohol 70%

III.3 Metode Kerja
Sample cacing
1. Dipilih 3 plot yaitu di bawah vegetasi, di tempat terbuka dan di dekat pembakaran/ pembuangan sampah.
2. Dibersihkan plot dari serasah penutup tanah
3. Dibatasi dan ditandai plot dengan ukutan 30 x30 cm
4. Diamati intensitas cahaya, ph, dan suhu pada plot
5. Dilarutkan deterjent dalam air.
6. Disemprotkan air deterjen ke permukaan plot dan diamkan selama 15 menit.
7. Dikumpulkan jenis cacing dimulai dari permukaan tanah hingga mencapai kedalaman 30 cm yang dibagi dalam 3 kali penggalian, sekali penggalian 10 cm.
8. Dimasukan cacing ke dalam botol koleksi yang berbeda pada tiap penggalian.
9. Dibersihkan cacing dengan aquadest
10. Dikeringkan cacing dengan menggunakan tissue dan ditimbang cacing pada timbangan elektrik.
11. Di hitung indeks dispersi(s)

Sample tanah
Pertama
1. di ambil sample tanah, masing-masing 5 gram
2. di timbang berat basah tanah
3. di timbang crusible
4. dimasukan sample tanah pada oven 105 C
5. dimasukan ke dalam desikator/eksikator selama 15 menit
6. timbang sample tanah
Kedua
1. dimasukan sample ke dalam furnance muffle selama 3,5 jam pada suhu 700 C.
2. ditimbang sample
3. dimasukan ke dalam desikator selama 15 menit
4. di timbang sample abu

IV. Hasil dan Pembahasan
IV.1 Hasil Pengamatan

Factor fisik
Plot Suhu (OC) Ph Lux meter(klux)
Udara( C ) tanah
1 28.5 27 4.8 1.29
2 29 28 5.2 5.9
3 29 28.5 5.8 14.83

Jumlah cacing
Plot Lokasi 10 cm 20 cm 30 cm Jumlah
1 vegetasi 52 7 0 59
2 tempat sampah 19 2 1 22
3 Tempat terbuka 0 0 0 0
Massa cacing

plot lokasi Massa tubuh cacing(gram)
1 Vegetasi 0.21
2 Tempat sampah 9.7
3 Tempat terbuka 0

Kelompok Plot Berat crussible(gram) Berat basah(gram) Berat tanah di oven(gram) Berat abu(gram)
I 1 31.68 5 35.60 34.9
2 32.10 5 35.67 35.0
3 31.02 5 35.12 34.8
II 1 37.94 5 41.65 40.9
2 36.00 5 40.24 40.0
3 38.5 5 42.23 41.7
III 1 32.45 5 36.19 35.7
2 31.14 5 34.84 34.5
3 32.22 5 36.09 35.2

Kandungan air hilang pada proses di oven
Plot1 = (berat crussible+berat basah)- berat oven
= ( 32,45 + 5)-36.19
= 1,26

Plot2 = (berat crussible+berat basah)- berat oven
= ( 31.14+5 )-34.84
= 1.3

Plot 3 = (berat crussible+berat basah)- berat oven
= ( 32.22+5)-36.09
= 1,33


kandungan air yang hilang pada proses di furnance muffle
Plot1 = (berat oven-berat desikater
= 36.19-35.7
= 0.49
Plot2 = berat oven-berat desikater
= 34.84-34.5
= 0.34
Plot3 = (berat oven-berat desikater
= 36.9-35.2
= 0.89

% kadar air tanah =
berat basah tanah(berat basah+berat crusible)- berat kering tanah x 100%
berat basah tanah
% kadar air tanah plot1 = 37.45 – 36.19 = 0.033x 100%=3.3%
37.45
% kadar air tanah plot2 = 36.14– 34.84 = 0.035x 100%=3.5%
36.84
% kadar air tanah plot3 = 37.22 – 36.09 = 0.030x 100%=3.0 %
37.22

% kadar bahan organic = berat kering tanah – berat abu x 100%
berat kering tanah
% kadar bahan organik plot1 = 0.046 x 100% = 4%
% kadar bahan organik plot2 = 0.009 x 100% = 0.9 %
% kadar bahan organik plot3= 0.024 x 100% = 2.4%


IV.2 Pembahasan
Pada praktikum kali ini dilakukan percobaan mengenai populasi decomposer dengan tujuan untuk dapat mengetahui kualitas tanah dengan bio indikator cacing tanah. Percobaan ini dilakukan pada tiga plot, yaitu di bawah vegetasi, di dekat tong sampah dan di daerah terbuka.
Penggunaan cacing tanah sebagai bio indicator karena adanya kerentanan cacing terhadap perubahan lingkungan, terutama pada tipe endogeik. Tipe endogeik adalah tipe cacing yang hidup di dalam tanah, tidak berpignentasi, yang dapat menembus terowongan hingga kedalaman 45cm. Tepi ini kebanyakan terdiri atas Lumbricus terrestris.
Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah. Cacing tersebut dapat memecah fragmen-fragmen sampah pada tumbuhan dan mencampurnya dengan tanah. Mereka membawa sampah dari permukaan ke dalam tanah,dan mengeluarkan secret mucus yang dapat memperbaiki struktur tanah.( (lud,2005)
Proses permulaan yang dilakukan adalah penyemprotan larutan deterjen ke permukaan plot. Deterjan digunakan untuk untuk mendatangkan makro fauna tanah di sekitar tempat pengamatan dengan bau yang dihasilkan. Deterjen(Wikipedia) adalah campuran berbagai bahan ynag digunakan untuk membantu pembersihan danterbuat dari bahan-bahan turunan minyak bumi. Di dalamnya terdapat zat adiktif untuk membuat lebih wangi.(deterjen.http:www.wikipedia/deterjen)
Data fisik yang didapatkan dari masing-masing plot terdiri dari suhu udara dan di tanah, ph dan intensitas cahaya. Data suhu pada plot 1, 2dan3 adalah 28.5 C, 29 C dan 29 C(pada udara) serta pada tanah 27C, 28 C dan 28.5 C. PH pada masing-masing plot adalah 4.8, 502 dan 5.8. sedangkan intensitas cahaya yang terjadi pada saat pengujian pada masing-masing plot adalah 1.29 klux, 509 klux dan 14.83 klux.
Suhu tanah merupakan salah satu faktor fisika tanah yang sangat menentukan kehadiran dan kepadatan organisme tanah., dengan demikian suhu tanah akan menentukan tingkat dekomposisi material organik tanah. Fluktuasi suhu tanah lebih rendah dari suhu udara, dan suhu tanah sangat tergantung dari suhu udara. Suhu tanah lapisan atas mengalami fluktuasi dalam satu hari satu malam dan tergantung musim.
Pengukuran pH tanah juga sangat diperlukan dalam melakukan penelitian mengenai fauna tanah. Suin (1997), menyebutkan bahwa ada fauna tanah yang hidup pada tanah yang pH-nya asam dan ada pula yang senang hidup pada tanah yang memiliki pH basa.(rahmawati,2004)
Plot Lokasi 10 cm 20 cm 30 cm Jumlah
1 vegetasi 52 7 0 59
2 tempat sampah 19 2 1 22
3 Tempat terbuka 0 0 0 0


Dari data yang didapat pada plot menunjukan banyaknya jumlah spesies cacing pada vegetas, adanya spesies pada tempat sampah dan tidak ditemukannya sample pada tempat tebuka . Hal ini dikarenakan di bawah vegetasi memiliki intensitas cahaya yang rendah, suhu rendah dan kandungan air yang tinggi.Massa tubuh cacing yang didapatkan adalah pada vegetasi,tempat sampah dan tempat terbuka adalah 0.21, 9.7 dan 0 gram. Massa tubuh pada tempat sampah besar karena di temukannya cacing yang berukuran besar. Jenis tanah pada tempat dekat sampah adalah humus,warna coklat kemerahan.

Hasil dari proses untuk menentukan sample tanah dengan melihat kandungan air dari tanah. Data yang di dapatkan:
plot Berat crusible Berat basah Berat kering Berat abu
1 32.45 5 36.19 35.7
2 31.14 5 34.84 34.5
3 32.22 5 36.09 35.2

Berat basah adalah berat murni dari tanah. Berat kering adalah berat tanah setyelah proses pemanasan di dalam oven. Semakin kecil berat keringnya, artinya semakin banyak kandungan air dalam tanah trsebut dan dimungkinkan kalau tanah itu memiliki kesuburan .
Tanah yang terdapat di bawah vegetasi, di dekat tong sampah dan di tempat terbuka memiliki jenis yang berbeda-beda karena adanya factor abiotik yang berbeda seperti Ph, intensitas cahaya, kelembaban, suhu dan lain-lain.
Dari data di atas dapat dicari kadar air dan kadar bahan organic.dengan rumus adalah sebagai berikut:
% kadar air tanah =
berat basah tanah(berat basah+berat crusible)- berat kering tanah x 100%
berat basah tanah
% kadar bahan organic = berat kering tanah – berat abu x 100%
berat kering tanah
hasil perhitungan pada dari persentase kadar air tanah dan kadar bahan organic, menunjukan persentasi pada plot 1, 2 dan 3 masing-masing adalah 3.3%, 3.5 % dan 3.0%. data itu menujukan kalau pada plot ke-2 yang merupakan tempat sampah memiliki kadar air tanah tertinggi, selanjutnya diikuti oleh plot 1 atau tempat vegetasi serta kadar air terendah terdapat pada tempat terbuka.
Sebenarnya seharusnya kandungan air tertinggi adalah pada tempat di bawah vegetasi. Karena di bawah vegetasi, suhu, intensitas cahaya rendah, sehingga proses penguapan juga sangat sedikit . banyaknya kandungan air berhubungan erat dengan besarnya tegangan air(moisture tention) dalam tanah.(sarwono,2007)
Persentasi bahan organic dari perhitungan menunjukan kadar bahan organic pada plot 1,2 dan3 adalah masing-masing 4%,0.9%, dan 2.4 %. Kadar bahan organic pada tempat sampah, dari hasil perhitungan memiliki kadar bahan organic terkecil, tetapi seharusnya kadar organic dari tanah tinggi, karena sering ada perobakan bahan bahan- bahan organic kasar.
Bahan organic umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hany7a sekitar 3-5%, tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. (sarwono,2007)
V. Penutup
V.1 Kesimpulan
• Penggunaan cacing tanah sebagai bio indicator karena adanya kerentanan cacing terhadap perubahan lingkungan, terutama pada tipe endogeik
• Cacing tanah mempunyai peran langsung dalam dekomposisi tanah.
• Deterjan digunakan untuk untuk mendatangkan makro fauna tanah di sekitar tempat pengamatan dengan bau yang dihasilkan atau agar cacing datang ke atas permukaan.
• Tanah di bawah vegetasi memiliki intensitas cahaya yang rendah, suhu rendah dan kandungan air yang tinggi
• Massa tubuh pada tempat sampah besar karena di temukannya cacing yang berukuran besar
• Kadar bahan organic tanah dekat tong sampah tinggi
• Rata-rata persentasi kadar air adalah 3.2% dan dan kadar bahan organic 2,43 %
V.2 Saran
Menambah tempat yang lebih memadai

Daftar Pustaka
Hanafiah, Kemas Ali. 2003. Biologi Tanah. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada
Harjowigeno, Sarwono. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta : Akademi Pressindo
Deterjen. http: wikipedia/dejerjan. Di ambil tanggal 18 April 2008 jam 23.48
Rahmawati .2004. Studi Keanekaragaman Mesofauna Tanah Di Kawasan Hutan Wisata Alam Sibolangit. http: library.usu.ac.id/dounloud/fp/hutan-rahmawati.diambil pada tanggal 12 April 2008 jam 16.22
Waluyo,Lud.2005.Mikro Biologi Lingkungan. Malang:UMM-Press
Wirakusumah,Sambas. 2003. Dasar-Dasar Ekologi. Jakarta : UIP

Pertanyaan
1. Termasuk jenis tanah apakah petakan tanah yang anda amati?
2. tuliskan perkiraan rantai pakan detritus pada ekosistem yang anda amati?
3. jelaskan fungsi penyemprotan larutan formalin atau larutan sabun pekat pada permukaan petekan?
Jawab
1) plot1 = tanah liat
plot 2=liat berpasir
plot 3=berpasir ringan
2) bahan organic di makan oleh cacing dan cacing yang mati diuraikan oleh bakteri pengurai
3) Deterjan digunakan untuk untuk mendatangkan makro fauna tanah di sekitar tempat pengamatan dengan bau yang dihasilkan atau agar cacing datang ke atas permukaan